"Tanpa kita sadari rasa cemburu itu datang dengan sendirinya meski tak diucapkan oleh mulut"
Dafa berhenti dan mematikan mesin motornya tepat di depan Naya, dimana gadis itu sedang menunggu angkot di halte depan sekolah.
"Yuk gue antar pulang Nay," tawar Dafa.
"Ngga usah kak makasih," jawab Naya sambil tersenyum. Setelah acara bakti sosial ke panti asuhan 3 hari yang lalu, hubungan Dafa dan Naya sedikit membaik dari sebelumnya.
"Hhmm beneran nih ngga mau?" tanya Dafa sekali lagi. Naya hanya mengangguk kecil sambil tersenyum simpul.
Padahal Dafa sangat ingin mengantar Naya pulang, tapi dia tahu bahwa Naya adalah tipe orang yang tidak suka dipaksa.
"Ya udah kalau gitu gue balik duluan ya, hati-hati lu." Dafa kembali menghidupkan mesin motornya dan berlalu dari hadapan Naya.
Sekitar dua ratus meter setelah ia meninggalkan Naya. Ngga tahu kenapa perasaannya jadi tidak enak, dan ia memutuskan berbalik arah dan kembali menemui Naya.
Angkot yang sedari tadi ditunggu oleh Naya juga tak kunjung datang, ia pun beranjak dari duduknya. Sesekali ia melirik ke arah datangnya angkot, tapi tetap saja angkotnya belum ada.
Melihat Naya yang masih berada di tempat yang sama semenjak ia meninggalkan Naya tadi, membuat Dafa merasa sedikit lega atas keresahan yang menghampiri pikirannya itu. Dafa memarkirkan motornya yang tak jauh dari tempat Naya berdiri. Naya belum mengetahui kedatangan Dafa saat ini, karena sedari tadi dia selalu melihat jam yang ada di tangannya dan sesekali melirik ke arah datangnya angkot. Terik matahari yang sangat cerah siang itu, membuat Naya sesekali mengibas tangannya sekedar untuk menimbulkan udara.
Segerombolan orang datang tiba-tiba yang entah dari mana. Mereka berlarian mengejar segerombolan orang di depannya. Tawuran itu terjadi tak jauh dari tempat Naya berdiri. Mereka saling melemparkan batu, membuat suasana menjadi hiruk pikuk. Dafa berlari ke arah Naya berniat untuk melindungi Naya dari tawuran yang terjadi.
"Awas Nay!!!" teriak Dafa. Ia langsung memeluk Naya yang berniat untuk melindungi gadis itu. Setelah sudah tak terdengar lagi hiruk pikuk, perlahan Naya melepas pelukan dari Dafa. Sesaat suasana pun hening.
"Kakak ngga apa-apa?" tanya Naya akhirnya karena Dafa tak bersuara. Dafa hanya menggeleng sambil tersenyum.
"Ya allah kak ada darah." Gadis itu kaget saat melihat darah yang mengalir di pelipis Dafa.
Melihat tubuh Dafa jadi oleng, dengan spontan Naya menahan tubuh Dafa sebelum lelaki itu jatuh pingsan.
***
Wanita paruh baya itu berlari menuju kamar dimana Dafa di rawat. Meskipun dia sangat sibuk dengan pekerjaannya tetapi sebenarnya dia sangat sayang sama anaknya itu.
"Dafa mana?" tanya Rianti saat melihat Naya berdiri di depan kamar tempat Dafa di rawat.
"Ada di dalam Tan". Naya bisa langsung menebak kalau perempuan itu adalah ibunya Dafa, karena terlihat di wajahnya kalau wanita itu sangat panik dengan keadaan Dafa, dan juga muka mereka terlihat mirip.
Rianti langsung membuka gagang pintu dan masuk ke ruangan tempat anaknya itu di rawat.
"Pasti kamu bertengkar lagi kan?" tanya Rianti saat melihat anaknya itu sudah siuman.
"Mami bukannya nanyain keadaan aku kaya gimana, malah langsung nuduh aku yang macam-macam. Oh iya Naya mana?" tanya Dafa.
"Maksud kamu gadis yang di depan itu," tebak Rianti. Dafa langsung mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Because Of You (End)
Teen FictionGue pernah suka sama lu, gue rasa itu bukan cinta tapi hanya sekedar suka