Part 5 - Lamaran Dadakan

12.8K 866 33
                                    

Revisi

***

Aku tengah bersantai seperti biasa saat kak Prita mendatangiku.

"Kapan aktif kuliahnya dek?"

"Ehm... Mungkin sekitar dua bulan lagi kayaknya," ucapku pelan, sebenarnya aku datang kemari terlalu cepat, masih sekitar dua bulan lagi baru aku mulai aktif kuliah, tapi aku memilih datang lebih awal untuk sedikit bersantai dan sesekali jalan-jalan sebelum mulai pusing dengan urusan kuliah.

"Kenapa kak?" tanyaku penasaran dan memusatkan pandanganku ke arahnya.

Kak Prita terlihat gugup, terlihat dari tangannya yang saling memilin satu sama lain, melihatnya seperti itu, aku seketika menatapnya curiga.

"Sri, kakak mau ngomong serius," ucapnya sambil menatap mataku dalam.

Seketika aku deg-degan saat kak Prita menatapku begitu serius, aku juga tidak tahu kenapa jantungku berdetak kencang begini, yang jelas sekarang aku merasa tegang.

"Ia kak, kakak mau ngomong apa?" tanyaku sedikit gugup.

"Itu, kakak juga udah bilang sama Ibu dan kata Ibu semua terserah kamu," lagi-lagi jangtungku berdetak kencang.

"Ia, apa kak?! Jangan bikin aku penasaran dong," ucapku memaksanya mengatakan apa yang ia ingin katakan.

"Itu, anaknya Bu Lia mau ngelamar kamu."

"Hah?! Apa?!" mulutku seketika melongo, serius pak ustad itu ngelamar aku?! Ya Allah, sujadah mana? Aku mau sujud syukur, alhamdulillah ya Allah.

"Aku mau kak! Aku mau!" jawabku dengan penuh semangat."Kapan dia mau lamar aku kak? kapan?! Sekarang juga boleh kak, aku udah siap, ya Allah. Aku siap kak!" ucapku semangat dengan senyum yang semakin melebar, bayangan tubuh gagahnya yang di balut tuksedo itu saja sudah membuat ilerku bergerak keluar, mahar surah Ar-Rahman pun aku mau ya Allah.

Kak Prita berdecak melihat tingkahku yang seperti cacing kepanasan."Kamu nih, sabar sedikit. Nanti kalau Ibu sama Bapak udah datang, baru keluarga Bu Lia ngelamar."

Aku mendesah kecewa."Ya kok gitu sih kak, sekarang aja lah, aku udah siap lahir batin nih jadi istrinya," ucapku cemberut.

Kak Prita berdiri dan mengusap kepalaku."Udahlah, kakak mau masak dulu. Kamu pikir-pikir lagi aja dulu jangan sampai nyesel," ucapnya misterius.

Alisku mengerut dalam, nyesel? Maaf saja, karna lilahi taala aku iklas dunia akhirat. Mas Herman, bentar lagi kita sah mas.

Aku kemudian dengan cepat berlari ke dalam kamarku dan menjerit bahagia, aku bahkan harus meredam suara jeritanku dengan bantal, aku berbalik kemudian memegang kedua pipiku yang memanas, senyum bodohku kembali merekah.

Senangnya.

***

Setelah menunggu sekitar satu minggu, acara lamaran akhirnya di adakan tepat hari ini dan aku sedari tadi terus saja tersenyum sembari menatap pantulan diriku yang terlihat cantik dan anggun dengan kebaya berwarna peach ini, senyumku mengembang pelan, aku berharap mas Herman menyukainya.

Not A Perfect Husband ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang