Why you got hug me like every time you see me
Bunyi ringtone ponselku menyadarkanku bahwa ada telepon masuk, aku meraih ponsel baruku dan segera mengangkatnya.
“Halo?”
“Sri, ponselku ketinggalan di rumah, kamu bisa tolong bawain ke kantor?”
Oh, ternyata Randa.
Aku mengangguk pelan.”Kamu simpan dimana ponselnya?”
“Ada di atas meja di kamar kayaknya.”
“Ok,” ucapku kemudian memutuskan sambungan teleponku sepihak.
Why you got hug me like every time you see me
Aku mengerutkan alisku saat Randa kembali menelpon, segera saja aku mengangkat teleponnya.
“Kenapa Ran?”
“Masa langsung kamu mati-in sih, kiss goodbye-nya mana?”
Aku memutar bola mataku pelan.”Nggak ada, bye!” ucapku dan kembali mematikannya secara sepihak.
Aku terkikik geli membayangkan wajah Randa saat ini, dia pasti sedang cemberut sekarang.
Sudah seminggu Randa kembali masuk kantor, masa cutinya selama 2 minggu sudah berakhir saat kami pulang dari Jogja, sementara aku, hari ini adalah hari terakhir sebelum masa kuliahku di mulai esok hari.
Ada beberapa kebiasaan yang baru-baru ini Randa terapkan padaku setiap pulang kerja, pria itu selalu menyuruhku menyambutnya di pintu apartemen seperti 3 hari yang lalu, dia bahkan memaksaku melakukannya, yang benar-benar membuatku kesal setengah mati melihatnya, saat aku tengah sibuk dengan urusan dapur.
“Sri?” aku menggeram kesal mendengar panggilannya, ini mungkin yang ke lima kalinya dia memanggilku terus menerus.
“Sri?”
Aku berbalik dari kesibukanku yang sedang memasak.
”Apa sih Ran?! Aku lagi masak!” ucapku setengah tertahan, aku merasa tidak tahan untuk tidak meneriakkan kata-kata itu.
Tanpa melihat aku tau dia sedang memasang wajah cemberutnya.
“Sri?”
Aku menghentakkan pisauku dengan kuat saking emosinya, kemudian dengan langkah cepat bergerak ke pintu apartemen.
Disana Randa tengah tersenyum lebar sambil bersandar di dinding pintu masuk. Dia kemudian menengakkan tubuhnya dan berjalan ke arahku, kemudian memelukku dan mencium keningku.
“Hai, aku pulang,” ucapnya dengan senyum lebarnya.
Aku menghela nafas pelan, kemudian mau tak mau tersenyum tipis.
“Apa perlu kayak gini tiap hari?” tanyaku lelah.
Randa kembali tersenyum dan mengangguk cepat.
“Biar romantis,” bisiknya pelan setelah mencium pipiku dan berlalu pergi ke arah kamar.
Aku berbalik dan menatap punggung tegapnya yang menghilang di balik pintu kamar kami. Aku menghela nafas pelan.
Dia sangat menyebalkan tapi sialnya begitu manis.
***
Aku berjalan memasuki kantor Randa, kantornya besar dan kokoh, dengan tinggi menjulang di antara beberapa bangunan tinggi lainnya di sekitarnya, aku kemudian mendekat ke arah meja resepsionis.
“Permisi,” ucapku pelan.
Resepsionis itu mengangkat wajahnya dari layar dan menatapku dengan senyum khas model iklan sikat gigi.“Pak Randa sudah menunggu di atas Bu,” ucapnya ramah.
Aku mengangguk pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not A Perfect Husband ✔
Roman d'amourSaat sebuah lamaran mendadak datang ke rumahku oleh Bu Lia, dengan begitu semangat aku menyetujuinya tanpa berpikir dua kali karena yang ada di bayanganku saat itu adalah berdiri berdampingan dengan senyum lebar bersama mas Herman, setidaknya itulah...