"Apa?! Anet kamu menciumnya? Bagaimana bisa kalian berdua—"
"Jangan dengarkan perkataannya, aku ganti baju dulu lalu kita bisa pergi, oke?" ucap Anet pada Jim yang masih shock dengan apa yang didengarnya. Dalam hati, Anet sudah menyumpah serapah. Mulut Bian ternyata tak bisa dikontrol. Anet tak mengerti apa alasan Bian mengatakan hal itu pada Jim. Apalagi Bian mengatakannya dengan begitu bangga. Kejadian kemarin adalah kesalahan, Anet menyesali apa yang diperbuatnya kemarin.
"Lama," ucap Bian sebelum mengangkat tubuh Anet dan meletakkannya di bahunya. Anet merasa dirinya diperlakukan seperti sekarung beras. Anet memukul punggung Bian, ia berteriak supaya Bian menurunkannya. Tapi segala rontaan, pukulan bahkan teriakan Anet dianggap angin lalu oleh Bian. Dia tak terganggu sedikitpun dengan usaha Anet untuk melepaskan diri.
Jim menghalangi jalan Bian, ia memang masih terkejut dengan apa yang disampaikan Bian tadi, tapi ia tak akan membiarkan Bian membawa Anet seperti ini. Anet memilih untuk bersamanya jadi yang seharusnya dialah yang memiliki hak untuk bersama Anet.
"Menyingkir atau aku remukkan tulangmu," ancam Bian. Dia sudah kesal karena Anet dan Jim sudah membuang waktunya. Sekarang, ia terlambat untuk menemui Bunda. Padahal ia sudah berjanji akan datang jam setengah sembilan. Kunjungan ke panti asuhan sudah menjadi rutinitasnya setiap satu bulan sekali. Dirinya ingin sedikit membantu mereka.
Seharusnya Bian tahu kalau Anet tak akan menuruti perintahnya dengan mudah. Semalam ia sudah memberitahu Anet bahwa ia ingin mengajak Anet ke suatu tempat. Tapi Anet dan sifat pembangkangnya membuat Bian harus mengumpulkan stok kesabaran karena ternyata Anet belum bersiap-siap sama sekali ketika Bian menjemputnya. Ditambah lagi dengan kedatangan Jim yang semakin membuatnya kesal.
"Om turunin!"
"Om kalau mau mendapatkan Anet bersaing sehat dong, jangan dengan cara paksa seperti ini," ucap Jim menghentikan langkah Bian yang akan membawa Anet.
Karena melihat Bian tak memiliki niat sama sekali untuk menurunkan Anet, maka Jim melayangkan pukulannya ke wajah Bian. Dia tak boleh takut dan terintimidasi dengan Bian. Ia tak akan membiarkan dirinya kalah dari seorang om-om.
Bian mendengus, meremehkan. Bian menangkis serangan Jim dengan tagan kirinya karena tangan kanannya masih memegangi kaki Anet yang berada di pundaknya. Anet pun sedari tadi tak berhenti memukul punggung bahkan pantat Bian.
"Anet berhenti memukuli pantatku atau aku akan memukul punyamu."
"Om turunkan aku!" Bian mememukul wajah Jim dengan keras, ia sudah tak memiliki waktu untuk bermain-main. Punggungnya terasa sakit gara-gara Anet yang tak berhenti memukulnya.
Pukulan Bian tepat mengenai hidung Jim hingga membuat Jim langsung memegang hidungnya yang berdenyut. Bian memukulnya dengan keras, memanfaatkan otot bisepnya yang selalu ia latih di gym setiap satu minggu sekali. Tak hanya di gym, Bian kadang juga berolahraga di rumahnya. Baginya olahraga adalah salah satu cara untuk melampiaskan kemarahannya pada jalan hidup yang kadang tak sesuai dengan keinginan.
Bian membawa tubuh Anet menuju mobilnya. Ia akan memukul Jim lagi jika dia menghalangi langkahnya. Hidup selama 29 tahun mengajarkannya bahwa kadang kita harus melakukan cara paksa untuk mendapatkan apa yang kita inginkan.
"Om, mau membawaku kemana? Turunkan aku. Ini penculikan. Sudah gay, pemaksa, mulut tidak bisa dijaga. Om ngeselin, Om nyebelin!" Bian tak menjawab pertanyaan Anet, ia juga tidak menanggapi omelan wanita yang sedari tadi berada di pundaknya. Bian menurunkan tubuh Anet ketika mereka sudah sampai di dekat mobilnya.
"Diamlah, Anet, apa susahnya menurut?"
"Om, biarkan aku berganti pakaian dan mengunci pintu rumahku. Jika ada maling gara-gara aku lalai mengunci pintu, aku akan dihapus dari kartu keluarga. Om jangan seenaknya dong, kelakuan om lama-lama mirip Kak Ed. Aku tidak suka!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Seducing Mr. Gay
Romance'Gay sialan, aku sumpahin dia jatuh cinta pada wanita yang cerewet dan merepotkan!" Gk bs bkin deskripsi, mnding lngsung baca part 1 aja. Bukan cerita bxb