Reynand meletakan kepalanya diatas meja. Memejamkan mata yang lelah berjaga semalaman. Tidak ada pembunuhan yang terjadi, otomatis ia tidak mendapat clue apapun.
"Sia-sia," gumamnya kesal.
"Istirahatlah, Henz." Vandi meletakan dua buah cangkir teh diatas meja. "Se--"
"Aku sekolah kok." Henz mengangkat kepalanya segera. Memotong rekan kerjanya yang begitu cerewet menyuruhnya sekolah.
Vandi tersenyum senang. Ia meraih cangkir tehnya dan menyeruputnya. Henz mengikuti.
---------------
Tamara berlari kecil menaiki bis. Ia terlambat bangun. Ah, dirinya harus benar-benar cepat terbiasa dengan rutinitas barunya. Bis melaju cepat membelah kota, tujuh menit. Bis merah yang membawa penumpang mayoritas berseragam sekolah itu berhenti tiba di tujuan.
"Tamara!" jerit Aila yang baru turun dari mobilnya dengan heboh.
Tamara tertawa. "Lo kenapa heboh banget sih, Ai?"
Aila terkekeh. Abis gue takut lo kenapa-kenapa, Tam. "Ya elo. Kenapa nggak bales telepon gue coba dari semalem?"
"Ah ... itu. Gue udah tidur," kilah Tamara. Lengannya segera mengait tangan Aila. "Udah yuk masuk kelas."
Reynand turun dari mobil Vandi dengan tergesa. "Tung-tungguin gue!"
Tamara dan Aila menoleh. Menatap Reynand yang tiba dihadapan mereka dengan napas terengah.
"Gue pikir lo nggak akan masuk, Rey." Tamara berkacak pinggang memandang Reynand yang kelelahan.
Reynand menarik napas panjang. Menormalkan napasnya. "Hah? Kenapa lo mikir gitu, Tam?"
Tamara mengangkat bahunya, dan lekas berbalik begitu saja meninggalkan Reynand penuh tanya. Aila dengan kikuk mengikuti Tamara yang berjalan menuju kelas mereka di lantai tiga.
"Ck. Gue ditinggal! Oyy!" Reynand berlari menyusul kedua temannya itu.
"Lo berdua kok jahat sih?!" protes Reynand saat tiba di kursinya.
Aila terkekeh dan menunjuk Tamara. Mengisyaratkan gue-mah-ikut-dia-aja. Tamara melirik Reynand sekilas, kemudian memalingkan wajahnya kembali.
"Yah ... elo ngataian gue gendut. Kapan lo baik coba? Jadi dijahatin aja kan." Tamara tersenyum remeh.
Reynand menepuk keningnya. "Ya tapi kan lo emang gendut!"
"APA?!" Tamara dengan cepat menjambak rambut Reynand dengan kesal. "Dasar sipit!!!! Gue nggak gendut!"
"A-aw! Gila ya?! Sakit tau!" Reynand mencoba melepaskan diri.
"Untuk cewek dengan tinggi 160 sentimeter, berat badan segini nggak gemuk!" cerocos Tamara.
"Iya-iya ampun!" Reynand berhasil melepaskan diri. Tangannya mengusap-ngusap kepalanya yang sakit.
Aila yang menyaksikan kejadian itu hanya tertawa keras seperti menonton drama komedi.
"Ahahahaha. Kalian ini."
Tak lama, bel pun berdering. Pelajaran dimulai, hari-hari mereka sebagai pelajar normal mulai berjalan.
Reynand sesekali tidur di kelas karena kantuk yang luar biasa, sedangkan Tamara melamun sepanjang hari. Mereka berdua benar-benar tidak menyimak apapun.
"Uuh capeek!" Tamara meletakan kepalanya di meja dengan kasar saat jam kosong.
Reynand menoleh pada temen sebanhkunya itu. Menatapnya intens. "Lo begadang sampe malem banget ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Deathless
Mystery / ThrillerTentang seorang gadis manis yang menyukai kematian karena ia merindukan kakak kesayangannya. BEST RANK #1 Death 23/06/2018 #15 Rindu 24/06/2018