Tiga jam yang lalu gue udah tiduran di kamar. Bagiku kamar adalah tempat di mana gue mencurahkan segala isi hatiku.
Saat gue gak bisa cerita ke Adit, di kamar inilah semuanya ku luapkan. Meluapkan segala kegundahan hati yang tertahan.
Satu masalah yang tak bisa ku ungkapkan ke Adit. Sebuah masalah bahwa gue udah jatuh cinta sama dia. Sahabatku.
Kenapa gue bilang masalah? Karena gue jatuh cinta sama sahabat gue sendiri. Sahabat yang dulunya sudah ku anggap saudara.
Dulunya hanya ada perasaan sayang sebagai sahabat. Tapi tidak untuk sekarang. Sekarang rasa itu telah berubah menjadi rasa sayang seorang wanita kepada lawan jenisnya.
Waktu memang dapat merubah segalanya dengan mudah tanpa bisa Lo sadari.Dan saat Lo sadar, semuanya sudah terlambat.
Jika saja gue sadar akan rasa ini sejak awal, mungkin gue masih bisa berjuang. Tapi tidak untuk sekarang, karena sekarang hati orang yang gue cintai telah diisi oleh orang lain.
Begitulah hidup. Terkadang ia sangat suka mempermainkanmu.
Gue gak pernah menyesal karena telah mencintainya. Bagiku cinta adalah anugerah.
Lalu apa kalian pikir gue nyesel karena gak bisa milikin dia?
Kalo anda berpikir demikian. Maka anda salah. Cinta tak harus saling memiliki, bukan? Cinta yang paling indah adalah merelakan ia yang kita cintai bahagia dengan pilihannya.
Dan itu yang akan gue lakuin sekarang. Jika anda bertanya apakah gue sakit hati dengan kondisi ini?
Ya. Gue sakit. Sakit banget. Dan karena gue tahu rasanya sakit mencintai namun tak dicintai itulah yang buat gue merelakannya.
Cukup gue yang ngerasain sakitnya. Dia jangan!
Lagi pula jika ia tak menjadi kekasihku ia masih sahabatku, bukan? Lalu untuk apa gue harus merasa kehilangan.
Sahabat itu lebih penting dibandingkan dengan cinta. Cinta dapat meninggalkanmu saat ia merasa jenuh, namun sahabat tak akan pernah meninggalkanmu saat kamu sedang terpuruk.
Begitulah kira-kira kata bijak penyemangat yang selalu gue rangkai di tengah sepi. Kata-kata yang akan menghiasi hariku dari sekarang.
Kata-kata yang akan buat gue kuat dan tak mementingkan egoku sendiri.
Gue paling gampang buat ngelawan orang lain. Tapi cinta ini, kondisi ini, ngajarin gue kalo melawan ego sendirilah yang paling sulit. Namun tak akan sulit jika kau mau berusaha.
Rasanya memikirkan semua problematika ini cukup menguras banyak tenagaku.
Gue pun mulai menutup mata untuk mengistirahatkan tubuh dan otakku yang telah bekerja ekstra hari ini.
*****
Entah berapa lama gue terlelap tapi yang pasti saat gue bangun dan melihat ke arah jendela sepertinya sudah sore.
Gue pun bergegas ke arah kamar mandi untuk bersih-bersih.
Setelah mandi gue memutuskan untuk ke dapur buat makan. Karena kalau sampe Adit ataupun Bunda tahu gue belum makan sedari tadi, yakin saja gue bakalan diomelin abis-abisan.
Saat gue tengah asyik makan, gue mendengar suara langkah kaki menuju ke arahku.
Dan saat gue mendongak gue mendapati Adit yang sudah berada di hadapanku dengan senyuman manisnya.
Entah kenapa gue baru sadar kalo ternyata ia bisa senyum semanis itu. Mungkin efek cinta atau mungkin juga gue yang terlalu cuek dulunya.
"Gak usah ngeliatin gue sampe segitunya juga. Entar Lo naksir lagi."
Gue yang tersadar dari lamunan pun berusaha mengelak.
"Siapa juga yang ngeliatin Lo. PD amat."
"Terus kalo Lo gak liat gue, liat siapa? Hantu? "
"Iya. Gue lagi liat hantu yang mukanya paling ngeselin sepanjang masa."
"Kayak lagi nyanyi lagu kasih ibu aja."
"Lah? Kok jadi nyanyi, sih? "
"Itu tadi Lo bilang sepanjang masa gitu. Itu kan, lirik lagunya kasih ibu."
Itulah Adit, sahabat gue. Cinta gue. Kalo dia ngomong sama orang lain akan terkesan cuek. Beda banget kalo ngomong sama gue, ngomongnya ngelantur ke mana-mana.
"Ngapain ke sini? "
"Lo nanya seakan-akan ini pertama kalinya gue ke sini."
"Nanya aja kali."
"Tadi tante Maya nelfon. Nyuruh nemenin Lo di rumah. Katanya lagi banyak kerjaan di kantor. Jadi mungkin pulangnya agak malem."
"Ohh."
Gue yang udah selesai makan, menawarkan minum ke Adit.
"Mau dibikinin minum apa? "
"Es teh anget aja."
"Lo bego atau gila sih sebenarnya? Kalo ngomong tuh yang bener."
"Ya itu udah bener kali, Bill."
"Semerdeka Lo aja, deh."
"Merdeka! "teriak Adit sepanjang ia melangkah ke ruang keluarga.
Gue aja bingung apa yang buat gue bisa jatuh cinta sama manusia yang satu itu.
Kalo begonya kambuh ya gitu. Kebegoan.... Eh, maksudnya kebangetan.
Gue pun berusaha mengakali pesanan Adit tadi.
"Nih es teh anget Lo."
"Lah ini kok anget doang? Gak dingin? "
"Mau dingin? Nih!"kataku lalu menyodorkan es batu di mangkok.
"Wah Lo emang jenius banget. Udah cocok jadi bini gue Lo."
"Perasaan makin ke sini,Lo makin gak waras deh kalo ngomong."
"Gue lagi muji Lo Bill. Kenapa marah? "
"Tau ah. Pusing gue."
Begitulah yang terjadi antara gue dan Adit. Kalo udah ketemu pasti ribut. Tapi gue suka. Rasanya bukan ribut biasa, tapi ribut sayang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friendzone [Sudah Terbit]
Teen Fiction"Sebelas tahun bersahabat, yang membuatku nyaman dan berujung pada cinta. Ya, aku mencintaimu, tapi tak ku ungkapkan karena takut kehilanganmu. Aku takut kamu menjauh, dan tak mau berhubungan denganku bahkan walau hanya sekedar bersahabat." Nabilla...