45

1.4K 197 24
                                    

pembaca itu datang dan pergi. dulu rajin komen, sekarang udah hilang entah kemana. Cuma menyisakan jejak yang hanya bisa dihapus dengan tombol 'delete', bukan dengan jatuhan air hujan. 

i feel empty right now. can someone fill my heart? 

--

Yoonjung mendesah lega setelah panggilannya terangkat dan terdengar suara di seberang sana. "Appa, kau dimana?"

–"Maaf Yoonjung. Hari ini sepertinya ayah akan lembur. Sementara pergilah ke rumah nenekmu, tidur di sana malam ini."

Yoonjung menghela napas, kali ini karena kecewa. "Ada yang ingin kubicarakan padamu. Tapi kalau memang lembur ya sudah. Aku akan tidur sendiri saja malam ini."

–"Yakin berani tidur sendirian? Jangan, pergilah ke rumah nenekmu. Untuk malam ini saja. Besok akan ayah jemput paginya."

Yoonjung menggeleng, sambil menatap tangannya yang menggurat sampul buku hariannya dengan ujung kuku. "Ada banyak barang yang belum ku-packing, kalau dikerjakan besok akan melelahkan lusanya."

"Ah, baiklah kalau begitu. Pokoknya jangan lupa matikan kompor sebelum tidur, kunci dulu semua pintu, tutup semua jendela dan pastikan ponselmu tidak dalam keadaan mati, arasseo? Hubungi ayah kalau terjadi sesuatu."

"Hm, akan kuingat dengan baik. Ayah juga, jangan banyak minum kopi, setiap dua puluh menit sekali jangan lupa tinggalkan meja kerja sebentar, kalau sudah benar-benar mengantuk langsung tidur. Besok aku akan memasak sarapan spesial untukmu, jadi jangan sarapan diluar, Ayah mengerti?"

Terdengar kekehan Yoongi di seberang sana yang membuat Yoonjung makin menyalahkan dirinya sendiri.

"Mengerti, Sayang. Jangan tidur malam-malam, ya? Ayah tutup dulu, Princess. Bye~"

Yoonjung membuat suara kecupan sebelum mengakhiri panggilan. Ia menghela panjang, menaruh ponselnya tepat di bawah lampu meja belajar, lantas menjatuhkan dahinya di atas buku harian.

"Appa pasti overworking karenaku ... aish! Yoonjung bodoh! Kau sendiri yang mengenalkannya pada Sena, dan kau jugalah yang berniat memisahkannya dari Sena. Persetan dengan Jimin, Yoonjung. Kau bahkan tidak mungkin bersamanya ... tidak mungkin ... tidak akan pernah mungkin! Persetan dengan Jimin. Ayahmu jauh lebih penting dari apa pun.... hiks...."

Perlahan sesegukan terdengar semakin keras dengan wajah sepenuhnya tenggelam dalam sampul buku hariannya. Ia tidak khawatir buku hariannya akan basah karena toh sampulnya anti air. Dia juga tidak perlu khawatir Yoongi akan menanyainya macam-macam karena tak ada siapa-siapa di sini.

Dia sendirian, kesepian, menyedihkan.

Biasanya di saat seperti ini dia akan langsung pergi ke apartemen Jimin, memaksa untuk menginap karena takut mimpi buruk. Tapi saat ini, mana mungkin dia akan seperti itu.

Jimin sedang di rumah sakit, dan insiden baru-baru ini membuatnya ingin Jimin enyah secepat mungkin.

Sulit untuk mengakui. Yoonjung ... merindukan Jiminnya.

Taehyung itu memang sangat setia kawan, tapi di sisi lain juga seorang brengsek. Yoonjung tidak tahu, jika pertemuan tadi siang telah direkam secara eksklusif oleh Taehyung. Atas dasar apa dia melakukan itu kalau bukan untuk kawannya, Park Jimin. Dan kini ekspresinya menyendu melihat bagaimana Jimin terus mengulangi rekaman itu. Bahkan Jimin merengek tidak mau saat dia ingin mengambil ponselnya karena sudah kehabisan baterai.

Dan apa yang dikhawatirkannya sejak tadi pun terjadi. Ponselnya mati total.

"Hei kemarikan." Tidak sesuai dengan apa yang diucapkannya, dia bangkit untuk mengambil ponselnya sendiri. Buru-buru menyambungkannya pada charger sebelum akhirnya bernapas lega karena ponselnya menyala beberapa menit kemudian setelah memunculkan gambar baterai sedang diisi.

Single Parent [myg]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang