Rasanya Jihoon ingin kabur melihat pemandangan mengerikan di hadapannya. Serius? Mata kirinya hilang!? Bagaimana bisa ia hidup dengan santai karena itu? Jihoon masih tak bisa berkata apa-apa. Ia tetap terdiam memandang Woojin di sebelahnya.
Woojin kembali mengenakan eye padnya, "Apa sekarang kau takut padaku?"
"A-ah, Woojin-ah.. maaf, aku tidak tahu,"
"Kau berniat ingin menjauhiku?"
"Jangan katakan itu. Mana bisa aku hidup tanpamu."
"Romantis sekali."
"Hei, serius. Semenjak kita terkurung di hutan ini, aku mendapatkan pelajaran banyak darimu. Kau adalah anak yang mandiri dan bisa melakukan banyak hal. Setiap hari aku selalu berpikir kenapa aku tidak bisa seperti Woojin? Kenapa kau bisa mengurusku, tapi aku tidak bisa mengurusmu? Kenapa?"
"Jadilah orang susah, maka kau akan merasakannya."
"Jihoon hyung, Woojin hyung! Apa kalian di dalam? Cepat keluar! Cuacanya mendung, kita harus mengemas barang-barang yang ada di rooftop." teriak Samuel dari luar.
. . .
Minhyun POV- Aku melihat keadaan langit melalui jendela. Petang ini cuacanya mendung, sepertinya akan turun hujan. Oh ya, aku sedang menikmati kopi panasku di dapur. Gubuk ini memiliki dua ruangan. Yang satu adalah dapur dengan fasilitas yang cukup terbatas kemudian ruangan sebelahnya adalah ruangan utama dimana aku biasa melakukan aktifitasku, menuliskan imajinasiku di buku catatan. Ya, aku adalah lulusan ilmu sastra. Aku sudah mengarang lebih dari 10 buku. Kini aku sedang membuat sebuah buku tentang Hutan mengerikan ini. Buku yang ditulis oleh si pembunuh utamanya sendiri. Sekarang Seongwoo sedang bertamu disini. Ia sedang menunggu di ruang sebelah.
Oh ya, soal si anak dengan perban di mata kirinya itu, siapa namanya? Park Woojin? Apakah ia saudara kembar Jihoon yang terpisah? Sesuai ingatanku, sepertinya aku cukup terlibat dalam kasus ini. Jika dugaanku benar, ia pasti adalah anak yang kutemui 18 tahun yang lalu.
"Seongwoo-ya, apa kau baik-baik saja disana? Kau mau kopi panas? Ingin kubuatkan?" teriakku dari ruang sebelah.
"Kau gila, sinting, Hwang Minhyun! Lepaskan aku!!"
Oh, ya, aku hanya mendudukkannya di kursi dan mengikat tangannya. Aku lupa menutup mulutnya, haha. Sebenarnya aku masih tidak tahu bagaimana ceritanya ia bisa selamat dari sianida yang mengotori makanannya ketika sarapan. Tapi serius, aku sedikit ada rasa syukur karena ia masih hidup. Ia juga masih sahabatku.
"Seongwoo-ya, aku ingin jujur padamu, aku tidak akan menyembunyikan rahasia lagi kok, aku akan menjadi orang yang terbuka untukmu. Bolehkah aku menceritakan kisahku?" ujarku di sepanjang langkahku menuju ruangan sebelah.
Entah kenapa Seongwoo hanya terdiam melihat kehadiranku. Apa ia terdiam karena aku akan mendongengkan sesuatu padanya? Atau apa? Baiklah aku akan bercerita sekarang. Aku pun duduk di sebelahnya dan mulai menyalakan lampu minyak karena sebentar lagi langit akan gelap.
.
.
Flashback- Namaku Hwang Minhyun, aku adalah salah satu anak dari keluarga kaya di Busan. Aku lahir di Busan pada 9 Agustus 1984. Jika dihitung sekarang usiaku sudah menginjak 34 tahun. Sama sepertimu, Seongwoo-ya. Apa kau tahu? Sama seperti si mata satu, aku diberi penglihatan lebih. Aku bisa melihat makhluk-makhluk mengerikan. Masa kecilku dibuat sangat tidak bahagia karena itu. Yah, walaupun aku adalah anak dari orang kaya, kisahku mungkin jauh lebih mengenaskan daripada si mata satu, Park Woojin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hallerbos Terror
FanfictionMenderita insomnia dan harus bermalam di kastil tua, anak-anak dibawah umur ini justru terancam pembunuhan! Dapatkah mereka melarikan diri dari kastil yang terletak di tengah-tengah hutan Hallerbos ini?