[35] Pertemuan Adik - Kakak

1.1K 125 59
                                    

Tamara  merasa tenggorokannya kering. Kedua mata cokelat itu segera terbuka. Ia menguap satu kali dan beranjak keluar dari kamar untuk minum. Saat itulah ia melihat X berpakaian rapi dan bersiap keluar rumah. 

"Pagi-pagi buta, mau ke mana X?" Kening Tamara berkerut. Matahari belum muncul sediki pun dan X berpakaian rapi tanpa penyamaran. 

"Ke luar kota." X menarik engsel pintu. Membiarkan udara dingin pagi masuk ke dalam rumah. 

"Ke mana?" Tamara bertanya penasaran. 

"Rumah keluarga." Setelahnya X pergi tanpa penjelasan lebih lanjut. 

Tamara memutar kedua bola matanya dan mengambil segelas air putih untuk menyegarkan tenggorokannya. 

"X pergi ke mana?" Elysia keluar dari kamarnya seraya mengucek mata. Suara mobil X membangunkannya. 

"Keluar kota katanya." Tamara memberikan Elysia segelas air yang langsung diteguknya. 

"Kak. Karena sudah terlanjur bangun. Nonton film yuk." Elysia meletakan gelasnya diatas meja. 

Tamara tersenyum dan mengangguk. "Ayo nonton film aksi." 

Elysia segera merangkul Tamara dan mereka beranjak ke ruang tengah untuk menonton bersama. Mereka menikmati waktu-waktu bersama. Merasa berbagai emosi dan ikatan sebuah hubungan kekerabatan. 

"Kak. Jalan-jalan keluar yuk." Elysia menatap Tamara dengan tatapan memohon setelah matahari mulai meninggi. 

"Kau belum sempat refreshing setelah ujian ya?" Tamara tertawa kecil. "Kasian sekali." 

Elysia mengerucutkan bibir. Tingkahnya yang manja pada Tamara berbanding terbalik dengan fisik gagahnya. Namun, tidak apa. Manusia tidak dapat dinilai dari rupa belaka. "Ayolah, Kak. X juga tidak bilang kita harus berbuat apa 'kan?" 

"Baik. Sebentar saja ya." Tamara beranjak bangkit dan mengambil beberapa lembar uang dari amplop yang X letakan di kamarnya. "Setelah ini bagaimana jika kita berlatih bersama?" 

"Kakak mau melawanku?" Elysia yang mengikuti Tamara ke kamar menyipitkan mata, memandang Tamara dari atas ke bawah. Merendahkan gadis bertubuh mungil itu. "Mana bisa?" 

"Kau menghinaku ya, El?" Tamara merapikan dirinya dan mengenakan penyamaran Ara dengan kaus berwarna putih dengan jeans santai. 

"Kakak cantik sekali." Elysia terpana melihat penyamaran kilat Tamara. 

Tamara tertawa. "Sudah ayo kita keluar." 

Matahari menggantung tinggi diatas kepala mereka. Tamara berhenti membeli beberapa makanan untuk makan siang, sementara Elysia mencari minuman segar. Setelah mendapat keduanya, mereka duduk di kursi taman kota, menikmati angin sepoi diantara dedaunan hijau yang rimbun. 

"Ini enak sekali." Elysia melahap makannya dengan semangat. 

Tamara mengiyakan dalam hati. Matanya tertuju pada sekelompok petugas yang berdiri setiap beberapa meter. "Mereka berjaga ketat sekali," gumamnya kecil. Perasaan Tamara tak enak. Nafsu makannya menurun drastis. "Kita pulang saja, Yuk."

Elysia menghabiskan potongan fish and chipsnya dan mengangguk setuju. Perasaan juga tidak nyaman melihat banyak sekali polisi sendari tadi setiap beberapa meter disegala titik. Mereka kembali ke rumah, keduanya sama-sama menghela napas lega. 

"Aku harap, X tidak memberikan tugas dalam waktu dekat. Suasana diluar sana berbahaya sekali." Tamara menatao Elysia lekat-lekat. 

