Airel || 22

1.2K 172 2
                                    

Setelah menikmati makan di salah satu foodcourt, Airel dan Rival memutuskan untuk tak lagi menaiki wahana ekstrem. Dengan amat terpaksa, diikutinya langkah Rival menuju wahana Turangga-Rangga.

"Kok gue ngerasa kayak bocah ya," ujar Airel geli.

"Berisik," bisik Rival seraya menduduki salah satu patung kuda.

Airel yang mencibir mendengar bisikan Rival memilih kuda yang cukup jauh di depan lelaki itu.

Hampir lima menit lamanya mereka menikmati wahana itu.  Airel tak malu untuk merentangkan sebelah tangannya, meniru tingkah beberapa remaja yang berada di depannya. Beberapa kali dirinya menoleh pada Rival yang justru sibuk dengan ponselnya.

Tak hanya Turangga-Rangga, Airel dan Rival juga menaiki wahana Gajah Bledug dan berkeliling Istana Boneka.

"Naik itu yuk, Val."

Rival mengikuti jari telunjuk Airel yang mengarah pada wahana Bianglala. Sesaat Rival melirik arlojinya sebelum mengangguk.

"Oke."

Airel mengangguk sopan saat petugas menutup pintu gondola. Senyumnya mengembang begitu kincir raksasa itu mulai bergerak, mencoba tak peduli pada Rival yang lagi-lagi sibuk dengan ponselnya.

Kepalanya menoleh ke segala arah, menikmati pemandangan kota Jakarta dari ketinggian. Diambil ponsel dalam tasnya dan mengabadikan momen indah itu dalam ponselnya.

"And now, here i am," gumam Airel pelan.

"First time?"

Airel menoleh cepat pada Rival, tak menyangka lelaki itu mendengar ucapannya. Agak malu Airel menggaruk tengkuknya sambil tersenyum, memperlihatkan deretan giginya. Detik berikutnya Airel terkejut ketika Rival duduk di sampingnya.

"Kalau gitu harus diabadikan dong," ujar Rival.

"Bilang aja mau foto sama gue," cibir Airel lagi.

"Iya, gue mau foto bareng."

Airel terkekeh lalu ikut berpose saat Rival mengarahkan ponselnya.

 
°AIREL°

 

Hamparan langit senja terbentang luas di sepanjang pantai Ancol. Restoran yang berdiri di ujung dermaga menambah pesona yang memanjakan mata.

Senyum Airel tak sedikit pun memudar sejak awal melihat cahaya jingga hingga berganti gelap.

"Lu sering ke sini?" Tanyanya pada Rival yang juga menikmati suasana senja.

"Nggak juga. Tergantung suasana hati."

Airel menganggukan kepala pelan seraya kembali memandang laut.

"Nggak ada yang mau lu omongin gitu?"

Rival mengalihkan pandangannya, menatap bingung pada Airel yang  menghadap laut dengan bibir tergigit.

"Ya, kali aja lu mau ketawa puas karena omongan lu benar."

Rival mengubah posisinya, membelakangi laut dengan kedua tangan bertumpu pada pembatas dermaga. 

"Apa itu penting sekarang?"

Airel mengendikkan bahu.

"Gue lebih tertarik untuk tahu satu hal."

"Apa?" Tanya Airel penasaran.

"Kenapa waktu itu lu nolong Doni?"

"Doni? Doni siap.... Oh, yang waktu itu berantem ama Vano?"

Airel (Proses Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang