David POV- SMP Danwon, atau lebih lengkapnya Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Danwon yang merupakan sekolah untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Diantaranya adalah mereka yang menderita tunanetra, tunarungu, tunadaksa, tunagrahita, dan masih banyak lagi. Aku merupakan salah satu penderitanya yang terpaksa menjadi murid di sekolah ini.
Di lapangan indoor yang luas ini, puluhan anak sedang memukul-mukulkan pedangnya. Saling berpasangan satu sama lain. Mayoritas dari mereka adalah anak tuna grahita ringan yang bisa dibilang cukup mudah untuk diajari hal-hal seperti ini. Aku yang masih duduk di kelas 2 SMP ini adalah satu-satunya penderita tuna rungu diantara puluhan anak yang bergabung di club anggar sekolah.
"Anak-anak! Latihan kita cukup sampai disini!" suara teriakan itu membuat semua anak menghentikan permainan mereka. Aku juga. Ia adalah guru yang selama setahun ini mengajar anggar di club kami. Guru Hwang namanya.
Kemudian seluruh anak-anak pelatihan mengembalikan pedang mereka ke tempat semula. Mereka pun segera duduk dan merapat rapi menghadap Guru Hwang. Inilah yang berbeda dari Sekolah Luar Biasa. Murid-muridnya jauh lebih bisa diatur daripada pelajar normal yang berasal dari Sekolah Umum.
"Daehwi, sudah siap untuk pertandingan minggu depan? Jaga kesehatanmu, ya! Jangan sampai sakit!" ia adalah satu-satunya warga sekolah yang memanggilku Daehwi. Katanya ia lebih suka memanggil muridnya sesuai name tag. Tentu, aku mendaftarkan diri disini sebagai Lee Daehwi bukan David Lee.
Semua anak pelatihan menoleh padaku. Aku tak bisa menjawabnya dengan suara jadi kujawab dengan dua anggukan.
"Oke, baiklah anak-anak, sekarang sudah pukul 6 sore, latihan sudah selesai, kalian bisa pulang."
(Note : Di Korea itu jam 6 petang masih terang banget jadi bisa dibilang masih sore.)
"Ne!!" teriak semua murid. Terdengar sangat keras dan semangat begitu latihan sudah selesai.
"Kecuali Daehwi, seperti biasa."
Aku mengangguk sebanyak dua kali lagi. Berlatih anggar sampai larut malam bersama Guru Hwang adalah asupan sehari-hariku semenjak aku dipilih mewakili pertandingan anggar tingkat sekolah. Jadi aku harus berlatih keras untuk itu dan karena adanya pertandingan ini, aku jadi lebih dekat dengan Guru Hwang.
Guru Hwang sendiri adalah seseorang yang berkepribadian baik. Dia tidak pernah membeda-bedakan muridnya. Dia juga seseorang yang ramah senyum. Hampir semua warga sekolah memujinya. Ia adalah pembina ekstrakulikuler yang tidak pernah marah. Saking baiknya, ia bahkan selalu mengantarku pulang karena kami baru selesai latihan tepat pukul 10 malam. Ia benar-benar mengantarku ke apartemen dengan mobil pribadinya. Selain itu, karena kami selalu berlatih bersama, kadang Guru Hwang bisa menjadi tempat curhatku. Ya, kami sudah seperti teman dekat.
Tetapi ia akan menjadi pembina ekskul di SMP Danwon selama dua tahun saja. Entah karena apa. Bisa dibilang Guru Hwang adalah sahabat keduaku setelah Samuel. Jadi begitu ia meninggalkan sekolah, aku benar-benar kesepian. Tapi memang pada dasarnya anak-anak sepertiku hidup dengan dikelilingi keheningan. Apa kau tahu kisah tentang paus 52? Ia adalah makhluk paling kesepian di dunia karena suaranya berfrekuensi 52 hertz. Terlalu tinggi untuk paus-paus pada umumnya sehingga tak ada satu paus pun yang bisa mendengarnya. Sama sepertiku.
Semenjak masa kerja Guru Hwang telah berakhir, aku kembali menjadi anak yang selalu menyendiri. Aku bahkan meninggalkan club anggar sekolah. Aku jadi semakin tertutup. Aku rasa sudah tidak ada lagi warga sekolah yang seperti Guru Hwang. Padahal hanya karena masalah waktu kerja ia meninggalkanku. Bukankah lucu jika kebersamaan ada kontraknya? -David POV End.
. . .
"Masih ingat aku kan, Daehwi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hallerbos Terror
FanfictionMenderita insomnia dan harus bermalam di kastil tua, anak-anak dibawah umur ini justru terancam pembunuhan! Dapatkah mereka melarikan diri dari kastil yang terletak di tengah-tengah hutan Hallerbos ini?