Your Happines 29

484 64 12
                                    

Chika berdiri mematung saat melihat sosok kania dan clavin yang berdiri dihadapannya saat ini. kedua pasangan itu berdiri dengan wajah datar, bahkan chika bisa merasakan aura kemarahan dari raut wajah kania. 

"kania, ayo silahkan masuk." ajak chika membuka lebar pintu utama rumahnya. Tak ada pergerakan dari kania maupun clavin dan tentu hal itu semakin membuat chika salah tingkah. 

"langsung aja ya mbak." ucap kania dengan nada ketusnya. Chika semakin memperdalam kerutan di dahinya pasalnya ia baru mendengar kania berbicara dengan nada ketus kepadanya. "sebenarnya aku tidak mau ikut campur dalam masalah hubungan mbak dan mas putra." kania sejenak memberi jeda dalam ucapannya. Ia menunggu reaksi chika terlebih dahulu, dan merasa chika tidak akan merespon apapun barulah kania melanjutkan ucapannya. 

"tapi mbak, aku benar-benar gemas dengan hubungan kalian berdua. Kalian itu saling mencintai, tapi kalian berdua juga membangun tembok yang tinggi dalam hubungan kalian. Dan jika seperti itu kapan cinta kalian akan bersama? Apa kalian akan terus menyakiti satu sama lain?" tanya kania penuh emosi. Ia sudah tidak memikirkan bagaimana respon chika atas semua ucapannya yang memang terkesan kasar. Tapi bagi kania putra dan chika harus di perlakukan seperti itu agar keduanya sadar dan bisa membuka mata bahwa kedua nya masih saling mencintai. Dan cinta keduanya pantas untuk bersama. 

"mbak pikirkan perasaan mas putra. Selama empat tahun mas putra hidup dalam rasa bersalahnya pada mbak. Dan bahkan sampai saat ini ia tidak mau menggantikan posisi mbak dengan wanita lain manapun karena rasa sayang nya yang teramat dalam pada mbak. Dan setelah semua kesetiannya itu apa mbak masih mau mengecewakan mas putra?  Jika ya, itu artinya mbak tidak adil pada mas putra.!" ujar kania tetap dengan penuh penenkanan disetiap katanya. 

Dan setelah mengatakan itu kania menarik tangan clavin dan bergegas pergi dari hadapan chika. 
Chika hanya mampu terdiam di tempatnya sambil menatap nanar sosok kania yang sudah masuk ke dalam mobilnya.

Semua perkataan kania terekam jelas di pikiran chika, dan seakan perkataan itu menampar diri chika dengan sangat kerasnya hingga rasanya dada chika terasa sangat sesak. Ia menarik nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya secara kasar. 

Butiran bening itu pun mulai mengalir dari matanya, dan itu adalah bukti nyata bagaimana chika juga merasa sangat bersalah pada putra. 

Ya, apa yang dikatakan kania adalah benar. Bahwa chika memang tidak adil pada perasaan keduanya, perasaan yang seharusnya bisa saling mengisi satu sama lain namun terpaksa harus di pisahkan oleh keegoisan nya semata. 

"maafkan aku mas." lirih chika menyeka air matanya yang terus saja mengalir. 

***

Putra menjatuhkan tubuhnya diatas sofa yang ada di dalam ruang kerjanya. Rasa lelah mulai mendera dirinya karena seharian ini jadwalnya begitu padat. Pria tampan tersebut terlihat memejamkan matanya sambil memijat keningnya yang terasa penat. 
Sudah satu minggu semenjak ia pulang dari london putra semakin menyibukkan dirinya di kantor. Ia akan selalu pergi pagi-pagi buta dan pulang setelah larut malam. Itulah aktifitas nya setiap hari, bahkan si kecil raya pun sempat mengeluh padanya dan mendiamkan putra selama dua hari tanpa mau bicara apapun pada ayahnya itu sama sekali. 
Telepon dikantornya sudah beberapa kali berbunyi namun putra sama sekali tidak berminat untuk mengangkatnya. 

Ia masih bertahan dalam posisi nya dan semakin memejamkan matanya semakin erat. 

Kembali telepon diruangannya berbunyi dan hal itu benar-benar sangat mengganggunya. Secepat kilat putra berdiri dari posisinya dan meraih gagang telepon dengan kasarnya.

"ada apa.?!" bentak putra dengan kerasnya.

Orang yang berada di sebrang telepon sana bergidik ngeri mendengar bentakan putra yang begitu nyaring. 

Your HappinesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang