Ternyata...

16.3K 1.5K 99
                                    

Bian menahan diri sekuat tenaga supaya tangannya tak bergerak meraih ponsel yang tergelatak di meja. Jika benda itu berada di genggamannya maka jari Bian tanpa sadar pasti akan mencari kontak Anet dan menghubungi wanita membingungkan itu. Bian ingin mendesak Anet mengenai alasannya memutuskan hubungan mereka tapi harga diri Bian menghalanginya. Seharusnya dia tak perlu serindu ini. Anet hanyalah mantan kekasihnya. Wanita itu bahkan memutuskannya secara sepihak.

Bian mengambil kunci mobilnya dan memutuskan untuk jalan-jalan sebentar. Siapa tahu setelah jalan-jalan otaknya akan kembali waras dan tidak penuh dengan bayang-bayang Anet seperti ini.

Bian mengemudikan mobilnya menuju sebuah pusat perbelanjaan. Dia sedang tak ingin berbelanja, tapi situasi pusat perbelanjaan yang ramai mungkn bisa mengalihkan pikirannya. Bian melihat keadaan sekelilingnya, beberapa orang berlalu lalang dengan barang belanjaan di tangannya, sementara sebagian lainnya, hanya berjalan-jalan dan bergandengan tangan dengan pasangannya.

Bian merasa iri dengan apa yang dilihatnya. Jika Anet masih ada— Bian menggelengkan kepalanya. Dia jalan-jalan untuk menghilangkan kenangan mengenai Anet, bukan justru mengenangnya. Bian berusaha untuk tidak melihat ke arah orang-orang yang sedang pacaran itu.

Saat Bian berjalan-jalan dirinya tak sengaja melihat ke arah dua orang yang sangat dikenalnya. Bian terpaku di tempatnya ketika melihat dua orang itu saling berpergangan tangan lalu berciuman.

Bibir yang biasanya selalu mengucapkan kalimat frontal itu kini tengah berciuman dengan pria yang telah Bian anggap sebagai sahabatnya.

Tidak! Bian tidak percaya ini. Chris dan Anet tak mungkin menjalin hubungan.

"Anet! Chris!"

Bian membuka matanya lebar-lebar. Napasnya memburu. Bian melihat keadaan sekitarnya. Tidak ada orang berlalu lalang, tidak ada keramaian dan tentu saja tidak ada Anet ataupun Chris di sini. Bian mengusap wajahnya kasar.

Pintu kamar Bian terbuka. Anet datang dengan membawa segelas air dan obat untuk Bian.

"Om, sudah bangun? Om jangan sakit lagi ya? Ngerepotin tahu." Bian mengerutkan keningnya. Ia masih terbayang dengan mimpinya tadi.

"Anet, kita belum putus kan?"

Anet meletakkan minuman dan obat Bian di meja di samping tempat tidur. Ia berkacak pinggang di depan kekasihnya yang masih terlihat pucat itu.

"Oh jadi om mau putus? Tahu begini, Anet tidak mau merawat om."

Melihat Anet mengomel Bian justru tersenyum. Ternyata semuanya hanya mimpi. Anet masih berstatus sebagai kekasihnya dan wanita itu juga tidak berhubungan dengan Chris. Dalam hati Bian mengucapkan syukur berkali-kali.

"Sini peluk aku," ucap Bian sambil merentangkan tangannya.

Anet tetap menatap Bian dengan tajam. Mood nya memburuk akibat Bian menyebutkan kata putus seenaknya. Anet telah merawat Bian semalaman. Ia sampai berbohong pada ayahnya supaya bisa menemani Bian yang sedang sakit. Anet beralasan bahwa ia menginap di rumah Elma supaya ayahnya mengijinkannya.

"Pelukan saja dengan angin," ujar Anet ketus. Anet berbalik meninggalkan Bian. Ia sengaja menutup pintu dengan keras.

Bian menggelengkan kepalanya, tapi ia langsung mengernyit ketika merasakan sakit di kepalanya. Sekarang dia sudah ingat bagaimana dirinya bisa sakit seperti ini. Beberapa hari belakangan dirinya terlalu sibuk bekerja hingga tak memperhatikan kesehatannya sendiri. Kemarin ia menghubungi Anet dan memintanya untuk datang. Setelah Anet datang, ia justru merepotkan kekasihnya itu karena kepalanya pusing dan tubuhnya terasa semakin tidak nyaman.

Seducing Mr. GayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang