Om masih belok?

25.6K 2.1K 91
                                    

Bian memperhatikan para karyawannya yang bertugas di dapur. Mereka semua bekerja dengan cekatan menyiapkan makanan yang dipesan oleh para pelanggan. Bian merasa ada yang berbeda dari dapur ini. Biasanya ia akan mendengar gerutuan dari seseorang, kadang juga ia mendengar teriakan Ferdi karena kakinya diinjak oleh seseorang. Hari ini semua itu hilang, yang dapat terdengar oleh telinga Bian hanyalah suara alat dapur dan langkah kaki beberapa karyawannya.

Bian berbalik meninggalkan dapur. Ia berjalan menuju ruang kerjanya dan menghubungi Ed, sahabatnya.

"Ed, kamu memiliki apartemen yang tidak terpakai kan?" Tanya Bian bahkan sebelum Ed mengatakan halo.

"Ada apa? Apa kau mau membelinya?"

"Bukan aku. Chris sedang membutuhkan apartemen. Ia menginap di rumahku saat ini, aku tak mungkin menampungnya terlalu lama," jelas Bian. Bian mengetuk-ngetukkan jarinya di meja, ia mengerutkan kening ketika tak mendengar jawaban apapun dari Ed. Bian justru mendengar Ed yang mengumpat dengan suara keras.

"Sialan, kembalikan hpku!" Bian tak perlu bertanya-tanya terlalu lama untuk mengetahui siapa yang sedang bersama Ed. Karena saat itu juga, Bian mendengar suara yang tak mungkin dilupakannya.

"Tuhkan om belum berubah. Baru digantung sebentar, om sudah kumpul kebo dengan mantan. Om semalam ngapain aja dengan Chris? Jangan bilang kalau kalian main pedang-pedangan? Oh, aku tak boleh membayangkan dua pedang beradu." Siapa lagi wanita yang akan menggunakan bahasa frontal seperti itu jika Bukan Anet.

Bian memijit kepalanya, ia sudah pusing terlebih dulu sebelum mendengar omelan Anet yang mungkin bakal lebih panjang dari apa yang baru didengarnya tadi. Bian tak mendapat kesempatan untuk mnjelaskan karena Anet terus saja berbicara dengan nada tinggi.

"Untung aku tidak menerima om semalam. Kalau iya, pasti saat ini om sudah harus bersiap memesan sebuah kamar di rumah sakit. Katanya sudah sembuh tapi nyatanya om malah berduaan dan main anggar. Lelaki memang tidak bisa dipercaya."

Klik

Bian menatap ponsel yang berada di tangannya. Apes sekali dirinya menyukai wanita yang gampang salah paham seperti ini. Ia sudah mengira bahwa kaum wanita itu memang selalu merepotkan dan menyebalkan. Dan sayangnya, ia tak bisa mengendalikan ketertarikannya pada Anet yang notabene termasuk wanita paling aneh dan paling menyebalkan di dunia ini.

Sekarang, Bian memiliki masalah baru. Dia tidak hanya harus membantu Chris untuk menemukan tempat tinggal tapi ia juga harus membujuk Anet supaya mau mendengarkan penjelasannya. Bian memang bisa saja membiarkan Anet salah paham tapi ia juga sadar dirinya tak bisa melepaskan wanita itu begitu saja tanpa berjuang mendapatkannya. Apa yang ia mau harus ia dapatkan, itulah prinsip Bian selama ini dan ia terlanjur menginginkan Anet.

Bian kembali menghubungi nomor Ed. Kali ini bukan suara Anet yang ia dengar, tapi Ed.

"Cepat ke rumahku, Anet sedang mengomel tidak jelas. Telingaku tersiksa mendengar suaranya itu. Aku akan mengirim karangan bunga duka cita jika kalian resmi berpacaran. Aku turut berduka untukmu, Kawan." Dan telepon itu terputus begitu saja. Bian hanya bisa menahan kesal karena ulah Ed dan Anet.

Bian ingin pergi ke rumah Ed saat ini juga, tapi saat ia melihat betapa sibuknya para karyawannya bekerja, ia mengurungkan niat itu. Ia harus membantu mereka dulu. Maklum saja, saat ini adalah jam makan siang.

Tanpa ragu Bian bergabung dengan para karyawannya yang berada di dapur, ia membantu mereka menyiapkan pesanan yang terus berdatangan. Untuk sejenak Bian melupakan Anet dan masalah kecil mereka. Ia akan menyelesaikan semuanya nanti sekaligus meminta jawaban positif dari Anet. Bian tak akan menerima penolakan.

Seducing Mr. GayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang