As expected,
You had never seen my struggle to not loving you.
But, can you look at my eyes how my love grows bigger for you?***
Pepohonan rindang yang melingkupi taman belakang kampus serta semilir angin yang berhembus menjadi saksi bisu betapa lemahnya Cindy saat ini. Tetesan demi tetesan air mata yang jatuh berderai membasahi wajah cantiknya sejak tadi tetap tak kunjung berhenti. Ingatan perdebatannya dengan Kevin di depan ruang Fakultas Kedokteran sejam yang lalu selalu muncul seperti video yang berputar dalam benaknya.
Belum lagi Kevin yang membela Ayu dan tidak mempercayai dirinya. Cindy geram bagaimana Ayu membela diri dan menuduh Cindy berbohong. Padahal sudah jelas-jelas akar permasalahan bermula kala Ayu lebih dulu mencari perkara. Kemarahan Cindy tidak akan tersulut jika Ayu tidak mengganggunya.
Entah sudah berapa kali Cindy menyapu cairan bening yang terjatuh dari pelupuknya dengan punggung tangan. Bukan karena Kevin ia menangis. Tapi karena keadaannya yang menyedihkan. Mungkin Cindy terlihat kuat dari luar, namun sebetulnya gadis itu sangat rapuh layaknya daun dandelion. Cindy juga mengakui fakta bahwa ia sama sekali tidak bisa membenci laki-laki itu. Tak akan pernah bisa mengenyahkan perasaannya.
Sebuah tangan terasa mengelus puncak kepalanya. Cindy mendongak. Lantaran telah terlalu lama menangis, dwinetra Cindy mengabur. Tak begitu jelas melihat siapa yang ada di depannya. Namun menjadi jelas tatkala lelaki itu mengeluarkan suaranya.
"Gue benci liat lo nangis."
Suara berat itu milik Jackson. Entah sejak kapan pemuda itu ada di sana. Yang Cindy tahu, Jackson tiba-tiba muncul di depannya. Tangan kekar lelaki itu bergerak menghapus jejak air mata Cindy.
Cindy sendiri tidak mengerti. Bagaimana Jackson masih mau menemuinya setelah ia kabur meninggalkan laki-laki itu di Bandung? Bagaimana Jackson nekat menampakkan dirinya setelah Cindy mengabaikan segala pesan dan telepon darinya?
"Gue...," Cindy baru akan membuka mulutnya, namun Jackson mengisyaratkan Cindy untuk tidak mengatakan apa-apa lagi.
"Nggak perlu minta maaf. Gue emang brengsek, Cin. Tapi itu dulu. Gue ngerti ketakutan lo waktu itu,"
Kedua netra Cindy mengerjap. Cindy kira Jackson akan marah dan menjauhinya. Namun nyatanya justru lelaki itu datang kembali padanya.
"Salah gue juga yang main cewek di belakang lo waktu kita masih pacaran. Sampe-sampe lo mergokin gue lagi make out session sama cewek di klub. Gue yang harusnya minta maaf." imbuh Jackson lagi. Kali ini Cindy dapat merasakan ketulusan dari sorot mata lelaki itu.
Alih-alih kemarahan yang mencuat, sunggingan kecil di bibir Cindy yang justru terlihat. Berbicara tentang masa lalu membuatnya teringat bagaimana kenakanannya dia kala masih SMA. Dan betapa murkanya Cindy ketika mendapati kekasihnya bercumbu dengan wanita lain, di klub malam pula.
"Gara-gara itu kita putus." Cindy melanjutkan setelah selama beberapa saat Jackson menatapnya.
Sebuah senyuman kecil terukir di wajah lelaki itu. Detik selanjutnya kedua tangan Jackson menangkup wajah Cindy. Membuat wajah Cindy terlihat menggemaskan seperti anak kecil.
Dengan tampang serius Jackson berujar, "Hapus air mata lo. Air mata lo terlalu berharga buat dia."
***
Kevin membawa Ayu ke sebuah kafe yang lokasinya tak terlalu jauh dari kampus. Begitu setelah dia beradu argumen dengan Cindy, Kevin menarik lengan Ayu cepat menjauhi kerumunan mahasiswa yang sudah berkumpul menyaksikan pertengkarannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SIDE ( jjk x heb )
Fanfiction[Completed] Cindy Alexandra Xavier--cewek jurusan sastra inggris Universitas Nusantara udah lama suka sama Kevin--si ketua SEMA Universitas Nusantara. Cindy yang supel dan gayanya yang serampangan berbanding terbalik dengan Kevin yang dingin serta s...