A day with Jim

21.8K 1.8K 40
                                    

aq gk ngerti kalian pada komen apa di part kemarin. Jadinya kayak orang stres pas baca ketawa doang tapi gak ngerti ngetawain apa.

Btw, happy reading! semoga gak bosen dpt notif cerita ini terus.

*******

Pagi-pagi Anet sudah diganggu dengan teriakan ayahnya yang memanggilnya supaya cepat bangun. Anet ingin terus tidur, tapi sang ayah yang tak kalah keras kepala itu mengetuk pintu kamarnya dengan keras.

"Anet, ada Jim di bawah."

Anet melihat jam yang berada di atas nakas di samping tempat tidurnya, masih jam 7 pagi. Anet terduduk dengan mata yang masih enggan untuk terbuka. Perkataan ayahnya membuatnya semakin malas untuk bangun. Anet malas bertemu dengan Jim.

"Anet sudah bangun, Yah," ucap Anet dengan suara yang cukup keras sehingga ayahnya yang berada di balik pintu bisa mendengarnya dan berhenti untuk mengetuk pintu kamarnya.

Anet memaksakan kakinya untuk melangkah menuju kamar mandi. Semakin cepat ia menemui Jim maka semakin cepat ia bisa kembali ke tempat tidurnya. Anet masih ingin bermalas-malasan. Besok ia sudah harus beraktivitas kembali sebagai mahasiswa.

Sesudah melakukan aktivitasnya di kamar mandi dan berganti pakaian, Anet segera turun ke bawah. Senyum manis Jim menyambutnya ketika ia baru tiba di ruang tamu.

"Selamat pagi, Anet. Aku merindukanmu."

"Pagi," jawab Anet singkat. Kekecewaan terlihat di wajah Jim, Jim mengharapkan Anet untuk membalas pernyataan rindunya. Mendapatkan wanita ini memang tak mudah dan Jim tak akan menyerah begitu saja. Jim tak akan membiarkan dirinya kalah dari seorang om-om.

"Anet, aku punya sesuatu untukmu."

Anet memperhatikan sesuatu yang sedang berada di samping Jim. Dua buah paper bag dengan brand fashion terkenal itu pasti akan menarik perhatian para wanita. Tak terkecuali Anet. Meskipun dirinya tak peduli dengan penampilan tapi bersahabat dengan Elma membuat Anet mengerti akan beberapa merk fashion terkenal dan harga yang mereka banderol untuk setiap produknya.

Jim memindahkan paper bag itu ke atas meja.

"Ini untukmu."

Meskipun Anet tergoda dengan barang branded itu tapi ia tak mau mengambil keuntungan dari Jim. Jika Anet tak menyukai orangnya seharusnya ia juga tak menerima barang pemberiannya. Anet tak mau menumbuhkan harapan palsu pada Jim. Anet tidak sekejam itu.

"Maaf Jim, tapi aku tidak bisa menerimanya. Aku tidak tahu apa yang ada di dalamnya tapi dari logonya aku tahu ini tidaklah murah. Jangan menghamburkan uangmu untukku, tidak ada gunanya," ucap Anet. Coba jika yang memberikan barang-barang seperti ini adalah Bian, maka Anet dengan senang hati akan menerimanya. Sayang sekali justru Jim lah yang lebih perhatian.

"Itu baju dan sepatu, aku sudah susah mengumpulkan uang untuk membelinya. Masa kamu menolaknya begitu saja." Sekarang Anet semakin penasaran dengan isinya. Sepatu apa yang Jim beli? Anet mau mengintipnya tapi hanya kelihatan boxnya saja.

"Bukan high heels kok, hanya flat shoes. Terima ya?" Dan sekarang Anet dilema. Kalau high heels ia bisa menolaknya dengan mudah bahkan ia bisa melemparnya seenaknya.

"Jim, aku tidak bisa menerimanya. Jangan membujukku lagi atau aku akan mengusirmu." Anet membulatkan tekad bahwa ia harus menolak pemberian itu. Menerima sama dengan memberi harapan dan saat ini dirinya sudah berpacaran dengan Bian. Anet tipikal orang setia yang tidak akan membiarkan celah untuk lelaki lain mendekatinya. Biarlah dia rela sepatu dan baju branded menghilang, meskipun itu semua termasuk ujian berat. Bian seharusnya bersyukur mendapatkan wanita sesetia Anet. Anet saja bangga dengan dirinya sendiri.

Seducing Mr. GayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang