"Aku menyayangimu."
Mulut Anet terbuka karena pernyataan Bian yang tiba-tiba. Menyayanginya?
"Om kenapa bilangnya sayang? Seharusnya cinta saja. Kan lebih romantis kedengarannya," protes Anet.
"Coba contohkan bagaimana caranya aku mengatakannya," ujar Bian.
"Begini... aku mencintaimu An—"
"I Love you too," sambar Bian sebelum Anet menyelesaikan kalimatnya. Anet mati-matian menahan senyumnya. Seharusnya dia kesal karena Bian menjebaknya dan memotong ucapannya, tapi bibirnya justru ingin tersenyum lebar karena mendengar Bian mengucapkan kata cinta.
Bian menaikkan alisnya ketika Anet hanya menatapnya tanpa berbicara apapun. Lalu tanpa diduga Anet menyerangnya dengan pelukan. Gara-gara serangan Anet, Bian hampir terjengkang ke belakang. Untung saja, ia berhasil menyeimbangkan tubuhnya dan tubuh Anet yang kini tengah memeluknya.
"Jadi aku tidak mendapat jawaban apa-apa?" tanya Bian. Ia membalas pelukan Anet, membiarkan kekasihnya itu merasakan kehangatan dari pelukannya. Tangan Bian bergerak naik turun di punggung wanita yang dicintainya.
Tak ada gunanya menyangkal perasaan. Bian sudah sering berpikir kenapa Anet tak mau hilang dari otaknya, kenapa dirinya selalu merindukan wanita kekanakan itu dan kenapa hatinya selalu panas tiap kali memikirkan Anet dengan laki-laki lain, semua pertanyannya itu hanya memiliki satu jawaban, jawaban yang selalu ia sangkal karena merasa dirinya tak mungkin mencintai wanita seperti Anet.
'Apa kamu mau meninggalkanku sama seperti mereka?' pertanyaan tadi kembali terputar di pikiran Bian, pertanyaan itu terlontar begitu saja tanpa diproses oleh otaknya. Pertanyaan itu menunjukkan bagaimana rapuhnya dia dan bagaimana dirinya tak ingin kehilangan Anet. Tanpa disadari Anet telah masuk terlalu jauh dalam hidupnya. Menjadi bagian dari hari-harinya.
Menerima Anet sebagai karyawannya terbukti menjadi salah satu keputusan yang tepat. Meskipun Bian harus bersabar menghadapi kelakuan Anet yang aneh dan seenaknya sendiri tapi pada akhirnya ia bisa menemukan wanita yang mungkin akan menjadi masa depannya.
"Ehm... Anet juga cinta sama, Om." Anet menatap Bian, perlahan semu merah menghiasi pipi dan wajah Anet. Merasakan wajahnya yang memanas akhirnya Anet menyembunyikan wajahnya di leher Bian.
Tubuh Bian berguncang karena tawa yang tak bisa ditahannya. Baru kali ini ia melihat Anet yang malu-malu seperti ini. Bian mempererat pelukannya ketika Anet ingin melepaskan diri.
"Om, jangan ketawa. Dosa!"
"Kamu kenapa malu-malu seperti itu? Aku kira kamu sudah tidak punya urat malu." Anet memukul bahu Bian dan melepaskan diri darinya.
"Enak saja, Anet masih punya rasa malu, Om. Kalau tidak punya rasa malu, pasti Anet sudah telanjang sekarang."
Bian mengecup bibir Anet yang cemberut sebelum meraih remote dan mengganti channel tv. Pilihan Bian jatuh pada acara berita. Ia sedikit menaikkan volume tvnya. Bian menarik tangan Anet saat wanita itu ingin beranjak.
"Om, aku mau ambil hp dulu. Itu ada telepon." Bian melepaskan tangan Anet setelah mendengar alasannya. Fokus Bian kembali tertuju pada tv yang sedang menayangkan berita kriminal.
"Jim, aku tidak bisa bertemu denganmu. Aku tidak peduli jika kamu bertunangan atau menikah sekalipun." 5 menit kemudian Anet kembali ke sisi Bian. Ia menempelkan ponselnya ke telinga, mendengarkan Jim menjelaskan mengenai statusnya dan Resti.
Menurut Jim dia memang baru bertunangan dengan Resti tapi itu semua karena orang tuanya yang memaksa. Jim berkali-kali bilang kalau dia sama sekali tak memiliki perasaaan apapun pada Resti, hanya Anet yang ada di hatinya. Anet memutar matanya ketika mendengar Jim mengatakannya. Ia tidak peduli dengan semua itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seducing Mr. Gay
Romance'Gay sialan, aku sumpahin dia jatuh cinta pada wanita yang cerewet dan merepotkan!" Gk bs bkin deskripsi, mnding lngsung baca part 1 aja. Bukan cerita bxb