Airel || 3

2.1K 237 22
                                    

Airel menggeliat dari balik selimut. Matanya mengerjap beberapa kali, mencoba mengenali ruangan asing yang dia tempati. Seketika Airel terduduk seraya menarik selimut sebelum memerhatikan tubuhnya yang tertutup.

Kemeja kebesaran menutupi tubuhnya. Jelas itu bukan kemeja miliknya. Pandangannya beralih pada suara air di kamar mandi. Secepat mungkin Airel merapikan ranjang dan mengambil tasnya yang tergantung.

Lari!!

Pergi!!

Hanya kedua kata itu yang terbesit dalam otaknya. Bahkan tanpa mengenakan sepatu ia terus melangkahkan kaki keluar dari kamar apartemen. Tanpa memedulikan pandangan mata sekitarnya, Airel menghentikan taksi kosong yang melintas di depannya.

Rival terkejut melihat ranjangnya sudah kembali rapi, bahkan seperti tak ada yang tidur di sana semalam. Dengan handuk yang menutupi bagian bawah tubuhnya ia mulai mengitari apartemen.

Kosong.

Hanya ada dirinya. Pandangannya beralih pada meja makan. Nasi goreng buatannya masih utuh. Dilangkahkan kakinya kembali ke kamar, mengambil ponsel dan menghubungi seseorang.

"Di mana lu?"

"Kampus. Lu di mana? Jangan bilang...."

Diputuskan sambungan telepon secara sepihak. Sudah terlambat memang untuk kelas paginya. Tapi paling tidak dia masih bisa mengejar kelas siangnya.

°AIREL°


Airel melangkahkan kakinya lemah. Ia tak bisa mengingat sepenuhnya kejadian tadi malam. Yang ia tau setelah meneguk habis minuman yang diberikan Vano kepalanya terasa pusing. Airel juga tak tahu siapa pemilik kamar apartemen yang tadi pagi ditempatinya. Begitu juga dengan kemeja yang dipakainya. Bahkan Airel melupakan keberadaan pakaiannya sendiri. Yang Airel tahu ada perban menutupi luka gores di lengannya. Luka yang didapat tiap kali menenangkan diri dari rasa sakitnya.

Semakin dipercepat langkahnya begitu memasuki halaman kampus. Siapapun yang bersamanya semalam, ia berharap mereka tak akan bertemu lagi.

"Gue mau ngomong."

Langkah Airel terhenti. Matanya menatap heran pada gadis yang berdiri di hadapannya.

"Kalau lu mau..."

"Gue mau minta maaf. Mungkin sikap gue kemarin berlebihan."

Airel terdiam.

"Gue Naya. Kanaya Agustin. Fakultas Ekonomi."

Agak ragu Airel membalas uluran tangan gadis itu, "Airel, Fakultas Sastra."

"Makasih kemarin lu udah nolongin cowok gue. Sorry gue nanya macem-macem."

"It's ok. Gimana keadaan cowok lu?"

"Masih di rumah sakit. Untung lu datang tepat waktu, kalau nggak gue nggak tahu gimana."

"Tepat waktu? Gue malah ngerasa terlambat."

Airel melirik pada jam tangannya. Kelas pagi akan segera berakhir. Dia harus menemui Melan untuk meminjam catatan pelajarannya yang tertinggal.

"Gue duluan ya."

"Tunggu," Naya menahan lengan Airel. "Gue nggak suka hutang budi. Jadi kalau lu butuh bantuan ngomong aja ke gue. Apapun itu, gue pasti ada buat lu."

Airel hanya tersenyum canggung sebelum mengangguk pelan. Kembali dilangkahkan kakinya yang sempat terhenti. Seperti hari sebelumnya, dilangkahkan kakinya menuju kantin. Airel yakin Melan juga sedang menuju ke sana saat ini.

Airel (Proses Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang