Airel || 7

1.5K 226 2
                                    

Sudah hampir sepuluh menit Airel bersandar di kap mobil Melan. Entah sudah berapa kali dirinya menghubungi Melan yang selalu dijawab oleh operator. Sepertinya gadis itu masih asyik menikmati suasana di dalam sana.

"Sendirian?"

Airel menoleh. Seorang pria berdiri agak di depannya. Sepersekian detik digunakan Airel untuk menscan pria itu. Tak ada yang aneh. Namun tetap saja dia was-was. Saat ini, dengan pakaiannya yang cukup terbuka di jam selarut ini, tak ada yang bisa menjamin keamanannya.

"Hai," sapa pria itu lagi seraya melambaikan tangan di depannya.

Airel mengangguk kecil dengan senyuman tipis sekilas.

"Sendiri?"

"Sama teman." Entah kenapa rasanya Airel harus menjawab pertanyaan itu dengan cepat.

"Oh. Gue Taufan."

Airel menoleh pada tangan yang terulur padanya. Membalasnya dengan senyuman dan anggukan kecil sekali lagi. Dicobanya kembali menghubungi Melan. Belum sempat sambungannya terhubung, sebuah nomor tanpa nama masuk, memanggilnya.

"Kok nggak dijawab?" Tanya Taufan setelah beberapa kali panggilan itu diabaikan, ikut bersandar di dekat Airel.

Airel hanya menjawab dengan senyuman. Untuk kesekian kalinya Airel terus mencoba menghubungi Melan, yang lagi-lagi gagal karena kalah cepat dengan panggilan nomor asing itu.

"Angkat aja, siapa tau penting."

Airel tak menanggapi. Dibiarkan panggilan itu terputus untuk ke sekian kalinya.

"Gue anter yuk," tawar Taufan sopan.

"Nggak usah. Makasih."

"Ini udah hampir pagi lho. Nggak baik cewek masih keluyuran."

"Gue...."

"Lu masih di sini?"

Airel memandang ke arah lain. Walau tak terlalu jelas, Airel bisa melihat Rival berjalan cepat ke arahnya. Tanpa sadar helaan napas lega berhembus begitu saja.

"Kenapa nggak langsung balik?" Tanya Rival lagi. Sekilas matanya melirik Taufan yang masih bertahan di tempat.

"Melan masih di dalam."

"Gue anter balik!"

"Eh?"

Airel tak bisa menolak saat Rival tiba-tiba menariknya. Kepalanya mengangguk cepat untuk berpamitan pada Taufan.

Agak tergesa-gesa Airel mengikuti langkah Rival. Belum lagi heels yang membuat kakinya susah untuk melangkah karena nyeri. Kalau tadi dia merasa lega dengan kehadiran Rival, kini rasanya dia ingin menendang lelaki itu ke planet Mars.

"Aww!!"

Pekikan Airel membuat Rival menghentikan langkahnya. Tanpa melepaskan pegangan, Airel mengusap sebelah kakinya yang terkilir. Rasa nyeri yang tadi hanya menyerang tumit kini juga menyerang pergelangan kakinya.

Rival membungkukkan badan, mencoba melihat luka Airel. "Ck! Nyusahin aja sih!" ketus Rival yang langsung dijawab dengan tatapan sinis Airel.

Gara-gara elu nih!! Jalan kayak dikejar setan!!

Ingin rasanya Airel meneriakan kata-kata itu. Tapi dia hanya bisa meringis. Tiba-tiba tubuhnya terasa ringan. Sontak Airel mengalungkan lengannya pada bahu Rival.

"Lu ngapain?" Pertanyaan bodoh itu meluncur begitu saja dari mulut Airel saat menyadari Rival menggendongnya ala bridal style.

"Jalan lu lama kayak siput! Capek gue nuntun nenek-nenek!"

Airel (Proses Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang