"Kayanya perang dunia ketiga bakal di mulai "
Dengan langkah lesu, Naya bersandar di tembok yang ada didekat gerbang. Meskipun Naya memohon sampai beribu kali, pasti Pak satpam tidak akan membuka pintu gerbang. Naya akui Pak satpam tidak salah, dia hanya menjalankan tugas yang sudah dipercayakan oleh pihak sekolah.
"Nay! Lu telat juga," seru seseorang yang membuat Naya langsung mendongak ke arah sumber suara.
"Kak Dafa!" serunya. Wajah Naya yang tadi agak terlihat risau, kini berubah dengan sedikit tenang. Iya, gimana tidak. Akhirnya dia ada teman. Meski nantinya akan di hukum juga, seengganya dia tidak di hukum sendiri, melainkan berdua dengan Dafa.
"Kok lu bisa telat?" tanya Dafa.
"Gue kesiangan," jawab Naya apa adanya. "Kalau lu kenapa telat?" tanya Naya balik.
"Gegara razia tuh yang diperempatan dekat SMA BAKTI MULIA jalanan jadi macet deh," jawab Dafa dengan kesal.
"Iya gue tadi juga ke jebak disana," timpal Naya yang juga tampak kesal.
Saking asyiknya mengobrol, Naya dan Dafa tak mendengar suara satpam yang sudah dari tadi memanggil mereka.
"Emm iya kenapa Pak?" tanya Naya, setelah mendengar sepintas namanya terpanggil. Iya sebelumnya Pak satpam bertanya nama kepada Naya untuk mengisi data siswa yang terlambat. Tapi kalau nama Dafa Bapak satpam sudah hapal lebih dulu tanpa harus bertanya lagi. Iya, siapa juga yang tidak kenal dengan Dafa. Mungkin satu sekolah pun juga sudah tahu dia.
"Kalian di suruh menghadap kepala sekolah di lapangan basket," ujarnya.
"Emang upacaranya udah kelar Pak?" kali ini Dafa ikut berbicara.
"Iya sudah selesai 5 menit yang lalu," jawabnya. "Ya sudah, kalian langsung ke lapangan aja," kata Pak satpam.
"Eh! Iya pak," jawab mereka bersamaan.
"Duh kita mau diapain nih kak?" tanya Naya yang terlihat panik. Mereka berjalan beriringan menuju lapangan.
"Paling disuruh hormat bendera," jawab Dafa santai. "Lu udah makan kan? Jangan sampe ntar lu malah pingsan lagi."
"Belum, gue belum makan."
"Hhmm ya udah, ntar biar gue yang bilang ke kepala sekolah deh," ujar Dafa.
Mereka berhenti setelah jarak mereka sudah tak jauh lagi dengan kepala sekolah.
"Sini kalian berdua!" perintah kepala sekolah saat melihat Naya dan Dafa yang baru saja datang.
Mereka pun langsung mendekat dengan lebih dekat lagi dari sebelumnya.
"Kalian berdua tahu kan hukuman bagi siswa yang terlambat mengikuti upacara!" kata kepala sekolah dengan suara lantang. Naya hanya menunduk dan tak berani menatap Pak Mulyono selaku kepala sekolah. "Ya udah tunggu apalagi!" lanjutnya.
"Bentar Pak, saya mau bicara," timpal Dafa.
"Kenapa lagi kamu!" ucapnya dengan geram.
"Naya belum makan pagi Pak. Saya harap Naya tidak di hukum, saya takut nanti dia pingsan. Biar saya saja yang nanggung hukumannya Pak," pinta Dafa.
Mendengar hal itu Naya langsung menoleh ke arah Dafa.
"Benar begitu Naya?" tanya Pak Mulyono.
"Emm..." Naya sedikit ragu untuk menjawabnya. "Emm iya Pak."
"Ya sudah, kalau gitu kamu sekarang boleh masuk ke kelas. Dan kamu Dafa, tetap disini menjalani hukuman kamu," ujarnya.
Kaki Naya sedikit berat melangkah meninggalkan Dafa disana. Saat sebelum kepergian Naya, mata mereka saling bertemu. Dafa hanya menebarkan senyum dan memberi kode agar Naya segera masuk ke kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Because Of You (End)
Teen FictionGue pernah suka sama lu, gue rasa itu bukan cinta tapi hanya sekedar suka