Happy reading!
******
Bian memperhatikan Anet yang sedang berbicara dengan Lili—salah satu karyawannya. Wanita itu seharian ini belum membuat masalah, dia datang tepat waktu, tidak membantah perintah Bian dan yang lebih parah, Anet sama sekali tak berbicara padanya.
Saat Anet tiba, Bian hanya mendapat anggukan darinya. Setelah itu tanpa Bian suruh, Anet sudah mengambil lap dan membersihkan meja serta kursi—membantu karyawan yang lain untuk bersiap-siap membuka restoran. Bian tak bisa menegur Anet karena wanita itu sedari tadi tak berhenti bekerja. Kalaupun Anet sedang beristirahat, ia lebih memilih untuk mengobrol dengan karyawan lain daripada berbicara dengan Bian. Dan hal itu entah kenapa membuat Bian kesal sendiri.
"Anet, kerja yang benar, jangan mengobrol terus."
Tanpa membantah, Anet meninggalkan Lili untuk kembali ke dapur. Ia tidak melirik Bian sama sekali dan hal itu mengganggu Bian.
"Kamu tidak bisa bicara? Apa susahnya menjawab 'iya, Pak'?" Bian mengulum senyum ketika melihat Anet mengepalkan tangannya, ia sudah berhasil memancing emosi Anet, ia yakin sebentar lagi wanita itu pasti akan berbicara dan mengomel seperti biasanya.
"Iya, Pak," ujar Anet patuh. Tak ada kalimat apapun yang keluar dari mulut Anet setelah itu. Anet menyibukkan diri dengan membantu para koki memasak. Ia tak menghiraukan Bian yang terus menatapnya keheranan.
Bian memikirkan berbagai alasan kenapa Anet tiba-tiba berubah menjadi pendiam dan mengabaikannya seharian ini. Mungkin Anet sedang ada masalah dengan kekasihnya, mungkin dia sedang PMS atau mungkin Anet sedang berlatih untuk menjadi seorang wanita yang anggun dan pendiam. Bian teringat akan kejadian semalam ketika ia mengantar Anet pulang. Saat itu, Anet memang marah padanya karena berniat memutuskan Mira. 'Apa itu alasan kenapa Anet mendiamkannya?' Batin Bian.
Bian heran apa dasar Anet marah padanya, Anet tidak mengenal Mira secara dekat, seharusnya Anet tak perlu marah seperti ini. Terserah Bian kalau dia mau memutuskan Mira atau Chris, Anet tak perlu ikut campur dan marah padanya. Kemarahan Anet mengganggunya, dia tidak nyaman diabaikan seperti ini.
Bian akan menunggu saat para karyawannya sudah pulang untuk bertanya pada Anet. Dia tidak mau ada yang berpikir macam-macam mengenai hubungannya dengan wanita pemarah itu.
Berkali-kali Bian melihat jam yang ada di tangannya, ia juga tidak tahu apa yang begitu menarik dengan jam itu hingga membuatnya terus memeriksanya setiap setengah jam sekali. Bian ingin menutup restorannya lebih awal hari ini, anggap saja ini sebagai hadiah untuk para karyawannya yang sudah bekerja dengan giat.
"Anet, tunggu sebentar, aku punya sesuatu untuk Ed, bisakah kamu mengirimkan barang itu padanya?" Anet mengerutkan keningnya, tapi kemudian ia mengangguk ketika melihat ekspresi serius Bian.
Anet menunggu Bian untuk mengambil barang yang ia maksud. Suasana restoran sudah sepi karena para karyawan langsung pulang setelah membereskan semuanya. Mereka begitu bahagia ketika Bian mengumumkan bahwa mereka akan tutup lebih cepat hari ini.
Anet mengetuk-ngetukkan jarinya, Bian lama sekali berada di ruangannya. Entah apa barang yang ingin diberikan oleh Bian. Semoga saja Bian tidak memberikan bunga pada Ed, Anet tak bisa membayangkan jika Bian jatuh cinta pada kakak iparnya itu. Mengerikan dan akan menjadi bencana besar dalam rumah tangga kakaknya.
"Kenapa kamu mengabaikanku seharian ini? Masih marah karena aku akan memutuskan Mira?" Anet memperhatikan Bian, tak ada benda apapun di tangannya dan itu berarti Anet hanya dibohongi. Bian sengaja menyuruhnya untuk menunggu supaya mereka bisa berbicara berdua.
"Dasar pembohong, aku pulang dulu." Bian mencekal tangan Anet, mencegahnya untuk pergi.
"Jawab pertanyaanku, kamu tidak punya hak untuk marah meskipun aku memutuskan Mira."
KAMU SEDANG MEMBACA
Seducing Mr. Gay
Romance'Gay sialan, aku sumpahin dia jatuh cinta pada wanita yang cerewet dan merepotkan!" Gk bs bkin deskripsi, mnding lngsung baca part 1 aja. Bukan cerita bxb