45. You Rock

3.1K 380 115
                                    

Wynn,

Finally, pada 12 Maret, kita menggelar resital Joy of Life untuk Hya di pav. Semua hadir. Keluargamu, termasuk Bunda Sarah yang sudah lebih tegar. Orangtua Hya. Miss Jansen. Keluarga Chen. Nana, Mama Olive, dan si kembar (mereka mendadak datang tanpa Dad). Juga Neru dan Auden. Aku dan Hya sengaja mengundang dua anak ini. No hard feeling. Siapa tahu mereka berdua bisa cocok.

Bagaimana permainan kita?

Awesome!

Bagi penonton, mungkin yang terlihat cuma aku sendirian main biola, mengiringi musikmu dari audio player. Tapi bagiku, tidak ada penonton. Hanya kita bertiga. Aku berdiri dengan biola di bahu, kamu di depan piano, dan Hya yang memandangi kita berdua. Kamu terlihat cemerlang, Wynn, memakai tux, memainkan Joy of Life. Pada setiap ketukan nadanya, ada tawa dan semangatmu.

Hya begitu bahagia. Matanya berkaca-kaca tapi bibirnya tersenyum. Kita berhasil memberinya hadiah terindah, kejutan manis, Joy of Life.

Group hug. Kamu meraih aku dan Hya dalam rangkulan erat.

"I love you, Wynn."

"I love you too, Wynter," sahutmu.

"I love you two!" kata Hya.

.
.

Lalu selagi semua orang membaur, bercakap-cakap, bercanda, tertawa, aku menyelinap keluar dari paviliun. Bagaimana bisa perasaan lega dan sesak, bahagia dan sedih, puas dan hampa, muncul bersamaan, dan ujung-ujungnya membuatku menangis? Deep and hard. Aku duduk membenamkan muka pada lengan di lutut sampai kusadari ada gerakan di sampingku. Hya menemaniku dalam diam. Tidak menangis.

"Maaf," kataku. Ini ulang tahunnya, aku malah merusak suasana.

Hya tersenyum dan menggeleng. "Malah aneh kalau kamu enggak baper begini. Kamu pasti sudah lama menahan-nahan, setiap kali latihan. Enggak kebayang. Ya ampun, Wynter. Aku malah ... karena enggak tahu, malah nambah beban kamu ...."

"Beban apa?"

"Ah, you know ...." Wajah Hya memerah di bawah sorotan lampu teras samping.

"No, I don't know," kataku. "Beban gimana?"

"Ih, masa enggak tahu." Hya memandangku, menyelidik. "Aaah, kamu ngeledek!"

"Enggak. Aku serius enggak ngerti." Muka datar. Di dalam mulai jungkir balik.

"Soal CeeJay ...." Hya blushing.

"Kenapa CeeJay?" Dan aku tidak tahan sendiri. Cengiran lebar.

Lalu mulai deh, Hya memukuli aku. Awalnya pelan, aku masih bisa tertawa-tawa menggodanya. Tapi lama-lama gebukannya tambah keras, dan aku harus menangkap tangannya. "Serius, Hya, kamu ikut wushu saja. Biar kita bisa tanding dengan fair."

Hya menarik tangannya. Cemberut. Aku tertawa. Tinjunya teracung lagi.

"Hei, hei ... tahan! Control yourself! Enggak boleh ada KDRT."

"Ih!"

"Makanya. Apalagi belum RT, bahaya."

"Apaan sih?"

"Kata Master Zhang, kekerasan harus diatasi dengan kelembutan. Jadi logisnya, pukulan harus diatasi dengan ...?"

Hya mendelik. Melompat berdiri dan lari meninggalkanku. Kembali bergabung dengan keluarga di dalam. Terdengar mereka bercakap-cakap ramai, sesekali tawa Pak Darma dan Master Chen meledak.

Aku tetap duduk di luar, menikmati udara malam yang kering tapi sejuk. Begitu saja, aku menyenandungkan Snow Dancing on Your Nose, melodi gembira ciptaan Wynn. Aku tahu, Wynn menciptakannya dengan harapan aku bisa kembali ke London, merasakan salju lagi.

Tak lama lagi, Wynn, harapan itu akan menjadi kenyataan. Video-video darimu telah "menjalankan" lagi ingatan Mum tentang aku, enggak macet di umur 8 tahun lagi.

Collin secara teratur melaporkan perkembangan terapi Mum. Dalam ingatan Mum sekarang, aku sudah SMP. Psikiaternya menargetkan, Mum sudah bisa menulis surat untukku bulan depan. Mendengar itu, aku langsung memikirkan pengalamanku di SMP, apa saja yang bisa kuceritakan pada Mum.

.
.
.



--------------------------------------------------

Temukan lanjutan part ini di versi cetak.

Write Me His Story (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang