Mimpi Buruk

799 52 2
                                    

Yo! Ator here again! Lanjut lagi nih story, aku bersyukur loh. Dan seperti biasa saya masih sibuk dengan tugas-tugas *pff. Tapi meluangkan waktu untuk nulis tetap ada, manage waktu itu penting! Sejak nulis story ini, entah kenapa saya jadi lebih disiplin soal waktu. Meskipun klo tidur gk bisa dikontrol, tpi yang penting part ini sudah terapdet. Jadi Happy Reading!!


Previous


"Kau tidak segera masuk, Sumire?" Pemuda kuning bingung karena gadis itu masih berdiri ditempatnya. Tiba-tiba saja tubuh gadis itu terhuyung-huyung hingga terjatuh.

"OI, INCHOU! KAU KENAPA! INCHOU! SUMIRE!"

Beruntung dengan sigap Boruto menangkapnya sambil terkejut.

"SUMIRE!!!"

.

.

.


"Dia tak apa, cuma kelelahan saja. Untung saja Boru-kun berteriak, kalau tidak kamu tadi terkunci diluar tahu gak?" Perempuan yang diketahui sebagai ibu dari gadis ungu itu sedang memeriksa keadaan anaknya. 'Sepertinya Obasan mengerti sedikit tentang medis ya.', batin Boruto.

"Aku tidak tahu, tiba-tiba saja dia terjatuh. Dan mungkin benar kata Obasan, dia kelelahan karena dia mengurusi dokumen anggaran untuk festival sekolah nanti. Dan itu dilakukan sepertinya sampai sore." Jelas pemuda kuning.

"Festival sekolah? Yang terpenting kesehatan putriku saja sudah cukup. Aku tidak ingin dia memaksakan diri." Obasan hanya menatap putrinya dengan tatapan menghangat. Boruto terlihat hanya diam saja, terhanyut dalam suasana itu. Secara tak sengaja, dia melihat jam. Jam 7.

"Sudah saatnya aku untuk pulang sepertinya, Obasan." Pemuda kuning sudah berdiri dari duduknya, untuk pamit. Obasan mengangguk dan ikut berdiri juga, lalu mengantar sampai pintu depan rumah.

"Terimakasih sekali lagi Boru-kun, sudah mengantar putriku. Dan untuk yang tadi juga." Obasan tersebut nampak lega jika terdengar dari suara nafasnya. Boruto menyanjung hal tersebut, membungkukkan badannya lalu mulai melangkahkan kakinya. Baru lima langkah berjalan...

"Boru-kun?!" Suara itu mengintrupsinya. Mau tak mau pemuda kuning itu membalikkan badannya.

"Ada apa lagi, Obasan?" terlihat ibu itu sedang menatap tanah didepannya, dan melihat pemuda itu lagi.

"Bisakah kau menjaga Sumire untukku, Boru-kun?"

.

.

.

"Tadaima" Boruto melangkahkan kakinya kedalam, tanpa mempedulikan tatapan 'byakugan' milik ibunya. "Sudahlah Kaachan, tadi temanku pingsan. Jadi aku membantunya."

"Kau tidak berbohongkan?" Hinata masih memastikan keberadaan adanya 'bohong', tapi dia tak menemukannya. Anaknya terlihat jujur. Boruto menggeleng, dia lalu mulai melangkahkan kakinya menuju tangga.

"Siapa temanmu yang pingsan itu?"

Pertanyaan yang membuat langkahnya terhenti, atau beku? Hinata hanya bingung dengan reaksi anak sulungnya ini. Karena tak memberikan jawaban, dan dia masih membeku ditempat. Boruto pelan-pelan berbalik, menghadap Kaachannya tersebut. Keringat dingin mulai membasahi wajahnya (ini lebay sih -_-)

"Su..sumire." Dengan cepat dia langsung berbalik arah lagi dan menuju kamarnya. Hinata hanya membulatkan matanya sedikit, mendengar nama gadis tersebut lagi. Dan sebenarnya Hinata sudah penasaran sejak memergoki anaknya sedang berbalas email dengan gadis itu, ya dia penasaran. Tapi kalau sudah takdir, pasti akan bertemu kan?

Sweet LadyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang