09. Starless Night

2.5K 466 14
                                    

Woojin mencatat semuanya. Ia meringkas tiap kata yang keluar dari mulut Gahyun di buku catatannya agar Samuel dan David juga tahu soal kisah ini dan kelak kisahnya bisa diberitahukan ke penduduk Belgia bahwa inilah kisah sesungguhnya dibalik kengerian hutan Hallerbos yang indah.

"Jadi bagaimana kesimpulannya?" tanya Samuel.

"Ia menunggu kedatangan saudara kembarnya di dalam sel penjara bawah tanah. Sampai sekarang. Katanya kastil ini adalah wilayah kastil bagian barat yang masih tersisa sampai sekarang. Itu berarti ukuran kastil Hallerbos masih lebih besar lagi." jelas Woojin yang baru saja menyelesaikan cerita pendek di buku catatannya.

"Apa ia tahu soal jebakan pembunuhan yang dipasang disini?" tanya Samuel lagi.

"Benar. Gahyun-ah, apa kau tahu itu?" tanya Woojin.

Ku dengar kastil ini dibeli oleh suatu perusahaan dari Korea di era modern ini sehingga tidak ada orang yang berkunjung ke kastil. Baru setahun yang lalu ada seorang pria awam. Aku tak mengenalnya tapi mungkin kalian mengenalnya. Ia datang ke kastil dan membuat jebakan-jebakan ditiap sudut. Bukan hanya di kastil, tetapi di hutan pun. Aku tidak tahu apa tujuannya tapi kini aku tahu tujuannya setelah kalian semua datang kesini. Ia akan melakukan pembunuhan terhadap kalian. Bisa dibilang jebakan-jebakan itu hanya pemanasan semata.

Hampir di setiap koridor dipasang oleh jebakan. Di tempat-tempat tertentu seperti dapur, ruang tengah, ruang kendali juga dipasangi jebakan. Kalian juga harus waspada dengan benda-benda rusak disini, mengingat insiden mata Woojin yang tersayat senar kemarin cukup membahayakn. Di halaman luar sampai ke jalan setapak menuju hutan juga bisa ditemui jebakan-jebakan. Kurasa si pembunuh sudah menyiapkannya matang-matang. Kalian harus berhati-hati dan saling menjaga satu sama lain. Jebakan ada dimana-mana. Maafkan aku karna aku hanya bisa membantu memberitahu tetapi tidak bisa menyelamatkan kalian.

"Jadi siapa sebenarnya si pembunuh?" tanya Samuel yang sangat penasaran.

"Tujuannya hanya membunuh si pewaris. Mungkin Jihoon mengenalnya. Jihoon, apa kau mengenalnya?" tanya Woojin.

"Melihat wajahnya saja belum."

Keadaan hening kembali. Woojin dan Jihoon baru saja menyadari bahwa Gahyun sudah tidak ada diantara mereka. Mereka sudah duduk di lantai selama kurang lebih satu jam. Kini apa yang akan mereka lakukan lagi di malam yang hanya diterangi oleh beberapa lilin ini? Jihoon memilih untuk menuju kasurnya dan berbaring disana. Tiga anak sisanya masih terduduk di lantai bersama lilin-lilin yang masih menyala.

"Kalian tidak lapar?" tanya Samuel yang membuka percakapan.

"Memangnya masih ada simpanan makanan?" tanya Woojin balik.

"Persediaan mie instan di dapur masih banyak. Mau kubuatkan?" ujar Samuel yang sedetik kemudian dijawab oleh Jihoon, "Buatkan aku satu."

"Oke, makan malam kali ini kita makan mie. Besok pagi kita tangkap ikan lagi." ujar Samuel yang berdiri sambil membawa lilinnya. Ia berjalan mencari tasnya untuk mengambil senternya. Tidak mungkin ia memasak hanya membawa satu lilin.

"Aku akan menemanimu." ujar Jihoon yang turun dari kasurnya dan mengikuti Samuel.

"Kau tidak bisa memasak."

"Setidaknya aku tidak membiarkan adik terkecil memasak sendirian di tengah kegelapan. Sebagai yang paling tua harus bisa melindungi yang lebih muda, kan?"

Samuel tersenyum dan mengangguk, "Ayo, hyung."

Sementara Woojin dan David terpaksa menunggu berdua di kamar tanpa interaksi sama sekali. Keadaan saat canggung di antara mereka. Jika Woojin tidak membuka percakapan mungkin mereka akan saling diam sampai Samuel dan Jihoon kembali. Woojin sibuk memandangi kalung yang ia kenakan. Ia masih dipenuhi pikiran soal persaudaraannya dengan Jihoon. Apakah ia benar-benar saudara kembar Jihoon? Sementara David yang ada di sebelahnya sedari tadi masih memainkan lilin di hadapannya dan sesekali bermain dengan apinya.

Hallerbos TerrorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang