Penyelesaian

789 48 7
                                    

Haduh...lagi bingung soal ide nih. Dan sepertinya part kali ini akan sedikit mengecewakan...sepertinya ya. Kalian baca aja dulu, dan baru deh kalian pikir sendiri gimana pendapat kalian. Yah, pokoknya saya masih semangat untuk menulis story ini dan saya tulis sekali lagi bahwa terus dukung biar cepet seleseee! Ator juga kesel nih gk selese2, heheh. Daripada basa basi terus mending Happy Reading!


Previous


Padahal dia sudah yakin karena Sumire nampak memberi sinyal lampu hijau untuknya, namun hari ini, pagi ini. Hatinya seperti diremuk oleh gadis itu, tanpa sadar air mata sudah membasahi kasurnya.

.

.

.

Seorang gadis seperti tidak nyaman dalam tidurnya itu.

"Tolong..."

BRAAK! Yang terlihat didepannya adalah pertengkaran antar orang tua yang diketahuinya adalah orang tuanya sendiri.

"Tolong kalian dengarkan aku..."

PRANG!! Kali ini piring yang melayang lalu jatuh hampir kearahnya. Mereka berdua masih tetap adu mulut atau bahkan makin menjadi.

"UAAAAAAAAHHHHH!!!!" Gadis itu menjerit sekuatnya, sampai sebuah titik dimana kesadaran itu ada dan dia akhirnya terbangun.

"AAAHHH!!" Dia langsung terbangun duduk dari tidurnya, nafasnya tersengal-sengal, rambutnya berantakan, dan ini tidak jauh berbeda dengan yang dialaminya kemarin.

"Mimpi buruk lagi..." kali ini air matanya mulai mengalir membasahi pipinya. Ibunya yang mendengar jeritan anaknya tersebut datang dengan wajah khawatir.

"Kamu kenapa sayang?" Ibunya duduk ditepi ranjang, tangannya digunakan untuk membelai surai ungu milik anaknya, yang satunya lagi untuk menghapus air mata yang masih menggenang dimatanya.

"Ibu...aku takut." Sumire langsung memeluk ibundanya, Ibu itu hanya tersenyum dan membalas pelukan tersebut. "Tenang...ibu sekarang ada disini."

Setelah sekitar 5 menit mereka berpelukan, Ibu itu membuka suara. "Kamu udah baikan?"

"Un.." Sumire hanya mengangguk dan mulai melepaskan pelukannya, "Terima kasih ibu."

Lalu setelah itu dia mencium ibunya dan meninggalkan kamar tersebut, untuk pergi kesekolah.

.

.

.

Selasa, hari mendung seperti kemarin namun kali ini lebih gelap. Air seperti mau tumpah dari wadahnya yaitu dari awan. Cuaca yang kurang baik ini sama seperti suasana hati sang pemuda kuning ini. Dia sedang berbaring diatas permukaan lantai semen yang berada diatap sekolah, memang dia sedang menatap awan-awan tersebut bergerak dengan mata memelas. Pemuda ini sedang malas berada dikelas karena...agar kejadian kemarin tidak kembali terngiang di kepalanya.

"Bisa tidak kau menjauh, Boruto?"

Cih. Dia mendecih dan dengan pelan dia menyentuh dadanya. Sakit, hanya itu yang dia rasakan sekarang. Ibarat kata Gaara, 'sakit tapi tak berdarah'.

"Hei, sedang apa kau disini?" Seseorang menegurnya, pemuda kuning itu dengan malas mendongak sedikit. Ternyata Shikadai, sedang berdiri menatap dirinya.

"Haah..." Bukan jawaban yang didapat, malah helaan nafas.

"Kau ini kenapa? Sebentar lagi akan masuk lho. Dan kau akan masuk angin jika terus berada diluar seperti ini." Pemuda nanas menasehati teman yang ada didepannya.

Sweet LadyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang