'Aku mau ke rumah kak Prita, aku mau menginap!'
Send.
Aku terdiam sambil menunggu balasan Randa, aku sudah rapi dengan pakaianku dan beberapa baju yang akan kubawa, aku butuh menenangkan pikiranku, bisa-bisa aku menjadi gila jika terus berada di apartemen ini.
Lama aku menunggu sebelum akhirnya ponselku berbunyi, menampilkan panggilan masuk dari Randa.
Aku kemudian mengangkatnya.
"Halo?" suaraku terdengar dingin dan tidak bersahabat.
Terdengar helaan nafas diujung sana.
"Kamu boleh pergi ke sana ..." ada jeda."Jangan tinggalin aku Sri," sambungnya begitu lirih, aku bahkan bisa merasakan suara Randa bergetar pelan.
Mendengar itu air mataku kembali ingin meluncur, tapi aku mengeraskan hatiku, aku butuh sendirian sekarang.
Aku terdiam, kuhirup oksigen sebanyak mungkin, rasa sesak itu kembali.
"Aku mau tinggal disana selama seminggu dan aku mau kamu jangan muncul di hadapan aku selama aku di sana," ucapku dingin dan segera mematikan sambungan telepon kami tanpa mendengar jawabannya.
Aku menghela nafas, kemudian berangkat menuju rumah kak Prita.
Not A Perfect Husband
Tok.. Tok.. Tok..
Terdengar suara ketukan dari luar, aku menghapus air mataku yang mengenang saat tengah menonton film dilaptopku, kemudian beranjak membukakan pintu.
Ternyata kak Prita, memang siapa yang kuharapkan? Huh!
Kak Prita menatapku cemas."Dek kamu sebenernya kenapa?" Kak Prita mendekat ke arahku.
Aku menggeleng pelan dan kembali memutar film yang sedari tadi ku tonton.
"Nggak kenapa-napa," jawabku pelan.
"Terus kenapa kamu nangis?"
Aku mengusap kembali air mataku dan menunjuk layar laptopku yang sedang memutar sebuah film.
"Filmnya sedih," ucapku kemudian tertawa, aku menatap kak Prita dengan air mata yang kembali mengenang.
Kak Prita menghela nafasnya dan menatap layar laptopku ngeri, kemudian menghentikannya.
"Dimana ada sedihnya coba?! Film horor gini kamu bilang sedih?" Kak Prita berdecak dan menarikku ke arah ranjangku, mendudukkanku di hadapannya.
"Kamu kenapa? Coba cerita sama kakak? Udah dua hari kamu kayak gini Sri," suaranya terdengar prihatin melihat keadaanku.
Ya, aku tidak bisa menyalahkan kak Prita yang prihatin dengan keadaanku, aku juga sangat prihatin dengan keadaanku, wajahku sudah seperti mayat hidup, pucat dan ada lingkaran hitam yang mengelilingi mataku, menandakan aku kurang tidur selama dua hari belakangan ini. Yang kulakukan selama dua hari belakangan ini hanya menangis, dan mengurung diri, berusaha menyibukkan diri dengan apapun, jangan tanya mengenai kuliahku karena aku sudah tidak masuk selama dua hari berturut-turut.
Aku diam dan hanya menggeleng pelan, menolak untuk menceritakan apa masalahku dengan kak Prita.
Kak Prita berdecak tak sabaran, kemudian dengan tiba-tiba memelukku erat, aku terdiam kaku, kemudian membalas pelukan kak Prita dengan erat, menangis dalam pelukannya, menunpahkan rasa sakit dan sesakku di bahunya.
Lama aku menghabiskan waktu menangis, kemudian aku melepaskan diri dari kak Prita, aku tersenyum pelan dan mengusap mataku.
"Filmnya sedih banget kak," ucapku masih menjadikan film horror tersebut sebagai alasanku menangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not A Perfect Husband ✔
RomanceSaat sebuah lamaran mendadak datang ke rumahku oleh Bu Lia, dengan begitu semangat aku menyetujuinya tanpa berpikir dua kali karena yang ada di bayanganku saat itu adalah berdiri berdampingan dengan senyum lebar bersama mas Herman, setidaknya itulah...