Membantu?

27.6K 2K 26
                                    

Hari ini, Anet tak mendapat banyak gangguan dari Bian, bosnya itu pergi entah kemana sejak jam 2 tadi. Anet hanya bisa menebak bahwa Bian mungkin sedang menemui kekasih laki-lakinya, dari percakapan di telepon semalam, Bian sudah berjanji pada kekasihnya itu untuk menemuinya hari ini.

Anet merasa kesal karena Bian tak sembuh-sembuh juga, padahal ia sudah mencoba menyadarkan Bian dengan segala rayuannya. Anet meletakkan piring dengan keras ketika ia teringat akan Bian yang gay, populasi laki-laki normal akan semakin menurun jika begini.

"Kenapa? Kamu ada masalah?" tanya Ferdi ketika melihat wajah kesal Anet. Anet menggeleng pada Ferdi, lelaki itu dari kemarin begitu baik padanya. Ia membantu Anet untuk beradaptasi dengan para karyawan lain.

"Tidak ada, aku hanya kesal, temanku tidak sembuh-sembuh juga, sebenarnya apa enaknya adu pedang?"

"Adu pedang? Apa maksudmu?" tanya Ferdi, tak mengerti dengan ucapan Anet. Ia menduga bahwa mungkin teman Anet adalah seorang atlet hanggar atau samurai, tapi Ferdi tidak terlalu yakin dengan dugaannya itu.

"Masa kamu tidak tahu adu pedang? Temanku gay, itu berarti kan mereka adu pedang," ujar Anet tanpa malu, wajah Ferdi menunjukkan ekspresi ngeri dan tidak nyaman. Ia ngeri membayangkan teman Anet sekaligus tidak nyaman karena wanita di hadapannya ini berbicara tanpa filter.

Dua hari mengenal Anet dan Ferdi sudah bisa mengenali beberapa sifat wanita itu, salah satunya yang paling menonjol adalah Anet kalau sudah bicara pasti blak-blakan dan tanpa filter. Entah Anet yang terlalu polos atau bagaimana.

"Ya sudah, aku kembali bekerja dulu." Anet mengangguk, ia kembali mencuci piring setelah Ferdi pergi. Di dalam hatinya Anet masih mengomel mengenai Bian, Anet bergidik membayangkan saat ini Bian sedang bermesraan dengan seseorang yang memiliki jenis kelamin sama.

Kadang Anet masih dihantui oleh bayangan Bian yang berciuman dengan kekasihnya ketika di mall, Anet tak tahu kenapa hal itu begitu mengganggunya, padahal biasanya ia tak akan sepeduli ini dengan hubungan orang. Sahabtanya gonta-ganti pacar saja Anet tak peduli, ia pernah menonton film mengenai seorang yang gay pun ia juga tidak terlalu peduli.

"Jadi, kamu punya hubungan apa dengan Pak Bian?" Lili—salah seorang karyawan di restoran itu bertanya pada Anet, saat ini mereka sudah bersiap untuk pulang, Bian tidak datang juga meskipun restoran sudah mau tutup. Anet menghembuskan napasnya kasar, seharian ini moodnya benar-benar buruk akibat otaknya selalu membayangkan apa yang dilakukan Bian dengan kekasih gaynya.

Mereka berpelukan...

Berciuman....

Saling menyentuh...

"Ewww, aku tidak boleh membayangkan hal itu." Lili menatap Anet dengan heran, pertanyaannya masih belum dijawab oleh Anet, Lili menunggu Anet untuk tersadar dari apapun yang saat ini mengganggu pikirannya. Lili penasaran juga dengan apa yang Anet pikirkan, kenapa Anet memasang wajah jijik seperti itu?

"Anet, kamu kenapa?" tanya Lili sekali lagi. Anet menoleh ketika seseorang menepuk pundaknya.

"Eh, hai Lili, maaf aku sedang membayangkan perkawinan antara dua kucing jantan." Lili memaksakan senyumnya, ia tidak tahu apa yang Anet bicarakan dan bagaimana merespon ucapan aneh itu.

"Eh, jadi ada hubungan apa kamu dengan Pak Bian? Aku lihat kalian cukup dekat. Aku tahu Pak Bian sering memarahimu tapi ia biasanya tidak terlalu banyak bicara seperti saat ia denganmu." Anet menyimpulkan bahwa Lili adalah salah satu golongan makhluk kepo.

"Dia teman kakak iparku, menyebalkan sekali kan dia? Aku salah sedikit saja sudah disembur, dua hari di sini dan telingaku langsung berdengung." Mulut Lili membentuk huruf O.

Seducing Mr. GayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang