[4] Senandung Persiapan

2.3K 212 11
                                    

"Sebelum pulang makan dulu yuk, Ai." Tamara menatap Aila dengan tatapan memohon. Perutnya kelaparan. Ini salah nafsu makannya yang tidak muncul saat istirahat makan siang tadi. "Gue lapeeerrr bangeeet."

Aila memandang Tamara sinis. "Siapa suruh tadi jam makan siang nggak makan hah?" omelnya.

"Iiih. Tadi kan belom ada nafsu makannya. Marahin dia aja," bela Tamara seperti anak kecil.

Aila tertawa. "Okelah, ayo kita cari makan dulu." Ia senang Tamara sudah kembali seperti sedia kala. Tidak lagi gloomy seperti kemarin.

"Dasar anak kecil." Nada meremehkan Reynand terlontar.

Tamara melotot sebal. "Apa sih?!"

"Wah-wah udah balik normal jadi nyebelin jadinya nih Si Tamara?" Reynand mengangkat satu alisnya. Memandang rendah Tamara yang lebih pendek darinya.

Bibir Tamara mengerucut. "Lo juga tetep aja menyebalkan!"

Aila mengandeng tangan kanan Tamara. "Udah-udah. Ayo katanya laper. Mau gue traktir nggak?"

"Mauu!!" Tamara segera dengan semangat melangkah keluar dari kelas. Meninggalkan Reynand sendiri yang belum pulang.

Telepon Reynand berdering. "Halo?" Mata hitamnya melirik keluar jendela. "Iya, sebentar lagi aku ke sana."

-------

Tamara menghabiskan dua porsi bakso dengan lahap. Tertekuk sudah wajah Aila yang mentraktirnya. "Lo makannya jadi banyak banget dah," gumam Aila seraya menyerahkan uangnya pada abang bakso kantin sekolah.

Tamara tersenyum tanpa dosa. "Iya nih. Laper banget tiba-tiba."

Aila menghela napas pasrah. "Bangkrut gue kalau gini, Tam." Kakinya melangkah keluar sekolah. Tamara mengikuti.

"Eh! Gue nggak bareng sama lo ya, mau pergi dulu." Tamara teringat sesuatu.

Aila menoleh penuh tanya. "Kemana?"

Tamara merangkul Aila. "Tenang aja gue pasti pulang kok." Tamara melepas rangkulannya dan berlari menjauh. "Sampai ketemu besok, Ai!"

Aila diam, memandang punggung Tamara yang mengecil. Seraya menepis rasa khawatir ia berlari kecil ke dalam mobil.

Tamara berjalan melintasi trotoar jalan raya. Benaknya menimang apakah sebaiknya ia pulang dulu atau tidak? Matanya melirik atribut seragamnya yang lengkap. "Sebaiknya pulang dulu," gumamnya.

Back when I was a child
Before life removed all the innocence
My father would lift me high
And dance with my mother and me
And then
Spin me around 'till I fell asleep
Then up the stairs he would carry me
And I knew for sure
I was loved

Tamara bersenandung. Ia rindu ayahnya yang gemar melucu. Tidak pernah berbicara seperti orang dewasa, dan memiliki tingkat pensaran yang tingi. Namun, sosoknya selalu hangat layaknya seorang ayah.

Ia rindu.

Tamara mampir sebentar optik dan membeli softlens beragam warna. Hitam, biru, merah, ungu bahkan hijau.

If I could get another chance
Another walk
Another dance with him
I'd play a song that would never ever end
ow I'd love love love
To dance with my father again

Kakinya terhenti. ketika ia tiba di sebuah rumah kecil hangat tempatnya tinggal. Sekelebat bayangan kecelakaan mengerikan itu muncul. Tamara menggeleng dan segera masuk ke rumahnya. Lagi-lagi sepi membuat hatinya sakit. Biasanya ada ayahnya di sini. Sibuk mengerjakan pekerjaan kantor yang tidak pernah ia kerjakan di kantor.

When I and my mother
Would disagree
To get my way I would run
From her to him
He'd make me laugh just to comfort me
yeah yeah
Then finally make me do
Just what my mama said
Later that night when I was asleep
He left a dollar under my sheet
Never dreamed that he
Would be gone from me

Karena Albert, Ayahnya ingin menikmati waktu bersama anaknya. Anak yang masih bisa ia senangkan, Tamara. Ia tidak ingin menyia-nyiakan kebahagiaan anak dan dirinya seperti kesalahan yang ia lakukan pada Laura dulu.

If I could steal one final glance
One final step
One final dance with him
I'd play a song that would never ever end
Cause I'd love love love to
Dance with my father again

Tamara melempar tasnya ke atas kasur. Mengganti seragamnya dengan gaun hitam polos yang diberikan ayahnya dua tahun silam.

"Mirip seperti Laura," kata ayahnya dulu saat sedang berbelanja di salah satu pusat perbelanjaan.

Sometimes I'd listen outside her door
And I'd hear how mama would cry for him
I'd pray for her even more than me
I'd pray for her even more than me

Tamara mendudukan diri di depan meja rias yang jarang ia sentuh. Ia meraih softlens berwarna hitam dan mengenakannya.

I know I'm praying for much to much
But could you send her
The only man she loved
I know you don't do it usually
But Dear Lord
She's dying to dance with my father again

Ia menatap pantulan dirinya dicermin. Ada yang kurang. Mulutnya senantiasa menyenandungkan lagu curahan hatinya itu pelan.

Every night I fall asleep
And this is all I ever dream

Tamara tersenyum lebar. Menampilkan gigi putihnya dengan ganjil. Ia segera meraih jaket ayahnya yang hitam besar dan kembali lagi ke jalan.

Melangkah cepat melintasi trotoar bersama warga sibuk lainnya. Ia berbelok sedikit untuk masuk ke sebuah salon kecil yang agak tersembunyi. Dibelinya wig hitam legam yang lurus seperti rambut kakaknya dan segera keluar dari situ.

Perut Tamara tak lama berbunyi lagi.  Setelah kemarin tidak makan seharian, hari ini rasanya perutnya
sedang merajuk padanya. Mau tidak mau Tamara menuruti perutnya dan makan di salah satu kedai.

Seusai makan ia melanjutkan kegiatannya. Ia kembali membeli beberapa wig serup dibeberapa salon di kota kecil bernama Cariatas ini.

Tamara berhenti  menoleh pada seorang tua yang duduk ditrotoar, menjajakan pisau beragam bentuk.

Tamara meraih salah satu barang dagangannya, setelah dirasa bagus ia berkata, "Aku beli semuanya ya, Pak."

Perkataan Tamara direspon dengan raut wajah bahagia dari pedagang tua itu. Dengan sekuat tenaga ia rapikan barang dagangannya dan menyerahkannya pada Tamara.

Tamara menyerahkannya beberapa lembar uang sebagai bayaran dan pergi dengan membawa banyak sekali kantung belanjaan.

"Persiapan selesai, tinggal dimulai saja." Kekehan tawanya terdengar ganjil.

Tamara pulang dengan langkah ringan dan hati berbunga. Matahari semakin bergerak ke barat. Ia menanti malam. Ia menanti hidupnya yang baru.

"Sampai bertemu, Kak Ara."

18/02/2018
NEXT >>>

A/N: maaf kemarin icha gak di rumah. Icha lupa. Khilaf, keasikan nyari ampao  T.T

DeathlessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang