“Bill, buruan!” suara bass yang tidak bisa dikatakan pelan itu menggema di ruang tamu sebuah rumah bertingkat dua. Terlihat cowok dengan pakaian abu-abu tengah duduk di sofa menatap jam tangan yang melingkar di lengannya.
Tak lama kemudian terdengar suara grasak-grusuk dari arah tangga. Memperlihatkan seorang gadis mungil dengan seragam putih abu-abu memegang rambutnya yang terurai, menuruni tangga dengan terburu-buru.
“Sorry, gue bangun kesiangan, lagi.” ringisnya saat sampai di depan si cowok.
“Basi.” cibir Adit melenggang keluar rumah menuju motor sport merah yang sudah terparkir di halaman rumah Nabilla.
Dengan wajah cemberut, Nabilla mengikuti Adit dari belakang sambil mengikat rambutnya asal-asalan.
Alamat kena semprot pagi-pagi, iki.
Tepat seperti dugaannya, Adit yang berjalan di depan memborbardirnya dengan berbagai macam omelan ribet kayak emak-emak arisan.
Sementara Nabilla hanya melengos, “Alarm gue, kan teriakannya, Bunda. Bunda nyusul Ayah ke Milan, jadi nggak ada yang bangunin.”
“Jam beker, hape, apa gunanya? Pajangan?” kesal juga lama-lama, ini sudah ketiga kalinya mereka berangkat kesiangan ke sekolah karena Nabilla yang telat bangun.
Adit naik ke motornya, menyodorkan helm untuk Nabilla dan memasang helm untuk dirinya sendiri lalu menyalakan mesin motornya.
“Naik.”
Nabilla hanya diam dan melaksanakan titah sang sahabat. Kalo diladeni bakal panjang urusannya, nurut ajalah, sekali-kali.
Begitu bokongnya menyentuh sadel, Adit sudah tancap gas dan mengendarai motornya kesetanan.
Nggak ada yang bisa Nabilla lakukan selain melingkarkan lengannya di pinggang Adit dengan erat.
Berurusan dengan siswa teladan susah emang. Kayak Adit ini, time is gold. Paling nggak suka dengan segala jenis keterlambatan. Benci dengan para penganut jam karet.
Sikap Adit yang disiplin waktu inilah yang membuat Pak Musdi—guru olahraga, menunjuknya langsung sebagai kapten basket SMA Kencana.
Sebaliknya, Nabilla justru santai dalam segala hal. Membuat persahabatan antara keduanya sering menimbulkan perselisihan kecil seperti hari ini.
Namun, sebelas tahun menjalin persahabatan membuat mereka saling memahami dan saling melengkapi. Keduanya sangat dekat, hingga banyak orang yang berpikir mereka ada hubungan khusus.
Nabilla si cerdas yang selalu mewakili SMA Kencana dalam Olimpiade SAINS, dan Adit si kapten basket tampan yang telah menyumbang banyak medali.
Baik pihak guru maupun teman-teman sekolah banyak yang mendukung hubungan antara keduanya.
Namun balik lagi, itu hanya sebuah rumor yang belum diverifikasi oleh pihak yang terkait.
*****
Tepat saat Adit selesai memarkirkan motornya, sirine bel masuk memenuhi penjuru sekolah. Setelah meletakkan helm dan sekedar merapikan seragamnya, ia meraih tangan Nabilla dan mengenggamnya.
Seolah tidak ada yang terjadi sebelumnya, mereka bergandengan tangan menyusuri koridor dengan santai.
Sebelas Ipa Satu, dihuni oleh siswa-siswi yang katanya berprestasi. Namun masih menyempilkan satu-dua orang siswa penganut abstraktisme.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friendzone [Sudah Terbit]
Teen Fiction"Sebelas tahun bersahabat, yang membuatku nyaman dan berujung pada cinta. Ya, aku mencintaimu, tapi tak ku ungkapkan karena takut kehilanganmu. Aku takut kamu menjauh, dan tak mau berhubungan denganku bahkan walau hanya sekedar bersahabat." Nabilla...