05. Terror

2.7K 496 49
                                    

"Hyung, ayo." Samuel langsung menarik tangan Jihoon untuk segera masuk karna sedari tadi dia bengong saja memandangi bagian dalam pos.

Mereka pun segera masuk ke dalam kastil. Pintunya tidak bisa mereka kunci karna yang tahu kuncinya hanya nyonya Han. Setelah menghabiskan makannya, Jihoon langsung masuk ke kamarnya. Ada Woojin yang sedang duduk menulis sesuatu di meja belajarnya yang menghadap ke jendela.

Tidak ada percakapan, Jihoon langsung membaringkan tubuhnya di kasur. Ia lihat jam dinding sudah menunjukkan tepat tengah malam. Malam ini ia dipenuhi pikiran soal Profesor Ong yang masih hidup. Apakah itu nyata atau si hantu hanya mengarang cerita. Ia ingin memberitahukannya pada Woojin tetapi sepertinya ini bukan saat yang tepat. Lagipula belum ada bukti yang menunjukkan Profesor masih hidup. Karna bosan, ia pun membuka percakapan yang lain.

"Kau sudah makan?" tanya Jihoon.

"Nanti aku akan bikin mie." jawabnya singkat kemudian menutup semua bukunya. Ia langsung mengecek ponselnya untuk melihat apa sinyalnya ada.

"Percuma, tidak akan ada sinyal disini." ujar Jihoon.

"Aku sudah berjanji pada adikku untuk sering-sering menghubunginya. Aku tidak bisa menepati janjiku sendiri."

"Aku juga harus menghubungi kakekku."

"Ya, tidak hanya kita, Samuel dan David mungkin juga harus menghubungi keluarga mereka."

Jihoon mengangguk. Kemudian Woojin bangkit dari kursi dan ikut membaringkan dirinya di kasur. Kemudian mata Jihoon terfokus pada kalung yang sedikit disembunyikan ke dalam kaos Woojin. Baru kali ini Jihoon melihat Woojin memakai kalung.

"Sejak kapan kau pakai kalung?" tanya Jihoon.

"Kalung ini kupakai setiap saat kok, hanya saja kemarin-kemarin aku sering memakai jaket dan kalungnya juga kusembunyikan di dalam kaos." jelas Woojin.

"Sepertinya mirip dengan punyaku. Boleh kulihat?" tanya Jihoon.

Woojin mengeluarkan bagian inti kalung yang ia sembunyikan dibalik kaos sehingga Jihoon bisa melihatnya dengan jelas. Ya, sebuah kalung yang terbuat dari perak asli dan tertulis nama 'Park Woo Jin' disana. Yang membuat heran Jihoon adalah bahwa ia juga memiliki kalung dengan jenis yang sama hanya saja nama yang tertulis berbeda.

"Apa itu kalung perak asli?" tanya Jihoon.

"Entahlah, kurasa iya."

"Aku juga mempunyai kalung yang persis denganmu. Tertulis namaku juga. Kalungnya jarang kupakai dan kusimpan di tas. Hm.. maaf, tapi bukannya kau berasal dari keluarga yang kurang mampu?"

"Ya, memang. Katanya aku adalah anak angkat yang dipungut sejak bayi. Ibuku menemukan bayiku beserta kalung ini. Lalu ia rawat aku sampai besar. Jadi aku tidak pernah beli kalung ini."

"Oh, m-maaf, ya."

"Tidak apa-apa kok."

.

.

Pagi kembali datang, setelah bangun dari tidur singkatnya, anak-anak berkumpul di ruang tengah dengan wajah malas mereka. Pagi itu mereka dibuat bingung karna sepertinya listrik padam. Hanya ada cahaya matahari pagi yang bisa menerangi sampai ke dalam. Jika listrik masih tetap padam sampai nanti malam ini bisa jadi masalah besar.

"Sejak kapan listriknya mati? Sialan, ponsel dan powerbankku bahkan belum ku charge." kesal Samuel.

"Aku tidak tahu, listriknya sudah padam begitu aku bangun." ujar Woojin.

"Sekitar pukul 5 pagi listriknya mati ketika aku sedang di kamar mandi. Parahnya lagi air juga tidak mau menyala." jawab Jihoon.

"Serius? Lalu bagaimana ini? Apa kastil ini tidak ada gensetnya? Kalau listrik dan airnya tidak segera kembali bisa mati betulan aku disini." ujar Samuel.

Hallerbos TerrorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang