Your Happines 11

401 53 20
                                    

"aku tidak mau menikah dengan raffa pah.!" pekik chika ketika ardi yang dengan santainya mengatakan pernikahan chika dan raffa akan dilangsungkan bulan depan.

"kamu tidak bisa mundur lagi chika, kamu sendiri yang sudah menerima lamaran raffa." ucap ardi dengan tatapan datarnya.

"nggak, chika memang menerima lamaran raffa. Tapi kita sudah sepakat bahwa kami akan bertunangan dulu." tegas Chika dengan penuh kemarahan. 

Ardi hanya bersikap acuh pada chika, ia memang memberikan chika kebebasan dalam mengambil keputusan seorang diri.  Namun menurut ardi jika sudah menyangkut pasangan untuk chika ardi harus turun tangan, ia tidak mungkin membiarkan chika kembali jatuh dalam dekapan putra.

"papah tidak mau tau.! Papah sudah sering mendengar dan menuruti kamu. Jadi sekarang bersikaplah baik,dan menurut pada papah."

Merasa sudah tak ada harapan jika terus berbicara dengan sang ayah, chika memutuskan untuk meninggalkan ruang keluarga dengan cepat. 

Chika memasuki kamarnya, dibantingnya pintu itu dengan kencang tanpa memperdulikan keterkejutan tari yang sedang di kamar raka. 

"ahhh...!" teriak chika sambil membuang semua peralatan make-up yang tadinya tertata rapih di atas meja riasnya. dan semua itu kini sudah berserakan entah dimana karena kemarahan chika.

Chika benar-benar kalut saat ini, ia ingin kembali berteriak namun entah mengapa suaranya terasa tercekat di tenggorokan nya. 

Chika menangis dalam diamnya, bahkan tubuh kecilnya kini sudah melorot dan terduduk diatas lantai kamarnya. 

"aku mencintai kamu mas." lirih chika menenggelamkan wajahnya di atas kaki yang sudah ia tekuk. 

Punggung chika bergetar hebat, tak ada suara tangisan yang memilukan.  Namun jika orang yang melihat kondisi chika saat ini pasti akan merasa iba kepadanya.
Karena kata orang, menangis tanpa suara itu sakit nya sungguh luar biasa dibanding dengan orang yang bisa menangis sambil meraung-raung. 

Tari yang mengintip chika dari balik pintu kamar putrinya itu hanya bisa menitikan air matanya. Ia seakan bisa merasakan kesakitan yang dirasakan oleh putrinya, namun ia tak bisa berbuat apapun. Bahkan untuk memeluk chika pun tari tak berani, karena ia yakin chika pasti akan menolak nya. 

***

Pengobatan putra sudah mulai berjalan, putra memang sudah harus menjalankan pencangkokan ginjal karena kedua ginjal nya sudah sangat rusak dan tidak bisa berfungsi sebagaiman mestinya. 

Kania sengaja berhenti dari yayasan chika, namun ia berhenti bukan karna marah pada chika.
Kania sengaja melakukan itu karena saat ini kania ingin merawat putra dengan intensif, bahkan kania pun sudah mulai sibuk untuk mencarikan pendonor ginjal untuk putra. 

Seperti pagi ini, kania menemani putra menuju rumah sakit kepercayaan putra dan juga rumah sakit dimana kania bekerja. 

Hari ini adalah jadwal dimana putra harus melakukan cuci darah, dalam seminggu memang putra dianjurkan untuk melakukan cuci darah sebelum putra menemukan pendonor ginjal untuk menggantikan ginjalnya yang sudah rusak. 

Putra memasuki ruangan yang sudah beberapa kali ia tempati untuk cuci darah, bahkan putra juga meminta kania mengatur tempat tidur di rumah sakit senyaman mungkin agar Ia bisa rilex dalam menjalani proses cuci darah yang akan memakan waktu sampai 4 jam, bukan waktu yang singkat tentunya. 

Para suster yang memang sudah mulai mengenal putra mulai mempersiapkan peralatan untuk proses cuci darah yang akan dilakukan oleh putra.

Sang suster pun mulai memasangkan selang ketangan kanan putra, awalnya memang putra sempat merasa takut menjalani cuci darah ini. Namun setelah beberapa kali putra terlihat mulai bisa beradaptasi dan membuat dirinya senyaman mungkin. 

Your HappinesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang