Happy Reading!
******
Anet memperhatikan kalender yang berada di atas nakas di samping tempat tidurnya. Kira-kira sepuluh hari lagi ia sudah kembali sibuk dengan kegiatannya sebagai mahasiswa. Kalau ditanya apakah Anet merindukan kampusnya? Jawabannya tidak sama sekali, lebih baik ia tiduran di rumah seharian atau kalau tidak begitu ia ingin berjalan-jalan sepuasnya. Tak ada tugas, tak ada dosen dan tak ada tumpukan buku serta makalah.
Anet membaringkan tubuhnya di kasur, ia malas untuk pergi bekerja. Bian beberapa hari ini mengomel terus, membuat telinga Anet berdengung dan gatal seketika. Anet tidak salah saja, Bian sudah marah-marah, apalagi jika ia membuat kesalahan, Bian sudah pasti akan mengomel tiada henti.
"Anet jangan ngobrol terus!"
"Anet kerjakan ini. Anet, kerjakan itu!"
"Anet kamu bisa kerja tidak?"
Anet sampai hapal dengan apa yang dikatakan Bian. Para karyawan pun was-was jika dekat dengan Bian, mereka takut jika mengalami nasib sama seperti Anet. Tak ada yang tahu apa yang membuat mood Bian begitu buruk akhir-akhir ini.
Kata Ferdi, Bian mirip dengan suami yang tak mendapat jatah selama berbulan-bulan. Menurut Anet Bian lebih mirip wanita PMS. Jika wanita PMS ada batas waktunya maka dengan Bian tidak begitu. Anet tak tahu kapan mood Bian akan kembali membaik.
"Anet, cepat pergi kerja nanti kamu telat." Anet menggerutu ketika mendengar suara ayahnya dari balik pintu. Anet harus bersabar 5 hari lagi dan ia bisa bebas dari semua omelan Bian. Ia tak perlu melihat wajah Bian apalagi mendengar perintah dan omelannya. Anet bebas sebentar lagi.
******
Bian terduduk di kursinya, matanya terus menatap ke pintu ruang kerjanya yang terbuat dari kayu. Tak ada yang istimewa dengan pintu itu, tapi Bian sedang harap-harap cemas menunggu seseorang untuk membuka pintu itu dan menemuinya. Itupun kalau wanita yang sedang ditunggunya mau melaksanakan perintahnya dan tidak membangkang seperti biasanya.
Bian sudah mengirimkan chat pada Anet, status chat itu juga sudah terbaca. Tapi jika menyangkut mengenai Anet tak ada yang bisa menjamin jika wanita itu akan melakukan apa yang Bian minta. Bian kembali melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Anet masih memiliki waktu 15 menit untuk menemuinya di sini.
Bian mencoba untuk berkonsentrasi dengan laporan penjualan yang berada di hadapannya. Deretan angka itu nampak begitu menjemukan dan tak bisa mengalihkan pikirannya dari wanita yang sejak beberapa minggu ini konsisten menghuni otaknya.
Bian melihat jam lagi, ia kemudian menggebrak meja dengan tangannya, tidak terlalu keras. Bian hanya butuh pelampiasan kekesalan yang telah menggunung dalam dirinya. Dia emosi dengan dirinya sendiri yang tak bisa menghapus wanita bar-bar itu dari otaknya. Bian sudah memikirkan semua sifat buruk Anet, berharap bahwa hal itu akan menumbuhkan sifat benci dalam dirinya. Tapi kenyataan berbanding terbalik dengan harapan, bukannya benci Bian kadang justru tersenyum sendiri mengingat tingkah konyol dan ekspresi kesal Anet. Bian sampai menganggap dirinya sedang terkena virus stres dari Ed.
Ed, sahabatnya itu selalu tersenyum jika menceritakan tentang keluarga kecilnya. Bian menganggapnya gila karena Ed mau saja disuruh ini itu oleh Alana. Jika Bian mengoloknya, Ed akan selalu bilang.
"Istriku minta aneh-aneh itu wajar, Alana sedang hamil makanya maunya macam-macam. Lagipula jika istriku bahagia aku juga akan dapat malam yang bahagia. Pertanyaannya, kapan kau akan menyusulku menikah?"
Kalimat itu selalu membuat wajah Bian berubah masam. Ia harus jawab apa memangnya, pacar saja Bian tak punya. Apalagi mencari wanita yang mau menerimanya apa adanya itu tak mudah. Masa lalunya bukanlah hal yang patut dibanggakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seducing Mr. Gay
Romance'Gay sialan, aku sumpahin dia jatuh cinta pada wanita yang cerewet dan merepotkan!" Gk bs bkin deskripsi, mnding lngsung baca part 1 aja. Bukan cerita bxb