Nabilla Pov
"Lo suka sama Mona gak, sih? "
"Suka."
Gak tahu kenapa, gue merasa terganggu dengan pengakuan Adit tadi.
Sekarang udah pukul 22.15, dan gue belum juga tidur. Gimana bisa tidur coba kalo gue kepikiran terus dengan kejadian hari ini.
Rasanya gue kesel sama Adit. Tapi gak tahu kenapa. Mungkin karena Adit gak pernah cerita tentang perasaannya ke Mona? Atau mungkin juga karena gue gak rela, Adit suka sama cewek lain?
Akhhhh!
Gue pun mengacak-ngacak rambut gue frustasi.
Hari ini bener-bener hari yang paling buruk buat gue. Gue yang biasanya menyempatkan diri untuk belajar sebelum tidur, hari ini tidak belajar sama sekali.
Ada satu hal yang mengganggu pikiran gue sedari tadi, yang membuat gue gak bisa fokus melakukan apapun.
Adit yang selama ini selalu memprioritaskan gue dalam hal apapun, Adit yang selalu nemenin gue kalo bunda gak di rumah, Adit yang selalu ngasih gue coklat kalo gue kesel, Adit yang selalu menghibur gue kalo gue lagi sedih, dan Adit yang selalu ngingetin gue ini dan itu.
Apa gue bisa melepas Adit? apa gue bisa terima, kalo sekarang bukan gue lagi yang menjadi prioritasnya, melainkan Mona.
Entah berapa lama gue bergelut dengan pikiran gue sendiri. Hingga akhirnya gue terlelap.
*****
Sinar matahari yang masuk melalui celah jendela, mengusik tidur lelapku.
Perlahan tapi pasti, gue pun mulai membuka mata dan menyesuaikan penglihatan gue dengan cahaya kamar gue.
Hoammmm
Gue kemudian berdiri,dan merenggangkan otot gue yang kaku.
Bahkan setelah tidur, badan gue masih aja lelah. Mungkin karena terlalu banyak memikirkan kejadian kemarin.
Gue pun bergegas ke arah kamar mandi, dan berniat mandi air hangat.
Setelah gue siap, gue pun turun ke meja makan untuk sarapan bersama bunda.
"Pagi, bund."
"Pagi, sayang."
"Bunda udah nunggu dari tadi? "
"Gak kok sayang."
Gue sama bunda pun sarapan dengan diam. Sampai akhirnya, gue nanyain ayah ke bunda.
"Bund,"
"Iya sayang? "
"Ayah kapan pulang, sih? Billa kangen."
"Sabar ya, sayang. Ayah masih ada kerjaan di Milan. Nanti kalo kerjaan ayah udah selesai, ayah pasti balik."
"Iya, tapi kapan bund? "
"Emm...gimana kalo pulang sekolah nanti, kita video call sama ayah? Sekalian nanya kapan ayah pulang? "
"Yaudah, deh."
Saat gue lagi ngobrol sama bunda, tiba-tiba Adit datang lalu duduk di samping gue.
"Selamat pagi, tante Maya."
"Selamat pagi."
"Selamat pagi, Billa."
"Hem."
"Kok jawabnya gitu, sih? "
Gue pun melirik dia dengan tatapan tajam gue.
"Gak usah gitu juga kali tatapannya. Merinding gue liatnya."Kata Adit,lalu meneguk susu coklat gue sampe habis.
"Adit, itu susu gue! "
"Upss, sorry. Kirain gak ada yang punya."
"Lo punya mulut, kan? Kenapa gak nanya? "tanya gue judes.
"Maaf kali, Bill. Susu doang, elah."
"Kamu kenapa sih, Bill ? Bunda perhatiin dari tadi kamu bete gitu. "tanya bunda.
"Gak papa kok, bund."
"Kalo Lo punya masalah, bilang. Jangan dipendam sendiri."kata Adit.
Dan masalah gue itu, Lo!
"Gak ada."
Gue tetep lanjutin sarapan gue, tanpa berniat sedikit pun untuk bicara, terutama sama Adit.
Hari ini gue harus siapin mental. Jangan sampai gue kelepasan, karena terlalu lama menahan emosi.
Satu hal yang perlu kalian tahu tentang gue. Gue yang cenderung ceplas-ceplos kalo ngomong, bisa sangat terkendali dalam hal emosi.
Gue selalu menekan emosi gue dalam-dalam, agar tidak sampai menyakiti orang lain.
Tapi saat gue udah diam buat nahan emosi, jangan mencoba untuk memancing amarah gue yang tertahan. Karena dampaknya pasti akan sangat buruk.
Setelah sarapan, gue dan Adit pun pamit untuk berangkat ke sekolah.
"Bund, Billa berangkat dulu, ya. "
"Iya hati-hati ya, sayang."kata bunda mencium pipi kanan kiriku.
"Iya, bund."
Setelah melihat gue pamit, Adit juga ikut berdiri dan salim ke bunda.
"Adit juga berangkat ya, tante."
"Iya. Kamu hati-hati bawa motornya."
"iya, tan."
"Dan satu lagi, jaga Billa baik-baik. Kalo dia bandel, kamu jewer aja telinganya."
"Hahhh...tante ada-ada aja."
"Bunda apaan sih. Billa tuh udah gede, bisa jaga diri sendiri. Lagian Adit juga punya keperluan lain, bukan cuma ngurusin Billa. Dikata Adit babysiter apa."
"Kamu nih, ya. Masih pagi gini ngomongnya udah judes aja. Gimana nanti coba? Yang ada teman satu sekolah kamu, malah kamu telen hidup-hidup lagi."kata bunda.
"Lagi PMS kali, Tan. Makanya dari tadi judes mulu kalo ngomong."sahut Adit.
"Diem deh, Lo. Kayak tahu aja gimana rasanya kalo PMS."
"Ya iyalah gue gak tahu. Lo kira gue cowok apaan? "
"Cowok ngeselin."
"Tapi ngangenin, kan? "
"Males banget gue kangen sama Lo. Mending juga gue kangen sama si Joko."
Joko itu salah satu teman sekelas gue. Dia itu cowok kutu buku, dan pendiam gitu. Kalo wajahnya sih, menurut gue lumayan ganteng. Hanya saja ketutup sama kaca mata bulat tebal yang selalu bertengger di hidungnya.
Joko juga pintar. Tapi masih lebih unggul Adit sama gue. Di kelas yang memegang rangking 1 adalah gue, setelah itu nyusul, Adit, Amel, dan Joko.
Joko juga kerap kali jadi sasaran jail Niko dan Ridho di sekolah.
"Ohh, jadi sekarang kamu berpaling ke Joko? Yaudah, nanti gue umumin di kelas."
"Rese banget, sih jadi orang."
"Lo yang mulai, kok."
Mendengar gue sama Adit yang ributnya gak kelar-kelar, membuat bunda jadi turun tangan.
"Udah-udah. Kalian dari tadi ribut mulu perasaan. Emang gak mau berangkat sekolah, apa?"tanya bunda
"Adit sih, bund."
"Lah? Kok jadi gue, sih? "
"Udah! Kalian berdua tuh sama saja. Gak ada yang mau ngalah. Sekarang kalian berangkat gih. Nanti telat."
"Yaudah kita berangkat ya,Tan."
Gue dan Adit akhirnya berangkat ke sekolah juga, setelah melalui keributan yang membuat kepala gue tambah berat saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friendzone [Sudah Terbit]
Teen Fiction"Sebelas tahun bersahabat, yang membuatku nyaman dan berujung pada cinta. Ya, aku mencintaimu, tapi tak ku ungkapkan karena takut kehilanganmu. Aku takut kamu menjauh, dan tak mau berhubungan denganku bahkan walau hanya sekedar bersahabat." Nabilla...