Bi?

31.3K 2K 45
                                    

"Memangnya, Om bisa mencium wanita? Bukannya Om gay?"

"Kalau aku gay, kenapa aku memiliki seorang kekasih perempuan?" Anet memikirkan perkataan Bian, benar juga apa yang dikatakannya. Tapi mungkin saja Mira hanyalah sebuah tameng supaya orang-orang berpikir bahwa Bian itu normal.

"Om hanya memanfaatkannya untuk menutupi orientasi seksual Om yang menyeleweng itu kan? Om memang jahat memainkan hati perempuan."

"Kamu tidak tahu apa-apa mengenai hidupku. Sekarang pulang, ini sudah malam." Anet melipat tangannya di depan dada, ia masih tidak mau menyerah untuk mengetahui jawaban dari Bian. Ada sesuatu yang disembunyikan Bian dan Anet ingin mengetahuinya. Anet tahu itu semua bukan urusannya, tapi Bian membuatnya penasaran.

Kenapa Bian memiliki dua orang kekasih? Kenapa Bian begitu tega mempermainkan hati Mira? Apa Bian seorang gay atau bi? Begitu banyak pertanyaan di kepala Anet, tapi Bian sama sekali tak memiliki niat untuk menjawab semua rasa penasaran Anet.

"Jadi aku harus pulang? Om tidak jadi menciumku?" Bian menggertakkan giginya, pasti ada yang salah dengan otak wanita ini. Wanita normal pasti akan takut jika ada lelaki yang mau menciumnya secara tiba-tiba. Bian menatap Anet tajam, wanita ini membuatnya geram dan kesal sendiri.

"Pulang, sebelum ayahmu mencarimu." Anet mengangkat bahunya, sepertinya, ia tak akan mendapat informasi apa-apa dari Bian.

Bian menarik napas panjang, seharian ini ia begitu lelah—mengawasi Anet, Chris yang protes karena ia membatalkan janji mereka dan juga Mira... Hiudpnya sudah semrawut sebelum adanya Anet, kini ditambah dengan wanita gila itu, maka hidupnya lebih ruwet lagi. Bian melihat Anet yang melambaikan tangannya sebelum mengendarai motornya.

Bian tak membalas lambaian tangan Anet, hanya matanya tak lepas dari wanita yang semakin menjauh itu.

********

"Ayah aku tidak mau kerja lagi, capek..." Ayahnya tidak menyerah untuk membangunkan Anet, ia terus mengetuk kamar Anet dan memanggil nama putrinya berulang kali. Anet menutup wajahnya dengan selimut, ia malas untuk berangkat kerja. Ia yakin Bian akan menyiksanya lagi.

"Anet, cepat bangun, jangan menyerah seperti ini, kalau kamu lulus nanti memangnya kamu tidak kerja? Anggap saja ini latihan." Anet menyingkirkan selimutnya dan duduk di tepi ranjang. Rasanya begitu berat untuk melangkahkan kaki ke kamar mandi saja. Anet melihat jam yang tergantung di dinding, 08:30. Restoran Bian buka jam 10 jadi ia masih memiliki banyak waktu.

"Iya, aku sudah mau mandi, Ayah," ujar Anet ketika ayahnya kembali memanggil namanya. Anet melihat kasur dan selimutnya, andai ia bisa tidur seharian, pasti Anet akan bahagia sekali. Anet memaksa dirinya untuk meninggalkan tempat tidur kesayangannya. Bian akan mengomel lagi jika ia telat, mungkin juga Bian akan menghukumnya seperti kemarin.

Anet mencuci wajahnya dan melihat pantulan wajahnya di cermin, ia menyentuh jerawat yang sejak dua hari lalu menghuni jidatnya. Benda kecil itu sangat menganggu pemandangan dan Anet tak tahu bagaimana cara menghilangkannya, pada akhirnya Anet hanya bisa berpasrah menunggu jerawat itu pergi dari wajahnya.

"Anet cepat mandinya, temanmu sudah menunggu di bawah." Anet mempercepat mandinya, ia tak tahu siapa yang sedang menunggunya, mungkin saja Emi atau mungkin juga temannya yang lain.

Saat Anet sudah berganti baju dan menyiapkan tasnya, ia segera turun ke bawah untuk melihat teman yang sedang menunggunya, sayangnya ia dibuat kecewa dengan siapa yang dia lihat. Jim duduk di ruang tamu dan tersenyum ketika melihat Anet. Anet memasang wajah kesalnya, ia merasa sudah tak memiliki urusan apapun dengan Jim. Tapi pria itu nampaknya belum menyerah juga untuk membujuk Anet kembali menjadi kekasihnya.

Seducing Mr. GayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang