d u a d e l a p a n

1.3K 192 61
                                    

Masa lalu bukanlah sebuah patokan akan takdir kita yang sekarang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Masa lalu bukanlah sebuah patokan akan takdir kita yang sekarang.
Kamu memperjuangkan aku. Begitu pula aku yang tak ingin melepasmu pergi.
-Cindy

***

Sembari menikmati sarapan di ruang makan, Cindy mengumbar senyum sumringahnya. Wajahnya terlihat lebih segar dari hari-hari biasanya. Sesekali ia mengecek ponselnya. Menunggu balasan pesan dari Kevin tentunya. Rupanya pergerakan Cindy yang sering kali melihat layar ponsel membuat Christine risih.

"Lo nungguin chat dari siapa sih? Habisin dulu itu makanan lo!" protes Christine memperingatkan.

Cindy menghembuskan napas kasar. "Dari kekasih tercinta lah. Mama aja nggak masalah, kenapa jadi lo yang sewot?"

Elizabeth berdeham menginterupsi perdebatan kedua anak perempuannya. Seketika suasana ricuh mendadak hilang. Tergantikan dengan keheningan yang mendera.

"Nggak baik makan sambil ngomong. Cindy, Chris... Habiskan sarapan kalian." tegur sang Mama halus.

"Iya, Ma..." sahut Cindy dan Christine kompak.

Elizabeth telah menghabiskan sarapannya. Usai menjembatani pertengkaran kecil antara kedua anak perempuannya, kini wanita cantik itu beranjak dari ruang makan untuk mengangkat panggilan telepon penting dari klien.

"Elo sih bacot banget!" sungut Cindy kesal sembari mendelikkan mata tajam ke arah Christine yang duduk di depannya.

"Kok jadi gue? Elo tuh yang kebanyakan micin bentar-bentar liat hape! Nggak bisa apa semenit aja tanpa hape?" balas Christine sengit.

"Gue kan nunggu chat dari Kevin. Emangnya elo, jomblo miskin perhatian!" Cindy juga tak ingin mau kalah.

"Ade nggak tau diri dasar!" tanpa sadar Christine memekik kencang. Suaranya hingga menggema memenuhi seluruh ruangan.

Buru-buru Elizabeth kembali ke ruang makan. Tatapan Elizabeth langsung tertuju kepada Christine. "Chris... Kamu bisa jaga ucapan kamu? Mama nggak pernah ngedidik kamu untuk bicara dengan umpatan kasar seperti itu!"

Christine tak berani melawan. Ia menundukkan kepala. "Maaf, Ma. Chris ngaku salah." ucapnya penuh penyesalan.

Di kala kakaknya mendapat omelan dari Mama, perasaan bersalah menyusup hati Cindy. Seharusnya bukan Christine yang hanya mendapat omelan. Mama juga berhak memarahi dirinya.

"Ma, maaf. Seharusnya Mama marahin aku bukan Chris. Chris nggak akan teriak kalo bukan aku yang cari masalah." berbeda dengan Christine, Cindy menatap intens dwimanik Mamanya.

Beginilah kelakuan kedua anak gadisnya. Baru beberapa saat lalu mereka berdebat, namun ketika Mama memarahi salah satunya, maka anaknya yang lain akan bertindak. Entah Cindy ataupun Christine, mereka sama-sama saling membela satu sama lain.

SIDE ( jjk x heb ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang