44. Rewind the Memories

3.8K 730 113
                                    

Orang bilang, waktu adalah penyembuh. Waktu akan membuat lupa.

Aku bilang, waktu adalah pembangkit rindu dan kenangan. Waktu selalu mengingatkan aku pada Wynn. Dan aku terobsesi untuk menambal waktu yang hilang. Karena jauh di lubuk hati, ada perasaan bahwa aku belum berbuat banyak untuk Wynn dalam empat bulan aku bersamanya. Andaikan saja kami bersahabat sejak aku masuk kelas 5 SD Darmawangsa. Faktanya lima tahun sudah kusia-siakan. Padahal Wynn sendiri sudah banyak membantuku sejak dulu tanpa kusadari.

"Tapi di SD dan SMP, kamu juga berbuat banyak untuknya," kata Hya. "Banyak catatan Wynn di WMHS tentang kamu. Kamu mungkin enggak ingat atau enggak nyadar, tapi Wynn merasa sudah ditolong dan terinspirasi banget oleh yang namanya Wynter Mahardika, bocah bule kurus jangkung yang sejak hari pertama di DIS sudah bikin heboh."

Aku menyeringai. Ya, aku harus segera baca tuntas WMHS, semua nomor. Karena Hya bilang catatan Wynn tentang aku tersebar di banyak buku dan sering berupa kilas balik.

Obsesiku pun mewujud dalam dua agenda nyata.

Pertama, aku pengin berduet dengan Wynn memainkan Joy of Life untuk ultah Hya. Piano dan biola. Main sendirian jadi tidak terbayangkan lagi. Harus dengan Wynn, seperti rencana semula.

"Kenapa tidak?" Master Chen mendukung. "Bisa di-mix. Tapi aransemen biolamu harus menyesuaikan piano Wynn. Artinya Wynn yang lead. Gimana?"

Deal! Lagian ini sudah Januari dan gesekan biolaku masih kayak suara keledai sesak napas!

CeeJay menyemangati aku. "Pasti bisa. Asal latihan lebih sering. Kita bikin aransemen biolanya sederhana saja. Aku bantu deh."

God bless them. Aku dibolehkan berlatih di rumah mereka kapan saja aku mau. Kalau Master Chen sedang tidak ada, istri atau anak-anaknya yang membantuku. Target baru: biolaku mengiringi permainan piano Wynn.

You're the lead, Wynn, I back you up, and we'll create a perfect harmony for our girl.

Tapi di depan Hya, aku tak pernah lagi menyinggung soal les musik. Masih dalam rangka kejutan untuknya, juga karena khawatir nama CeeJay mencuat. Aku tahu sekarang, nama gadis itu kayak duri ikan yang menusuk lidah Hya. Suasana hatinya bakal memburuk. Urusan kelas. Udara yang panas. Kawanan lalat yang lewat. Semua membuatnya kesal, dan entah gimana, mendadak berkaitan dengan pakaianku, rambutku, caraku duduk. Dan aku jadi orang yang paling tepat untuk diomeli.

Kupikir, Hya cemburu. Membuatku geli dan senang sekaligus. Walau sering aku enggak mengerti juga apa maunya dengan duluan menyebut CeeJay. Lalu percakapan kami yang semula damai jadi panas. Kenapa ya, Tuhan tidak menciptakan perempuan dengan buku manualnya sekalian? Pusing aku kalau Hya sudah menunjukkan sisi ceweknya.

Tapi semua layak dijalani. Kehadiran Hya ajaibnya dapat memuaskan rinduku pada Wynn. Mungkin karena apa pun yang kulakukan untuk Hya, berarti kulakukan pula untuk Wynn.

Agenda kedua, aku ingin merekonstruksi cerita Wynn sejak awal dia lihat aku sampai menjadikan aku sahabatnya.

Untuk itu, aku mulai datang ke paviliun secara rutin. Keluarga Wynn memberiku kunci, dan tempat itu kembali menjadi rumah singgahku.

Kalau aku sudah berbaring di karpet dengan WMHS berserakan di sekitarku, berbicara, menangis, dan tertawa sendiri, Pak Darma sekalipun tidak akan mengusikku. Bunda Sarah sampai detik ini bahkan masih menghindari paviliun, terlalu menyedihkan buatnya. Aku baru tahu belum lama ini, Wynn meminta mereka menghibahkan semua barang pribadinya ke sebuah pusat rehabilitasi remaja.

How could you, Wynn? Jangan heran, kalau enggak ada yang mau melaksanakan instruksimu. Paviliun tetap seperti apa adanya, seakan hanya ditinggal kamu ke sekolah. Dan tanda-tanda kehidupan itu diperkuat dengan kehadiranku.

Pernah Bang Ryan bertanya apa yang sedang kukerjakan di paviliun. Enggak ada rahasia, aku sedang me-rewind memories.

Aku mengumpulkan serpihan catatan Wynn, memperkirakan waktu kejadiannya, lalu merunutnya pada linimasa. Hya membantu mencari catatan di nomor-nomor ganjil yang ada padanya, tapi akhirnya mengirimkan semua WMHS-nya ke paviliun.

"Aku sudah menandai kilas balik tentang kamu di beberapa nomor. Tapi Mami khawatir melihat mataku sembap setiap memegang WMHS, dan beberapa kali aku kayak 'nyasar': masuk kamar mandi padahal pengin ambil sepatu, atau bolak balik keluar masuk rumah, tapi enggak ingat mau apa. Mami bilang, sebaiknya aku enggak terlibat rekonstruksi ini, Wynter. Katanya, 'This is Wynter's quest, penting buat Wynter menyelesaikannya sendiri.' Maafkan aku, Wynter. Kukira Mami benar. Wynn juga benar, aku enggak kuat. Good luck, Wynter."

Pesan Hya kujawab, "Ya, Bunda Yasmin benar. Aku harus menuntaskan ini sendiri biar lega. Enggak perlu minta maaf. Kamu sudah menunjukkan kekuatan dan menularkannya padaku dalam banyak hal lain, more than you know. Terima kasih, Hya."

Begitulah, di paviliun, aku kembali bersama Wynn, napak tilas catatannya. Banyak hal baru yang membuatku terkejut dan terharu. Kata-kata Wynn yang dulu tidak kupahami jadi masuk akal sekarang.

Tak terhitung berapa kali aku keluar dari paviliun dengan mata sembap. Aku melampiaskan emosi dengan jogging keliling taman dan masuk lagi untuk beres-beres semua ruangan. Mengepel lantai yang sudah bersih. Menata barang-barang yang sudah tertata di tempatnya semula. Apa pun untuk mengurangi kesesakan.

Dalam sebulan, catatan yang terserak akhirnya terkumpul. Lalu kunarasikan secara kronologis dengan sudut pandang Wynn. Kisahnya kuketik rapi di laptop.

Ya, aku puas dengan hasilnya, Wynn. Tidak, aku tidak melebihkan atau mengurangi fakta. Semua bersumber dari tulisan tanganmu sendiri. Ya, kamu banyak memujiku dan aku tersanjung. Sudah terlambat untuk menarik kata-katamu, bukan? Haha, telan saja. Aku memang sumber inspirasimu. Idolamu. Wynter, gitu loh.

Oke. Oke. Aku diam sekarang.



................................................................................

Dear pembaca,

Lanjutan part ini, yang berupa catatan Wynn dengan POV Wynn, sengaja enggak aku post atas instruksi Penerbit, tapi bisa dibaca di versi cetaknya ya.

Salam sayang.

Write Me His Story (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang