Saat yang ditunggu Nabilla dan Niko adalah jam istirahat.
Nabilla memang sangat senang jika itu berhubungan dengan makanan. Ia sangat suka makan tapi anehnya tubuhnya tetap begitu-begitu saja. Mungil.
Sementara Niko, sepertinya tidak ada hal yang tidak ia sukai di dunia ini.
Buktinya jika kalian nawarin dia makanan, dia pasti akan sangat senang. Anda ajak tawuran? Monggo. Anda ajak membolos sekolah? Ya pasti mau dia.
Tapi sebandel-bandelnya Niko, ia tetap sahabat yang baik bagi Nabilla dan juga yang lain. Bagi Nabilla dan kawan-kawan, Niko adalah ramuan yang paling manjur kala mereka sedang jenuh.
Rasanya tanpa orang konyol dalam suatu hubungan persahabatan kayak ada yang kurang. Bagaikan sayur tanpa garam kalo orang bijak bilang.
Saat yang dinantikan pun telah tiba. Saat dimana Nabilla akan makan sepuasnya tanpa harus mengeluarkan uang sepeserpun.
Dengan semangat empat lima ia bangkit dari bangkunya dan segera menarik Amel dan Ridho untuk ke kantin
“Is time to mukbang!” seru Nabilla sambil menarik tangan Ridho dan Amel.
“Gue beresin buku dulu kali, Bill,” protes Amel.
“Lo nggak sabar banget sih. Kayak gak pernah makan aja,” tambah Ridho.
“Nabilla kalo udah menyangkut makanan pasti bakal girang banget dah, Dho.” Niko mengingatkan kawanannya akan sifat Nabilla yang doyan makan.
“Kayak lo enggak aja.”
“Hehhh...iya juga sih,” jawab Niko cengegesan.
“Oh iya, dari tadi kok gue nggak liat Cindy, ya? Kemana tuh anak?” tanya Nabilla yang baru menyadari ketidakhadiran salah satu sahabatnya.
“Dia lagi izin. Katanya ada acara keluarga di Bandung,” jawab Amel.
“Pantes dari tadi Niko adem anyem aja,” sindir Nabilla dengan sudut mata melirik Niko.
“Ya iyalah, Bill. Hari ini mood gue lagi baik karena si Nenek Lampir nggak masuk plus dapat traktiran dari mereka berdua.”
“Dasar. Emang lo nggak rindu apa sama Cindy?” cibir Amel melihat gelagat songong Niko.
“Jangan rindu. Berat. Gue nggak akan sanggup. Biar dia saja.”
“Dilan versi apa nih?” tanya Ridho.
“Dilan versi kunyuk kali,” jawab Nabilla asal.
“Jadi makan nggak, sih? Melantur mulu deh dari tadi,” protes Niko tak sabaran karena mendebatkan hal yang sia–sia.
“Ya jadilah. Go!” jawab Nabilla dengan semangat.
Sayangnya, antusiasnya buyar karena Adit yang melihat Nabilla akan keluar kelas langsung memanggilnya.
“Bill,”
Nabilla yang mendengar panggilan Adit pun menoleh.
“Apaan? Mau ikut makan? Yaudah ayo!”
Adit pun menghampiri Nabilla yang sudah berada diambang pintu.
“Gue mau ngomong sama elo,”
“Lah ini udah ngomong,”
“Gue serius.”
Nabilla yang melihat wajah Adit yang begitu serius lantas mengalihkan tatapan pada sahaabatnya dan menyuruh mereka untuk ke kantin duluan. Nabilla bisa menyusul setelah berbincang dengan Adit nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friendzone [Sudah Terbit]
Teen Fiction"Sebelas tahun bersahabat, yang membuatku nyaman dan berujung pada cinta. Ya, aku mencintaimu, tapi tak ku ungkapkan karena takut kehilanganmu. Aku takut kamu menjauh, dan tak mau berhubungan denganku bahkan walau hanya sekedar bersahabat." Nabilla...