Tamara beranjak pulang pada saat semburat orange memenuhi angkasa. Ia berterima kasih pada Elysia dengan senyuman lebar.
"Kau orang yang hebat, El," puji Tamara yang menyebabkan pipi Elysia memanas.
Dia tidak pernah dipuji seperti itu oleh siapapun. "Ma-makasih kak!"
Tamara berbalik dan berjalan melintasi trotoar. Matahari bergerak tenggelam ke barat. Perlahan cahayanya menghilang menyisakan gelap. Tamara memberhentikan langkah saat tiba di halte bus yang kosong.
Pikirannya melayang jauh. Rasa rindu kembali meluap dari dadanya.
"Kakak lagi kerja ya?"
Ia mengangkat wajahnya. Menatap matahari yang tenggelam di barat sana dengan hati yang hampa. "Kakak tahu? Aku baru tahu kalau aku ini lemah sekali."
Sebuah senyuman terukir ketika terbayang wajah kakaknya dalam benak. "Tapi rasa rindu ini terlalu besar untuk diacuhkan."
Sebuah bus berwarna merah datang dengan klakson lembut. Tamara segera masuk ke dalamnya dan mendapat kejutan baru.
"Tamara? Dari mana?" Reynand duduk di pojok kanan sisi jendela menatapnya kaget.
"Oh, lagi cari makan," karang Tamara. Untung saja tadi aku mengambil uang gajiku sedikit, batinnya.
Bis itu melaju membelah kota. Tamara memutuskan duduk disebelah Reynand yang tampak kacau seraya memeluk tas ranselnya yang tampak tak berisi. Kantung matanya terlihat jelas, membuat mata sipitnya hampir tidak terlihat dan lagi rambut hitamnya berantakan sekali.
"Reynand sendiri ngapain?" Tamara balik bertanya setelah mengamati Reyand beberapa detik dari atas kebawah.
"Oh. Cari makan juga." Reynand menyandarkan kepalanya pada jendela. Membiarkan matanya terpejam beberapa saat.
"Sakit?" Tamara menempelkan telapak tangannya ke kening Reynand. Tidak panas.
Reynand menggeleng. "Capek aja."
"Lho? Capek ngapain? Sekolah kita lagi padet?" Tamara bertanya dengan kedua mata bulat.
Reynand menoleh. "Gue tadi nggak sekolah, Tam. Lo juga?"
Tamara mengangguk. "Eh? Kenapa nggak masuk?"
Reynand membeku sesaat. Kemudian berkilah. "Lo sendiri kenapa?
"Lha kok malah nanya balik sih." Tamara mengakhiri kalimatnya dengan kekehan membuat Reynand turut terkekeh.
Namun, tidak ada yang menjawab satu pertanyaan itu.
"Lo mau makan apa?" Reynand bertanya. Ia merenggakan tubuhnya sejenak. Mencoba melupakan lelah yang menyergap.
"Mmm makan apa ya." Tamara memaksa benaknya berpikir. "Gue mau---" Tamara menoleh pada Reynand dan menatap kedua mata sipitnya. "--chinese food!"
Kedua mata Reynand membulat sempurna. "lo ngeledek ya?!" Matanya memandangi rambut cokelat Tamara yang tergerai.
Tamara tertawa. "Tapi beneran pengen makan, kok."
Reynand menggeleng. "Satu halte lagi ada restoran yang enak."
"Asik!!" Tamara terkekeh senang.
Bus mereka berhenti. Mereka segera membayar dengan kartu dan turun bersamaan.
"Kita jadinya makan bareng nih?" Tamara bertanya.
Reynand menatap Tanara sinis. "Kira-kira?"
Reynand menarik tangan Tamara berbelok masuk ke sebuah restoran yang didominasi warna merah. Sepasang lampion dibiarkan menggantung disisi pintu yang berwarna cokelat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Deathless
Mystery / ThrillerTentang seorang gadis manis yang menyukai kematian karena ia merindukan kakak kesayangannya. BEST RANK #1 Death 23/06/2018 #15 Rindu 24/06/2018