Seharusnya aku tau, tak seharusnya aku keluar dari sini. Seharusnya aku tak ingin pergi kesana. Seharusnya aku tau diri. Seharusnya kejadian kemarin tidak pernah terjadi.
Menyesal?
Sangat.
Aku kehilangan Yerin eonni. Eomma mengusirnya entah kemana. Aku seakan telah menukar Yerin eonni dengan secuil kebahagiaan yang tidak ada artinya jika dibandingkan dengan keberadaan Yerin eonni disisiku. Dan akhirnya aku kembali terkurung disini, sendiri.
Eomma menjadi lebih protektif padaku. Bahkan sekarang aku tidak boleh membuka jendela kamarku. Aku tau alasan eomma seperti ini padaku, aku juga tau bahwa ini untuk kebaikanku. Tapi tidakkah ini sudah keterlaluan?
"Hwang?"
Aku segera menghapus air mataku dan menolehkan kepalaku ke arah pintu.
"Ne oppa?"
"Kau mau belajar dimana hari ini? Di kamar mu atau-"
"Disini saja." Aku memotong kalimatnya cepat. Karena bagiku dikamar atau di ruang tamu tak ada bedanya.
Ia tampak tersenyum tipis dan berkata "Baiklah."
Ia masuk ke kamarku, menarik satu kursi dan duduk di sisi lain meja belajarku.
"Kau siap?"
Aku ragu tapi aku menganggukan kepalaku.
"Oke. Kita mulai dengan matematika hari ini. Minggu lalu sampai-" Guru tampanku ini mulai membuka buku tebal yang selalu ia bawa.
"Jin oppa,"
"Ada apa Hwang?"
"Kau tidak bosan?"
"Maksudmu?" Ia menaikkan sebelah alisnya.
"Maafkan aku."
Oppa menghela nafas pelan lalu meletakkan buku yang ia pegang sebelumnya.
"Hwang, dengar aku. Ini bukan salahmu."
"Tapi ini salahku." Dan aku kembali tak bisa menahan tangisku. Aku menangis, lagi.
Ia mengelus pelan kepalaku.
"Ani. Aku senang bisa menemanimu disini. Jangan khawatirkan apapun, aku baik-baik saja. Aku tidak keberatan menjagamu disini. Kau ingat? Kau juga adik ku."
"Yerin eonni di-"
"Yerin pasti baik-baik saja." Ia menyelaku.
"Sekarang kau hanya harus menunggu. Arrachi?"
'Aku sudah menunggu.'
'Aku sudah menunggu terlalu lama.'
Aku menatap wajah guru pribadiku selama hampir 4 tahun ini. Ia tersenyum hangat padaku.
"Kita mulai?"
Aku menghapus air mataku lalu mengangguk pelan.
"Good girl." Lagi-lagi ia mengelus puncak kepalaku. Memperlakukan ku layaknya adik kecil. Aku bersyukur ada Jin oppa disini, setidaknya aku bisa merasakan kehadiran figur seorang oppa dan ayah sekaligus.
'Gomawo oppa.'
🎈🎈🎈
Langit mulai menggelap. Bulan dan bintang mulai menunjukan eksistensinya. Terkadang aku iri pada mereka. Meski mereka tak selalu terlihat tapi mereka punya waktu untuk bersinar. Sedangkan aku? Mungkin selamanya aku akan terus berada disini.
Ku letakkan cangkir teh yang dibuat Jin oppa tadi ke atas meja. Aku memfokuskan mataku pada pemandangan di balik kaca jendela ini. Sederhana saja, hanya ada taman kecil berumput dan penuh bunga di depan jendela kamar ku, lalu pagar yang berbatasan dengan jalanan beraspal abu-abu.
Sebenarnya aku bisa saja membuka jendela ini saat eomma tak ada. Tapi aku tidak mau mengecewakan eomma lagi. Sudah cukup bagiku melihat eomma menangis histeris saat aku keluar dari rumah ini kemarin. Sudah cukup Yerin eonni yang pergi, jangan Jin oppa juga.
Aku tidak ingin mengecewakan eomma. Aku ingin menjadi anak yang baik dan patuh. Meski aku harus mengabaikan mimpi dan harapanku untuk bertumbuh di lingkungan yang normal layaknya anak lainnya.
Tapi bisakah aku bertahan selamanya?
"Eoh??"
Ada sesuatu di balik pagar rumahku yang bergerak-gerak lincah. Aku mengerjapkan mataku untuk memastikan bahwa aku tak salah liat.
Ada seseorang disana. Melambaikan tangannya dengan begitu semangat ke arahku. Ia menatapku. Ia benar-benar menatapku! Ia benar-benar melambai padaku!
Apa ia mengenalku? Pria itu mengenalku?
TBC!
Thanks for reading!
Voment juseyo
Saranghae!💙Eskey Squad
~Beagle 🐶
KAMU SEDANG MEMBACA
Manito ✔
General FictionSaat semua orang tau tentang kita, mereka akan berusaha memisahkan kita. Dan saat itu terjadi aku ingin kau tau bahwa aku tidak menyesal telah mengenalmu. Terimakasih telah menjadi temanku. Aku bahagia meski hanya sesaat. Ketahuilah, aku menyayangim...