Airel || 14

1.3K 177 1
                                    

Airel duduk bersandar di bawah pohon cukup rindang di taman kampus. Matanya terpejam menikmati angin siang yang membelai lembut anak-anak rambutnya. Rasanya sudah sangat lama dia tak menikmati suasana seperti ini. Langkah kaki yang mendekat membuatnya berdecak kesal. Tanpa membuka mata pun Airel sudah tahu siapa yang menghampirinya saat itu. Siapa lagi kalau bukan Vano, pacar kontraknya. Hanya lelaki itu yang akan mengganggunya saat makan siang seperti ini. Jangan tanya ke mana Melan, karena sejak dekat dengan Rival Melan selalu berusaha menghabiskan waktu bersama lelaki itu.

  "Ngapain lu ke sini?" tanya Airel jutek, seperti biasa.

  "Hai, Rel."

  Seketika Airel membuka mata dan terkejut mendapati Naya sudah duduk di dekatnya.

  "Eh, hai, Nay," balas Airel kikuk.

  Ini adalah pertemuan mereka yang pertama setelah permintaan konyol gadis itu. Berada di satu kampus tak membuat keduanya sering bertemu. Walau sesekali berpapasan, itu pun hanya saling tersenyum kecil.

  "Apa kabar?" tanya Naya setelah cukup lama berdiam.

  "Baik. Lu?"

  "Nggak pernah sebaik ini."

  Airel tersenyum kecil. Tentu dia baik-baik saja, pengganggunya kan sudah memiliki target baru.

  "Vano apa kabarnya? Dia nggak macem-macem kan sama lu?"

  Airel masih mempertahankan senyumannya. Vano tak pernah berbuat macam-macam padanya, hanya sebatas pegangan tangan saat di area kampus sesuai perjanjian yang mereka buat. Sepertinya lelaki itu memang tak memiliki perasaan pada Airel, terlihat dari sikapnya yang tak pernah ambil pusing dengan sikap jutek Airel.

  Namun ada sesuatu yang berbeda setiap kali Vano menghubunginya lewat telepon, sedikit lebih perhatian dan membuatnya nyaman. Seperti ada sisi lain dirinya yang selama ini sengaja ditutupi.

  "Kalau dia macem-macem, lu kasih tahu gue. Biar gue kasih pelajaran tuh anak."

  Tawa Airel mengalir. Dia tak yakin Vano akan berbuat aneh padanya. Sudah Airel katakan, lelaki itu tak memiliki perasaan padanya, kan?

"Rel," panggil Naya membuat Airel menyudahi tawanya.

  "Ya?"

  "Gue dengar, Melan pacaran sama Rival."

  Airel mengalihkan pandangannya sesaat. Sepertinya dia tak berhak menjawab pernyataan itu, dia juga tak benar-benar tahu kan?

  "Kenapa nggak langsung tanya orangnya aja?" tanya Airel akhirnya.

  "Gue nggak yakin dia bakal jawab setenang lu."

  Airel memerhatikan raut wajah Naya yang sedikit berubah, seperti ada kerinduan di sana. Beberapa kali gadis itu bahkan menghela napas pelan.

  "Kalian pernah dekat kan?"

  Rasanya Airel ingin menampar mulutnya sendiri. Bagaimana pertanyaan itu bisa terucap begitu saja, sementara terakhir kali bertemu keduanya mengibarkan bendera perang. Bahkan Melan pernah mendiaminya cukup lama karena gadis itu.

  "Dulu," jawab Naya tersenyum. Matanya terpejam dengan senyum tipis di sudut bibirnya. Seperti sedang menikmati kesendiriannya.

  "Kenapa sekarang nggak lagi?"

  Stop it, Airel. Lu nggak perlu ikut campur urusan orang! Batin Airel memperingatkan.

  "Nggak setiap orang suka dengan perubahan kan?" tanya Naya setelah membuka matanya dan menatap Airel dalam. "Melan termasuk di dalamnya."

Airel (Proses Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang