Sinar mentari yang menyapa setiap makhluk dengan malu-malu, ia sambut dengan ceria.
Ia bangun lebih pagi dari biasanya, menyibakkan selimut tebal yang semalaman menghangatkan tubuhnya, dari dinginnya suhu di malam hari. Ia bergegas mengambil handuk dan segera masuk ke kamar mandi, sambil bersenandung pelan.
Tak butuh waktu lama, setelah dirinya siap dengan seragam sekolah, Nabilla melangkah ke arah meja makan, di mana ayah bundanya tengah menikmati sarapan.
"Selamat pagi ayah, bunda."Nabilla mengecup pipi kedua orang tuanya bergantian.
"Selamat pagi, sayang. "Maya balas menyapa anaknya sambil tersenyum.
"Tumben sepagi ini kamu udah siap. Ada apa? "tanya Tyson sambil memasukkan sepotong roti ke dalam mulutnya.
"Ya mau aja, Yah. Gak boleh, emang? "Nabilla balik bertanya.
"Boleh dong. Kalo bisa begini aja terus."
"Insya Allah, ayahku sayang."Nabilla berdiri lalu kembali mengecup pipi ayah, bundanya bergantian. "Ya udah, Billa mau ke rumah Adit dulu. Mau ketemu Mama sama Papa. Kangen. "
"Ya sudah, sana. Mau sekalian berangkat sama Adit juga?"tanya Maya.
Nabilla mengangguk, "Kalo Aditnya mau ngasih tebengan, bun. "
"Ya harus mau dia. Kasih tahu ayah, kalo dia gak mau nganter kamu. Biar ayah jewer. "gurau Tyson.
Nabilla memeluk ayah, bundanya dengan erat. "Tetap jadi orang tua yang baik untuk Billa. Dan tetaplah hidup bahagia seperti ini. Aku sayang ayah. Bunda juga. Forever."Kecupan dan pelukan erat kembali keduanya dapatkan.
Tyson dan Maya tertawa melihat tingkah manja puterinya. Entah sudah berapa ciuman dan pelukan yang mereka dapatkan pagi ini. Namun mereka juga bingung, pasalnya Nabilla tak pernah semanja ini saat akan berangkat sekolah. Ia berpamitan seolah-olah akan pergi untuk selamanya. Tapi sudahlah, mungkin anaknya hanya merindukan mereka karena jarang berkumpul dan menghabiskan waktu bersama.
"Mama, Papa. Billa datang!"teriak Billa memasuki rumah Adit.
Yuli yang sedang menata sarapan di meja makan, menoleh. Senyuman pun merekah, tatkala indra penglihatannya menangkap sosok puteri dari sahabatnya, sedang berjalan mendekat ke arahnya.
"Pagi, Ma,"sapa Nabilla yang memeluk Yuli dari belakang sambil melayangkan sebuah kecupan di pipi kanannya.
Yuli terkekeh melihat Nabilla yang tiba-tiba memeluk dan menciumnya. "Ada apa, nih? Tumben ke sini pagi-pagi. "
"Billa kangen, Ma."
"Uuuu...princess-nya mama, kangen ternyata. "Yuli memutar tubuhnya menghadap Nabilla, lalu memeluk puterinya itu dari depan.
"Papa mana, Ma? "tanya Nabilla yang tidak menemukan Sosok Angga di sana.
"Papa masih di atas, sayang. Bentar lagi turun."
Nabilla mengangguk. Ia meletakkan tasnya disalah satu kursi meja makan, lalu membantu Yuli menyiapkan sarapan. Nasi goreng pedas, sarapan favorit keluarga Airlangga.
"Papa! "pekik Nabilla ketika melihat Angga menuruni anak tangga, dengan tas kerja di tangan kanannya. Nabilla berlari menghampiri Angga, dan menubruknya cukup kuat sehingga Angga hampir saja terjengkang ke belakang.
"Wow! Ada apa ini? "tanya Angga yang masih sedikit kaget dengan kejadian beberapa detik barusan.
Yuli hanya mengangkat bahunya. Biar puterinya saja yang menjelaskan.
"Billa, kangen, pa."gumam Nabilla masih dalam pelukan Angga.
Angga tersenyum setelah mendengar ucapan Nabilla, tangannya terulur, membalas pelukan puteri dari sahabatnya, yang juga sudah dianggap puterinya. "Papa juga kangen sama, Billa. Ya udah, kita turun dulu, gih. Entar jatoh lagi. "
Nabilla dan Angga akhirnya menuruni anak tangga bersama. Dan apa yang Nabilla lakukan kepada Tyson dan Maya, kini kembali terjadi Angga dan Yuli.
Angga dan Yuli sangat sibuk melepas rindu dengan anak tetangga, yang katanya anaknya juga. Cih...anak dari Hongkong.
Adit menyuapkan nasi goreng satu sendok penuh ke dalam mulutnya dengan kasar. Namun matanya tetap fokus pada kedua orang tuanya dan juga seorang anak tetangga, yang bertingkah begitu manja.
Umpatan-umpatan pun tak lepas ia rapalkan dalam hati.
"Makan yang banyak ya, sayang,"ucap Yuli sambil tersenyum ke arah Nabilla.
"Iya, Ma."
"Makan aja terus biar tubuh lo makin melar kek gentong. By the way, itu Mama gue ya, bukan Mama Lo, dasar anak tetangga manja."Adit membatin.
"Mama sama papa pulang, kok Billa gak tahu? "
"Emang Lo harus tahu segalanya? Gue yang anaknya aja, gak tahu."Adit kembali memasukkan sesendok penuh nasi goreng ke dalam mulutnya dan mengunyahnya dengan keras.
Perhatian demi perhatian kembali tercurahkan untuk Nabilla, di depan Adit. "Heran gue. Ini sebenarnya anak Mama itu yang mana, sih. Gue atau Billa, si anak curut? "
Adit berdiri setelah meneguk habis segelas air putih di hadapannya sambil menatap tajam ke arah Nabilla. "Ma, Pa. Aku berangkat, ya. Capek dikacangin mulu dari tadi."
"Uh, ngambek. "ejek Nabilla. Sementara Angga dan Yuli hanya tertawa sambil geleng-geleng kepala.
"Diem, Lo! Anak tetangga MANJA!"jutek Adit.
"Gue nebeng ya, bang Adit ganteng,"ucap Nabilla dengan memasang puppy eyes-nya.
"Ogah! Lo jalan aja, sana. Kalo gak sanggup, ya ngesot."tolak Adit mentah-mentah.
"Ma, Pa. "Nabilla menatap Angga dan Yuli bergantian, dengan tatapan minta tolong.
Adit berdecak."Lo kenapa, sih? Suka banget manggil orang tua gue Mama, Papa. Orang tua Lo tuh, tante Maya sama om Tyson."
"Mama sama Papa aja gak protes, kenapa Lo-nya yang sewot,"balas Nabilla tak mau kalah.
"Karena gue anaknya. "
"Ya, gue juga anaknya."
"Anak dari Hongkong!"
"Bukan. Gue lahir di Indonesia, kok."
"Alah, bodo! "
"Ihh...ngaku. "
Angga melerai mereka berdua dengan satu pukulan keras di atas meja makan. Yuli bahkan ikut terperanjat kaget dengan tingkah suaminya itu. "Udah berantemnya? "hening tak ada yang menjawab. "Sekarang, kalian berangkat ke sekolah. Dan Adit, berangkatnya sama Billa. Gak pake penolakan."ucap Angga final.
Adit yang tadinya berdiri dengan bahu tegap saat menghadapi Nabilla, kini berjalan lesuh keluar rumah.
"Buruan! Kalo enggak, gue tinggal, nih! "teriak Adit yang sudah di pintu utama.
Nabilla mengambil tas belakang miliknya dan memakainya. Sebelum ia pergi, ia mencium pipi Angga dan Yuli bergantian sambil membisikkan sesuatu kepada keduanya.
Setelah membisikkan sesuatu ke Angga dan Yuli, Nabilla akhirnya menyusul Adit yang sudah teriak-teriak tidak jelas di luar sana.
Sementara Angga dan Yuli masih mematung di tempat masing-masing. Tidak mengerti dengan apa maksud dari kata yang Nabilla ucapkan. Sesaat keduanya tersadar dan ingin menanyakannya, Nabilla sudah tidak ada dalam jangkauan penglihatannya. Dan suara deruman motor Adit sudah terdengar meninggalkan pekarangan rumah.
"Maksud Billa apa, mas? "tanya Yuli lirih.
Angga mengeleng. Karena ia pun tidak mengerti, kenapa puterinya mengatakan hal seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friendzone [Sudah Terbit]
Teen Fiction"Sebelas tahun bersahabat, yang membuatku nyaman dan berujung pada cinta. Ya, aku mencintaimu, tapi tak ku ungkapkan karena takut kehilanganmu. Aku takut kamu menjauh, dan tak mau berhubungan denganku bahkan walau hanya sekedar bersahabat." Nabilla...