"Aku harap juga begitu." Elysia tersenyum simpul. 

"Sekarang bagaiman kalau kita latihan?" Tamara membalas senyum Elysia dengan riang. Mengabaikan perasaan tak nyaman yang semakin terasa nyata. 

----

X berhenti sejenak menatap rumah besar berwarna putih yang penuh dengan kenangan masa lalunya. Ia tersenyum miring sebelum membuka pintu rumah tua yang semakin rentan dimakan waktu. 

"Sudah lama tidak berjumpa ya." X mendekat ke arah laki-laki yang memiliki tinggi sedikit lebih pendek darinya. "Saudaraku." 

"Memangnya kita masih saudara? Bukannya kita sama-sama menutupi kenyatan itu?" Kenyatannya wajah mereka memang terlihat agak mirip, layaknya kakak-adik. Hanya saja mata X berwarna biru dengan rambut hitam sedangkan yang lain bermata cokelat dengan rambut senada. 

"Kenapa kau menelpon malam-malam dan mengajak bertemu seperti ini?" X mendekat ke arah saudaranya itu. "Ingin memberiku informasi soal kepolisian kota, Vandy?" 

Vandy memandang X dingin. "Aku tidak akan melakukannya lagi." 

"Apa?" Rahang X mengeras. "Perkataan macam apa itu, Van?" 

Vandy membuang pandangannya dari X. "Aku tidak ingin lagi dihantui amarah dan rasa bersalah, Kak."

"Oh? Rasa bersalah. Pantas saja kau tidak pernah memberiku informasi sejak kematian sahabatmu itu." X tertawa ganjil. "Dasar Vandy bodoh. Padahal aku kira kau akan memberiku informasi tentang detektif kecilmu itu." 

"Maaf. Ini adalah keputusanku." Vandy kembali menatap X. "Aku ingin berhenti memihakmu, Kak." 

Wajah X berubah dingin. "Lalu apa? Kau akan jujur pada rekan-rekanmu dan di cap pengkhianat selamanya?" 

Vandy membeku sesaat. "Aku tidak akan jujur. Aku hanya tidak akan memberimu informasi apapun." 

"Kenapa? Karena kau menyayangi detektif kecilmu ... ah siapa namanya? Reynand?"

 Perkataan X membuat Vandy merangsek maju. Ia menarik kerah baju X dengan kasar. "Darimana kau tahu?!" 

"Tentu saja aku tahu, dasar adik bodoh. Aku 'kan lebih cerdik darimu." X tersenyum remeh, :Aku terlalu naif, Adikku." 

Vandy mengeratkan cengkramannya. "Jangan lukai dia." 

"Ah kenapa? Kau sayang dia atau hanya karena rasa bersalahmu saja?" 

Vandy melepaskan cengkramannya. Matanya kosong sejenak. Pikirannya melayang memutar memori. "Aku sayang padanya." 

X tertawa terbahak mendengarnya. "Aduduh. Air mataku sampai keluar. Si Bodoh ini. Dia tidak akan menyanyangimu lagi setelah tahu apa yang kau perbuah di masa lalu, Vand. Kau telah membocorkan semua rencana Ayahnya padaku, bukan? Membantuku membunuhnya hanya karena iri karena kau selalu menjadi asisten dan bayangannya." 

Tangan Vandy mengepal kuat. "Aku hanya tidak mau mengecewakan anak itu lebih dalam lagi." 

"Kalau begitu, kau akan jadi orang baik untukknya." X berkata dingin. 

Vandy menatap Kakaknya sekilas dan berbalik kembali ke rumahnya yang hangat. Melupakan masa lalunya dan ikatan busuk yang menjerumuskannya ke dalam dosa. 

"Karena dia akan mati ditanganku tanpa tahu kebenarannya, Vandy," X tertawa kecil. "Kau akan baik di matanya, selamanya." 

25/06/2018

A/N: Voting iseng (karena Ichaa pengen tahu)
Tokoh mana yang paling kalian suka?

1. Tamara

2. Reynand

3. Aila

4. Laura

5. Vandy

6. X

7. Elysia

DeathlessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang