Begin...

96 6 6
                                    

Kimi tetap tidak melihat Aru. Ia tidak ingin melihat orang yang sudah menghancurkan kepercayaannya.
"Kimi-chan, lihat aku", dengan nada lembut Aru
"Apa?", nada ketus yang keluar dari mulut Kimi
"Kamu kenapa begitu dingin padaku? Okay, aku minta maaf kalau aku salah, tapi bisakah kamu tidak mendiami aku seperti ini?"
"Memang karakter aku seperti itu. Kalau tidak bisa maklumi, aku tidak apa"
"Sekarang, jelaskan padaku apa yang terjadi"
"Lepaskan aku, aku mau pergi"
"Tidak, aku tidak akan melepaskanmu walau sedetik. Aku butuh penjelasan"
"Penjelasan? Aku rasa cukup. Tidak ada yang perlu dijelaskan"
"Minggir sekarang juga atau aku..."
"Atau kamu akan mendiamiku??? Aku ga akan pernah nyerah sama kamu. Kamu ingat itu. Aku sayang sama kamu dan aku ga akan pernah menyerah dalam apapun itu"
"Permintaan aku ga banyak sama kamu"
"Apa?"
"Mendingan hubungan ini kita akhiri"
"Kenapa?"
"Lebih baik kita seperti dulu, bersahabat jauh lebih baik"
"Aku tau ini ada sangkut pautnya dengan Yuna"
"Jangan mengkaitkan dia ke masalah ini"

Sementara Yuna yang hendak menemui Kimi mendengar percakapan mereka di balik dinding.
"Aku sudah menyadari dari awal", kata Aru sembari menarik napasnya dalam - dalam
"Sekarang lepaskan aku. Aku ingin pergi. Sudah jelas semuanya"
"Aku akan tegaskan, walau kamu sudah menganggap semua berakhir tapi tidak dengan ku. Aku tidak akan menyerah sampai kapanpun. Ingat itu"
"Terserah"

Aru melonggarkan genggaman tangannya dan membiarkan Kimi pergi. Yuna yang mendengar juga sedih dan berniat pergi tapi tidak mungkin dia selancang itu pergi tanpa pamit. Tapi keadaan tidak kondusif. Dia memberanikan diri menemui Kimi.
"Kimi-chan"

Yang dipanggil mengeluarkan tatapan yang begitu mematikan.
"A...a..aku ingin pamit pulang, aku baru teringat ibuku berpesan agar aku pulang tidak terlalu sore. Ada yang harus kukerjakan. Aku pergi dulu, sayonara"
"..."

"Heh, aku hanya membuang - buang waktu membiarkan calon bangkai mayat itu lenyap"

Aru benar - benar hancur saat itu juga. Bagaimana bisa ia melepaskan orang yang ia cintai begitu saja. Walau dia sudah mengakhiri tapi tidak dengan Aru. Dia akan berusaha sekuat tenaga untuk bisa bersama Kimi walau mereka tidak bisa seperti dulu.
"Aku tidak boleh menyerah begitu saja"

~"~

Minggu pagi...
Aru berjalan ke taman yang biasanya dipakai untuknya menghabiskan waktu menenangkan pikiran ketika ada masalah. Ia membayangkan sosok imut Kimi, wanita yang paling dicintainya. Ia benar - benar tidak percaya dan merasa itu hanyalah mimpi belaka.

Yuna's POV
Apa aku yang menyebabkan semua ini terjadi??? Aku tidak pernah punya niat untuk merebut Aru darimu ( sambil memegang foto sahabatnya ). Aku selalu berusaha menjadi yang terbaik untukmu. Tapi kenapa tatapan mu begitu tajam dan sinis terhadap ku. Apa aku penyebab kalian selalu berantem??? Aku akui, aku salah. Aku sudah menjadi perusak dalam hubungan kalian. Apa sebaiknya aku menjauh tapi aku tidak bisa. Kalian sahabat aku yang aku punya. Aku tidak bisa rela untuk kehilangan kalian. Aku sayang kalian. Tapi jika ini yang terbaik...aku akan pergi. Sungguh, aku akan pergi tapi kenangan bersama kalian tidak akan aku lupa.

Author's POV
Pandangan Aru masih tertuju dengan danau yang dipenuhi teratai. Ia masih memikirkan hal yang terjadi.

"I found a love for me
Darling just dive right in
And follow my lead
Well I found a girl beautiful and sweet 
I never knew you were the someone waiting for me
'Cause we were just kids when we fell in love"

Ponselnya berbunyi berulang kali, tapi pemiliknya tetap bergeming. Ia merasa suasana hatinya kosong tak berwarna. Ia tetap tidak menyerah apapun itu. Laki - laki sejati tak pernah ingkar janji. Itu pesan dari ayahnya.

"Aku tidak boleh menyerah. Apapun yang terjadi aku harus kuat. Walau hubungan ini berakhir, itu bukan masalah. Aku masih bisa berteman atau bersahabat dengannya. Walau rasa sakit ini masih mendera, aku tetap tidak bisa melupakannya. Terlalu banyak kenangan yang dilewati. Jika memang ia milikku, dia pasti tak akan pernah ke mana - mana. Merpati tak pernah ingkar janji"

~"~

Kediaman Rumah Yamato
Aru begitu mengenaskan. Bagaimana bisa seorang Aru dengan pandangan kosong itu. Tidak biasanya ia seperti itu. Cowo cool dan terkenal friendly itu masih diam seribu bahasa.
"Oi, Aru-san"
"....."
"Oi"
"Oh, ha...ya?"
"Melamun saja. Ayo main video games. Gue baru saja membelinya"
"Ga, gue malas. Gue hanya mengantuk"
"Ayolah, jangan bohong. Gue tau, lo sedang ada masalah dengan Kimi kan ?"
"..."
"Sudah diduga"

Aru diam kembali. Ia mengunci rapat - rapat mulutnya seolah - olah takut kemasukan lalat atau nyamuk. Ia tidak mengeluarkan suara seolah - olah mengeluarkan suara sama dengan menelpon pakai pulsa, mahal.

"Gini ya, patah hati itu memang berat. Menyakitkan malah. Tapi bukannya lo bisa berteman atau bersahabat dengannya. Mungkin dia punya banyak masalah yang harus diselesaikan dan memutuskan hubungan sama elu tapi bukannya memutuskan tali pertemanan kan??? Ingat bro, merpati tidak pernah ingkar janji. Kalau dia milik elu, dia bakal kembali. Kalau elu jauhin, hindari, bahkan musuhin dia berarti lu belum dewasa, lu masih kayak anak - anak SD yang belum disunat. Lu kan udah dewasa, berpikirlah dewasa. Musuhan dengan mantan itu ga bagus. Lebih baik lu berteman atau bersahabat sama dia", kata Elga Yamato, laki - laki blasteran Australia-Jepang, sambil main video games

Aru mulai memilah kata demi kata yang dilontarkan sohibnya. Ia merasa mendapat pencerahan.
"Lo bener bro, ga seharusnya gue gini. Tapi kalau dia ga mau berteman atau bersahabat sama gue, gimana ?"
"Itu semua kembali sama dia. Kalau dianya ga mau temanan atau sahabatan sama elo, berarti dianya yang harus intropeksi diri"
"Iya...iya..gue ga bakal musuhin dia. Tali perteman itu lebih baik"
"Kalau lo masih patah hati, lo boleh jaga jarak tapi jangan jaga jarak kali. Ingat lo ga boleh musuhin dia, gimanapun juga dia udah tau lo gimana, dia tau karakter lo, dia tau rahasia yang pernah lo ceritakan, dia tau semua tentang lo. Masa iya sebodoh itu lo jauhin dia, cemen lo"

Aru menjitak dahi sohibnya.
"Gila lu, udah kayak motivator gue aja, tapi thanks bro. Gue mulai tercerahkan"
"Eleh, biasa aja kali. Ok bro. Semoga patah hati lo cepat sembuh biar bisa main video games bareng gue. Udah lama ga main sama lu. Kangen gue"
"Alah, lebay lu. Gue cabut dulu"
"Okay"

~"~

Kimi's POV
Aku harus mempersiapkan segalanya. Bermain di waktu libur memang lebih menyenangkan, punya waktu yang lama. Akhirnya setelah berbulan - bulan aku bisa kembali bermain. Owhh, my secret room, how are you today, i miss you. Hahaha. Aku senang sekali rasanya tidak sabar bisa bermain dengan mainanku kembali. Oh iya, di mana kunci itu. Hmmm...diletakkan di....lemari pernak - pernik. Yeay...aku menemukanmu bayi kecil.
Mendengar suara renyot tangga serasa ngilu tapi aku senang mendengar, semakin turun ke bawah, rasa semangat ini semakin menggelora. Aku benar - benar mencintai ruangan ini melebihi apapun itu. Aku merindukanmu istana kecilku.

Author's POV
Tawa Kimi semakin menggelegar, tapi ia tersenyum kecut melihat usus yang menghiasi dinding serta organ lainnya sudah mengerut dan bolong.
"Ya....ruangan ini sudah tidak indah lagi. Tapi aroma darah yang begitu menyerbak hidungku masih tercium dengan sangat menyenangkan. I feel free. Tapi tak apa, aku akan menggantikan semua hiasan usang ini dengan hiasan baru yang jauh lebih segar"

Kimi mulai merapikan seisi ruangan dan meletakkan mainan barunya di tempat - tempat yang ia ketahui dan tidak mudah dijangkau oleh siapapun. Ketika dia sudah mendapatkan yang baru dan sedang bermain, mainan itu tidak bisa menyerang kembali.

Author udah menyiapkan ide - ide yang akan ditumpahkan nih. Siap - siap ya readers.
Stay reading the readers 🤗
🔜



I'm hereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang