Jangan lepas genggaman tanganku jika suatu saat keadaan sulit menguji hubungan kita.
Kamu hanya perlu memercayaiku seutuhnya.
Dan aku tidak akan melepaskan genggamanku di tanganmu.
-Kevin
***
Bulan purnama menggantung tinggi di langit malam yang cerah. Dihiasi kerlap kerlip gemintang yang semakin menambah keindahannya. Cindy betah berlama-lama memandangi langit dari atas balkon rumahnya. Berdiri di tepian balkon seraya menggenggam secangkir susu cokelat hangat.
Tiba-tiba saja sepasang tangan melingkar di pinggang Cindy. Refleks gadis itu menoleh dan mendapati Kevin tengah menyandarkan kepala di sebelah pundaknya.
Dengan nada suara serak-serak basah lelaki itu berujar. "Kok kamu belum tidur?"
Cindy mengulum senyum lalu menyesap susu cokelatnya. Kepalanya kembali menengadah. Dwilensanya memandang hamparan langit yang begitu luas. Binarnya menunjukkan rasa takjubnya yang luar biasa terhadap alam semesta ciptaan Tuhan.
"Menurut lo, apa Tuhan itu adil?" Cindy mengajukan sebuah pertanyaan yang tak dapat dimengerti Kevin.
"Maksud kamu?"
"Terkadang gue berpikir kalau Tuhan begitu menyayangi gue. Terbukti dengan hidup gue yang serba berkecukupan. Tapi di sisi lain, gue merasa Tuhan nggak adil karena dia udah misahin gue sama Papa." tutur Cindy tanpa mengalihkan sedikit pun perhatiannya dari langit. Berdiri di balkon sembari menatap langit sudah menjadi rutinitas Cindy apabila gadis itu merindukan Papanya.
"Tapi kamu masih punya Mama dan Christine. Sekarang kamu juga punya aku. Anggap aja bunda dan ayahku sebagai orang tua kamu sendiri." Kevin semakin mengeratkan kedua lengannya di pinggang Cindy. Dagu lelaki itu masih berada di pundak kanan gadisnya. Rasanya begitu hangat bila mendekap gadisnya seperti ini. Sampai-sampai Kevin tidak ingin menarik diri.
Napas dalam dihela Cindy sebelum akhirnya ia menghabiskan susu cokelatnya yang tersisa setengah cangkir. "Lo nggak ngerti, Vin." tukasnya beberapa menit kemudian.
"Apa yang aku nggak ngerti, hm? Coba jelasin ke aku biar aku paham. Aku bukan laki-laki yang bisa nebak isi kepala kamu, sayang."
Mata elang Kevin menatap dalam iris kecokelatan Cindy setelah lelaki itu membalikkan tubuh Cindy sehingga menghadap ke arahnya. Kedua bahu Cindy diremas pelan tangan Kevin hingga Cindy semakin mengeratkan genggamannya pada cangkir.
Ditatap sedalam itu oleh orang yang dicintai mau tak mau meluluhkan tameng yang Cindy jaga selama ini. Sebuah tameng yang membantu Cindy agar tidak menangis bila sedang mengingat Papanya.
Aneh memang--ketika Cindy tidak pernah tahu bagaimana rupa akan sosok Papanya justru memperkuat kerinduan yang bisa mencekiknya setiap saat.
Elizabeth tidak pernah menunjukkan sekali pun foto Papa padanya. Seolah Mamanya memang berniat mengubur semua kenangan yang ada.
Tiap kali Cindy penasaran dan meminta ditunjukkan potret Papanya, Elizabeth selalu menolak dengan alasan yang sengaja dibuat-buat. Apalagi Elizabeth menjaga ketat daerah privasinya sehingga Cindy tidak dapat membobol satu lemari pun.
KAMU SEDANG MEMBACA
SIDE ( jjk x heb )
Fanfiction[Completed] Cindy Alexandra Xavier--cewek jurusan sastra inggris Universitas Nusantara udah lama suka sama Kevin--si ketua SEMA Universitas Nusantara. Cindy yang supel dan gayanya yang serampangan berbanding terbalik dengan Kevin yang dingin serta s...