RAKAAT CINTA RAKYAT JELATA

644 0 0
                                    

Berbalut jubah kusam dari tempat sampah

Seorang kakek tua berdiri di depan petak sawah

Tubuhnya lelah kosong tanpa arah

Siang ini mentari terlampau cerah

Semilir angin menyeka keringat tubuhnya

Tertunduk ia

Terlampau tua untuk mengambil mimpi para pemuda

Berkaca-kaca matanya

Sebatang kara menanggung sesaknya dunia

Di sini memang tak seperti di senayan

Angin bebas berhembus menghambur-hamburkan debu

Air bebas mengalir menyeret-nyeret kotoran manusia

Pak tua pun bebas meludah semaunya

Dia sepertinya sedang menanti keputusan

Tapi senayan tetap sepi dan lengang...

Kabar apa yang dia inginkan dari padi yang menguning

Sesuap nasi sering ia santap dalam keadaan kering

Di selokan sawah dia cuci mukanya yang layu

Harum airnya masih terasa

Kemarin senja seorang bayi mengapung bersama ari-arinya

Juga menyambut padi yang mulai menguning

Jauh di sudut simpang lima

Seorang anak kecil bermain layang-layang

Terbanglah terbang cita-citaku

Namun kakinya tersandung batu, berdarah

Dia menangis tersedu memegang jarinya

Layang-layang dibiarkan terseok mengikuti angin

Lalu tersangkut di pohon

Oh ibu, tolonglah anakmu..

Di depan tenda-tenda kardus anak-anak berebut makan dengan tikus

Semua wajah terlihat tirus

Perut buncit namun tubuh terlalu kurus

Tempat sampah adalah anugrah buat mereka urus

Sang kakek tersenyum melihat kotoran manusia lewat di depannya

Hahaha

Kini aku benar-benar tak bisa membedakan apa yang manusia makan

Hasilnya ternyata cuma berbentuk seperti ini

Layang-layang berkibar layaknya bendera

Talinya memancang pada pohon harapan

Namun langit tiba-tiba mendung

Sang anak kalap

Dia memanjat pohon kering itu

Menggapai cita-cita yang sempat ia terbangkan

Namun ia terjatuh hingga mati..

Tikus-tikus melomati rumah kardus

Menyerobot roti penuh jamur yang sedang dinikmati sang balita

Namun sang ibu menjerit

Lompatan sang tikus seketika berubah haluan

Menabrak lampu minyak yang sedang bergolak

Wwwuusyh...

Dalam sekejap ada dua mayat terpanggang

Sang kakek merintih menahan perih

Hampir dua minggu perutnya digerogoti belatung

Dia meringis...

Luka goresan kayu itu kini menganga sangat lebar

Tak ada obat untuk orang-orang miskin

Diapun tersenyum lega tertunduk di depan sawah

Hamparan padi menyapanya dengan salam indah

Selembar nyawa melayang bersama debu-debu yang berterbangan

Dihantar cahaya mentari yang cerah

sayatan-sayatan tajam dan warna pancaran cintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang