Part 23 - Pertemuan-Pertemuan Tak Terduga

11.5K 720 14
                                    

"Permisi," suara berat itu mengalihkan pandanganku dengan cepat ke arah depan, dimana berdiri sesosok pria setengah baya dengan senyum yang terlihat ramah.

"Nak Sri?"

Aku mengangguk kaku dan menatapnya dengan senyum yang dipaksakan.

Kenapa ketemu disini?!

Pria tua itu kemudian duduk dihadapanku, aku kembali tersenyum kaku.

"Kita belum sempat berkenalan sebelumnya."

Aku mengangguk sopan."Saya Sri pak," ucapku sembari mengulurkan tangan.

"Saya Halim, ayah Sarah."

Aku kembali mengangguk paham, kemudian hening.

"Maaf atas sikap saya saat resepsi itu, saya agak kurang sopan," senyum ramah terpancar dari wajah tuanya.

Aku nyaris mendengus mendengar ucapannya, baru sadar?

"Tidak masalah," balasku berusaha sopan.

Pak Halim bersandar dan menatapku dengan lekat.

"Nak Sri harus berhati-hati dengan laki-laki itu," ucapnya serius.

Aku mengerutkan alisku bingung."Maksud bapak apa?"

Pak Halim tersenyum lembut."Apa nak Randa tidak pernah memberitahu kamu kalau Herman memiliki kembaran?"

Alisku mengerut, kembaran?

"Saya nggak ngerti maksud bapak?"

Apa yang dia maksud kembaran disini Herlan, alter egonya?

"Herman punya saudara kembar dan saudara kembarnya adalah tunangan anak saya," ucapnya.

Aku terdiam kaku, jadi maksudnya Sarah adalah mantan kakak ipar Randa? Begitu?

"Jadi maksud bapak Sarah itu tunangan saudara kembaran mas Herman?"

Pak Halim menggeleng pelan."Sepertinya kamu tidak tau banyak tentang keluarga suamimu."

Aku menunduk pelan, bahuku merosot seketika. Aku memang tidak tau apa-apa tentang Randa dan pria itu juga sepertinya tidak berniat membagi ceritanya padaku, aku merasa seperti berada dilingkaran luar Randa dan bukannya merasa sebagai bagian yang paling dekat dengannya.

"Saya memiliki seorang putri lagi, adik Sarah. Dia akan menikah dengan kembaran Herman, tapi sebulan sebelum pernikahan mereka, mereka kecelakaan," Pak Halim tertunduk lesu."Kemudian berita kematian itu sampai pada saya. Anak saya meninggal dalam sebuah kecelakaan bersama tunangannya," jelasnya.

Aku termanggu dengan mata membulat.

Pak Halim tersenyum pelan, ada kilatan luka dimatanya.

"Setelah polisi menyelidiki kecelakaan tersebut, ternyata kecelakaan itu disengaja dan polisi menetapkan Herman sebagai tersangka, polisi menemukan sidik jarinya di mobil. Mayat tunangannya ditemukan dirumah sakit, tapi mayat putri saya tidak ada disana maupun dilokasi kejadian," raut kesedihan kembali terpancar di matanya.

"Polisi menduga mayatnya terjatuh ke jurang, karena kaca depan pecah dan posisi moncong mobil yang menghadap jurang menengaskan dugaan polisi."

Aku terdiam dengan jantung berdebar kencang, diantara semua informasi ini, hanya satu hal yang ku tangkap, mas Herman pembunuh!

Not A Perfect Husband

Aku terdiam di taman dekat kompleks apartemen Randa, mataku menatap nanar ke arah cahaya matahari yang mulai berpendar sedikit demi sedikit dan langit mulai menghitam, pertanda sebentar lagi hari akan malam, tapi aku tidak beranjak, aku malah terdiam di salah satu sudut bangku taman, merenung.

Apa Randa tidak berniat berbagi cerita denganku, maksudku, apa dia tidak berniat bercerita padaku tentang keluarganya? Apa menurutnya aku tidak perlu tau? Apa menurutnya masalah keluarganya bukan urusanku juga?

Saat tengah sibuk berpikir seseorang tiba-tiba duduk di sampingku.

"Kenapa masih diluar?"

Aku menoleh dan seketika mataku membulat kaget."Mas Haris!"

Dia berbalik dan tersenyum ke arahku."Lama tidak bertemu."

Aku ikut tersenyum dan mengangguk mengiyakan."Terakhir kali di Jogja," ucapku."Mas ngapain disini? Tinggal di apartemen ini juga?" tanyaku penasaran.

Dia menggeleng."Saya cuma lewat sebentar, rumah saya jauh dari sini," ucapnya sambil menatap langit senja sore hari.

Aku terdiam, kemudian menatap pakaian kantornya."Mas kerja juga pas hari minggu?"

Dia kembali menoleh dan tersenyum."Hati-hati, dia semakin dekat," tatapannya berubah serius.

"Maksud mas?"

Dia tersenyum lagi."Tunangan saya kecelakaan," ucapnya tiba-tiba, aku terdiam, kenapa dia menceritakannya padaku?!

"Ehm.. saya turut sedih mas," ucapku gugup.

Dia mengangguk."Dia kecelakaan dan saudara saya berusaha membunuhnya," ucapnya.

Aku terdiam kaku, ceritanya terasa familiar.

"Terus mas juga ada pas kecelakaan?" tanyaku penasaran.

Dia menoleh dan kembali tersenyum, kemudian menatap kedepan dan tidak menjawab pertanyaanku.

"Waktu itu saya tanpa sengaja mendengar pembicaraan mereka ..." ceritanya.

"Tunangan saya tidak seperti yang saya bayangkan selama ini," lanjutnya.

"Dan ternyata pada akhirnya saya kembali salah," gumannya lagi tak jelas.

Dia kembali menoleh ke arahku."Jangan tertipu, Sri," ucapnya dengan mata yang menatapku begitu lekat.

Dia kemudian pergi ke arah dimana cahaya terakhir matahari berpendar sehingga membuatku silau akan bayangannya, sesaat kemudian dia sudah menghilang pergi.

Aku terdiam kaku, apa maksud mas Haris mengatakan itu semua padaku? Aku menggeram tertahan, rasanya aku sebentar lagi akan gila karena pertemuan-pertemuan tak terduga ini dan juga fakta-fakta yang begitu membuatku terkejut.

Aku kemudian memilih beranjak dari tempat dudukku dan kembali ke apartemen Randa, aku akan menangih penjelasannya sekarang juga, sebelum aku benar-benar gila karena terus memikirkannya.

***

Not A Perfect Husband ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang