Dua jam berkutat dalam pelajaran rumit menguras otak kiri–kanan, atas–bawah, kini terobati dengan suara nyaring bel istirahat.
Surganya anak sekolahan, ya ini. Jam isirahat.
Gosip terpanas yang tadinya diinterupsi jam belajar, kembali dibahas di meja kantin. Pasangan beda kelas yang dilanda rindu, bisa bertemu dan kencan hemat di taman, atau di kantin. Make up luntur karena keringat bisa dipoles berlapis-lapis untuk beberapa jam berikutnya. Cacing yang berdansa minta asupan gizi, teratasi dengan aman. Semuanya hanya terjadi di jam istirahat. Saat yang paling dinanti ketika tiba di sekolah.
Kelas XI IPA¹ pun demikian, satu persatu keluar dengan tujuan berbeda, namun dengan kesenangan yang sama. Menyisakan Nabilla, Adit, Amel dan Cindy.
“Kantin, nggak?” Cindy membalik posisinya ke belakang menatap Nabilla dan Amel.
Amel mengiyakan, sementara Nabilla malah menengok ke belakang. “Dit, kantin nggak?”
“Mau ke Pak Musdi.” jawab Adit tanpa mengalihkan pandangannya dari proposal bersampul merah.
Nabilla kembali ke posisi semula, menghadap Cindy dan Amel yang bersiap ke kantin. “Duluan aja. Entar gue sama Adit nyusul.”
Cindy mengerlingkan matanya ke arah Nabilla sebelum menarik Amel keluar. “Pak Bos, titip Bu Bos, ya. Berduaannya jangan lama-lama tapi.”
Menghiraukan godaan dari Cindy, Nabilla mengambil hapenya dari dalam tas saat Adit mengajaknya keluar. “Ayo.”
Dengan patuh Nabilla berdiri di samping Adit. Keduanya berjalan bersisian keluar kelas menuju ruangan Pak Musdi.
Nabilla yang tidak fokus ke depan karena melirik proposal di tangan Adit, tanpa sadar berjalan terlalu ke pinggir saat akan belok hingga menabrak tiang koridor.
Dug
“Aww....”
Adit yang tadinya mengecek ada tidaknya kesalahan di proposalnya, terkejut dengan ringisan kesakitan Nabilla. Matanya semakin melebar saat netranya menatap sahabatnya berdiri di depan tiang sambil memegang keningnya.
“Sakit banget?” tanya Adit ikut meringis tanpa sadar. Nabilla menggeleng dengan tangan memegang dahinya yang kepentok. Nyut-nyut, ey.
Tangan besar Adit menurunkan tangan Nabilla, lalu mengusap lembut area yang mulai agak kebiruan dengan khawatir.
“Kita ke UKS.” saran Adit yang langsung mendapat penolakan. Hanya kepentok doang harus ke UKS. Kelewat lebay pikirnya.
Nabilla berjalan lebih dulu meninggalkan Adit yang masih mematung di tempatnya. Hingga beberapa detik kemudian, Nabilla merasakan sebuah tangan besar menggenggam tangannya dan merematnya pelan.
Nggak perlu ditanya lagi, pelakunya pasti si Adit. “Cerobohnya bukannya hilang, malah tambah parah.”
Mereka berjalan dengan bergandengan tangan. Tangan kiri Adit menggenggam proposal, tangan kanannya menggandeng tangan kiri Nabilla, sementara tangan kanan Nabilla masih mengusap dahinya.
Nabilla tau, Adit senang sekali meledeknya karena dia yang sangat ceroboh. Tapi itu kan kecelakaan. Mana ada yang mau kepentok tiang koridor.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friendzone [Sudah Terbit]
Teen Fiction"Sebelas tahun bersahabat, yang membuatku nyaman dan berujung pada cinta. Ya, aku mencintaimu, tapi tak ku ungkapkan karena takut kehilanganmu. Aku takut kamu menjauh, dan tak mau berhubungan denganku bahkan walau hanya sekedar bersahabat." Nabilla...