t u j u h

1.6K 212 60
                                    

Ada sebuah rasa di mana aku tak dapat mengungkapkannya secara langsung padamu.
Sebuah kata yang terlalu sulit untuk aku lisankan.
-Cindy

***

Sudah hampir satu jam berlalu sejak langit menumpahkan air hujannya di kota Jakarta. Kini tinggal menyisakan rintik-rintik kecil dan menguapkan aroma tanah setelah hujan. Selama itu pula Kevin gelisah di bangkunya.

Berulang kali Kevin melihat arloji hitam yang melingkar di pergelangan kirinya. Bahkan pemuda itu tak tertarik sedikit pun terhadap Ayu yang sedang bercerita mengenai masa-masa SMA mereka. Masa-masa di mana Ayu dan Kevin pertama kalinya saling mengenal dan menjadi dekat hingga sekarang.

"Vin? Kamu dari tadi kok bengong sih?" Ayu memegang dagu runcing Kevin. Menyuruh paksa lelaki itu untuk melihat ke manik matanya.

Bagai ditarik menuju ambang batas kesadaran, Kevin tersentak dari lamunan. "Hah? Tadi kamu ngomong apa?"

Terlihat Ayu mengerucutkan bibir. Tidak biasanya Kevin menjadi pendiam seperti ini apabila sedang bersama Ayu. Biasanya Kevin selalu tampak antusias saat Ayu berbicara. Atau tak jarang Kevin yang memulai topik pembicaraan baru.

"Kamu mikirin apa sih sayang? Aku perhatiin kamu ngeliatin jam terus."  dwinetra Ayu memicing. Mencari alasan di balik sikap Kevin yang tampak berbeda.

Di saat Ayu menatap intens Kevin, lantas Kevin mengalihkan pandang ke luar jendela. Ia menelan ludah susah payah. Lalu menyambar cepat cangkir coffee latte nya yang masih hangat.

Setelah meminum beberapa tegukan, Kevin berujar, "Udah mau siang. Aku anterin kamu pulang yuk."

Ayu menghembuskan napas kasar. "Aku masih mau sama kamu!" katanya manja.

Otak Kevin berputar cepat. Bukan Kevin namanya jika dia nurut terhadap wanita begitu saja.

"Aku nggak bisa lama-lama. Harus cepat pulang. Miri belum dikasih makan," kilah pemuda itu bohong. Padahal, tepat sehari sebelum keberangkatan Bundanya, Miri telah dititipkan di pet shop dekat rumahnya.

Sontak dahi Ayu berkerut samar. "Miri anjing kamu itu?"

Kevin mengangguk cepat sebagai jawaban.

Sebelum bangkit dari duduknya, Ayu meneguk sekali secangkir kopinya dan menyahut lemas, "Apa boleh buat. Kamu lebih milih Miri daripada aku."

***

"Thanks, Jack." ujar Cindy pelan setelah turun dari mobil Jackson. Ketika gadis berhidung mancung itu hendak membuka pagar rumah, Jackson memanggil namanya. Sontak Cindy berhenti dan berbalik menghadap Jackson lagi.

Tanpa mengatakan apa-apa, Jackson bergerak mengeringkan rambut basah Cindy menggunakan handuk yang kebetulan ada di dalam mobilnya. Cindy bergeming, membiarkan cowok yang berstatus mantannya itu--melakukan apa yang dia inginkan.

Telapak besar Jackson terus menggosok-gosok pelan surai kehitaman Cindy dengan handuk. Beberapa helai rambut gadis itu sedikit berantakan. Selama Jackson melakukan aksinya, Cindy menutup mata. Tak ingin beresiko matanya kelilipan rambutnya sendiri.

"Besok-besok jangan ngelakuin hal bodoh lagi." tutur Jackson memperingatkan setelah memastikan sebagian rambut Cindy sudah kering.

Handuk yang digunakan Jackson masih ada di kepala Cindy. Seakan menjadi tudung yang menutupi seluruh surai gadis itu. Dan telapak tangan Jackson sedari tadi tak kunjung beranjak dari puncak kepala Cindy. Bertengger di sana seolah burung yang tak ingin meninggalkan sangkar.

SIDE ( jjk x heb ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang