Part 1 - Kepulangan Yang Menegangkan

36.9K 1.2K 74
                                    

Aku menghirup udara segar pagi ini, tinggal jauh di pedalaman kota memang selalu menyenangkan, tidak ada bunyi kendaraan bising, tidak ada polusi, tidak ada kemacetan, dan tidak ada orang menyebalkan, semua ramah dan santun.

Aku sudah lebih dari sembilan tahun menetap disini bersama orang tuaku, aku memutuskan ikut orang tuaku migrasi ke pulau Sulawesi, mengingat Ibu dan Bapak memiliki tanah yang perlu di rawat disini, jadilah aku berada disini sekarang.

Aku sudah selesai menamatkan kuliahku tiga tahun lalu, aku mengambil jurusan desain interior, mengingat aku sangat senang merancang bangunan rumah impianku sejak SMP, maka dari itu aku memutuskan mengambil jurusan tersebut saat tamat SMA dulu.

Dulu, aku sangat senang membuat sketsa denah rumah yang ingin kubangun jika aku sudah memiliki banyak uang, denah yang ku gambar di sebuah buku kecil, tapi sayang buku itu menghilang saat aku pindah ke mari, dan sampai sekarang aku belum menemukannya, padahal di dalamnya ada beberapa denah rumah yang sudah ku gambar dan termasuk denah favorite yang benar-benar ingin ku wujudkan di dunia nyata.

Kemudian setelah lulus dari UNHAS, aku memutuskan bekerja selama dua tahun di perusahaan yang bergerak dalam bidang property sebagai desain interior. Sekarang, diumurku yang ke 23 tahun, aku memutuskan akan melanjutkan studi S2 ku di Bandung, tempat dimana dulu aku pernah mengenyam bangku SMP.

Aku sudah bersiap-siap dengan begitu banyaknya barang dan perlengkapan yang ku bawa, belum lagi hasil bumi dari tanah kami. Bapak dan Ibu sangat antusias menyuruhku membawa berbagai macam oleh-oleh khas daerah sini, ku putuskan oleh-oleh itu akan ku kirim lewat pos, mengingat itu sangat banyak, yang aku bawa hanya koper ringan yang berisi baju-bajuku.

Saat di bandara, aku mencium tangan Ibu dan Bapak kemudian pamit. Sebelum berangkat, Ibu membisikkan doa pelan di telingaku.

"Semoga ketemu jodoh di sana yang nak," aku hanya tersenyum kecil dan mencium Ibu dengan penuh rindu, karena aku akan sangat merindukan mereka, saat aku sudah berada jauh dari mereka.

Aku kemudian mengeret koperku dan menggeleng pelan saat kembali mengingat bisikan pelan Ibu, Ibu ada-ada aja.

***

Setelah perjalanan 2 jam lebih dari bandara, akhirnya aku sampai menginjakkan kakiku di Bandung, hembusan pelan angin menerbangkan rambut pendek sebahuku, sejuknya.

Aku kemudian menarik koperku pelan, semua terasa tentram sebelum seseorang yang tidak tau tata krama menubrukku dengan kuat sampai aku terjerembab jatuh dengan pantat yang mencium ubin marmer lebih dulu, aku mendongak dan menatap pria itu sengit.

Berapa sih umurnya, sudah tua macam itu pun masih berlari-lari dengan tidak tau malunya di bandara seperti anak kecil saja, aku berdiri. Bahkan dia sedikitpun tidak berniat membantuku berdiri, benar-benar tak tahu sopan santun.

"Mas! Kalau lari-lari tuh jangan disini! Nggak tau apa kalau mas itu bisa aja nabrak orang! Dan sialnya saya yang ke tabrak tau!" aku membersihkan celana jeansku pelan, kemudian menatap pria itu yang menatapku lekat dalam diam, aku menatapnya tajam.

"Apa?!" bentakku yang masih merasa kesal.

Pria itu melangkah mendekat dan aku mundur dengan waspada, aku menatapnya semakin tajam saat dia terus saja mendekat ke arahku, saat sudah berada di depanku, aku sedikit menahan dadanya dan mendorongnya menjauh.

"Mas apa-apaan sih?!"

Dia menyipitkan matanya."Sri?" suaranya terdengar ragu.

Aku menatapnya heran."Mas kenal saya?"

Not A Perfect Husband ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang