Tit
Tit
Tit
Tit
TitSuara itu kini seolah menjadi detak jantung SinB. Setidaknya Yerin bersyukur masih ada bunyi itu dari dalam sana. Yerin tak berhenti menangis sejak tadi. Tangan dan bajunya penuh bercak darah. Tentu saja itu bukan darah miliknya, itu darah SinB.
Yerin menatap tubuh SinB yang terbaring tak berdaya dan penuh perban melalu kaca bening selebar 2cm di pintu ruang ICU. Ia tak berani masuk, melihat tubuh SinB yang mengenaskan membuat Yerin takut tak mampu menahan diri.
Jin datang lalu meraih pundak Yerin hendak menuntunnya untuk duduk, namun Yerin menolak.
"Yerin-ah, oppa mohon.."
Yerin mendongak menatap Jin dengan wajah lusuhnya.
Akhirnya ia mengangguk. Jin menuntun Yerin untuk duduk di kursi tunggu yang memang disediakan di depan ruangan ICU.
Jin menyandarkan punggungnya. Menghela nafas berat lalu menutup mata. Semua terlalu tiba-tiba. Semua begitu mendadak hingga hatinya enggan untuk menerima. Melihat Yerin yang masih menangis sesenggukan membuat Jin semakin resah.
"Cuci tangan dan wajahmu, lalu pergilah makan. Kau harus menjaga SinB kan? Aku tak mau kau sakit."
"Aku tak lapar oppa."
"Tetap saja harus makan. Kau belum memakan apapun sejak siang tadi kan?"
Yerin diam tak menjawab dan masih terus menangis. Meski yang dikatakan Jin benar namun ia sama sekali tak merasa lapar. Jin kembali mendesah lalu mendongakan wajahnya menatap langit-langit rumah sakit. Matanya merah dan penuh genangan air. Bukan hanya Yerin yang menangis, Jin pun juga.
🎈🎈🎈
Jessica masih menangis saat dirinya tiba di depan ruangan ICU, tempat SinB dirawat. Jin dan Yerin tidak terlihat disana. Tubuhnya seperti tak bertulang, tangannya terus menekan-nekan dadanya. Air mata yang tak kunjung berhenti juga ikut menjadi alasan mengapa ia berjalan gontai sekarang. Pandangannya mengabur seiring dengan dadanya yang menjadi semakin sesak disetiap helaan nafasnya.
Lorong yang sepi dan gelap seakan menginjinkannya untuk menangis sepuas hati.
Jessica meremas bajunya, memukul-mukul dadanya yang terasa begitu sakit.
"SinB-ah.." ucapnya di sela tangisnya.
Bahkan sekarang ia sulit bernafas, dadanya begitu sesak. Ia berjongkok karena lututnya tak mampu lagi bertahan. Isak tangis yang keluar dari kerongkongan sempitnya terasa begitu memilukan. Hingga tanpa disadari, ia mulai kehilangan kesadarannya.
🎈🎈🎈
"Eomma?? Eomma baik-baik saja?" Yerin bertanya pelan saat ia melihat Jessica mulai membuka mata. Selang infus tertancap di tangan kanannya.
Jessica lantas langsung menoleh ke arah Yerin, melihat wajah Yerin yang masih bengkak karena banyak menangis. Setelah SinB, ia menemukan ibunya tak sadarkan diri di lantai rumah sakit. Jejak yang bahkan belum mengering harus kembali basah karena air mata yang sama. Sungguh Yerin tidak pernah menyangka hal seperti ini akan terjadi di hidupnya. Ini terlalu tiba-tiba baginya.
"Yerin-ah.. hiks!" Jessica kembali terisak.
"Eomma tenanglah, jangan menangis, hm?" Yerin berusaha menenangkan Jessica ini sembari mengelus lembut tangannya.
"Jangan bicara apapun dulu. Eomma harus pulih, eomma harus kuat untuk ku, dan SinB."
Mendengar nama SinB pupil Jessica semakin bergetar. Namun ia menggigit bibir menahan tangis.
🎈🎈🎈
Dan kejadian yang lalu kembali terulang. Potongan cerita 'aneh' namun nyata harus kembali Yerin dengar. Dikantor polisi, semua menjadi semakin jelas. Orang mulai mengatakan SinB tidak normal, SinB gila, SinB sakit.
Iya Yerin harus mengakuinya, SinB memang tidak baik-baik saja. Terlebih setelah melihat rekaman CCTV di tempat kejadian. Yang terlihat bukanlah 'mobil menabrak SinB' melainkan 'SinB yang menabrakan diri ke mobil'.
Terdengar gila bukan?? Tapi itulah yang mereka lihat. Yerin, Jin, ahjumma pengendara mobil dan polisi semua melihat video itu bersama-sama.
Dan mereka mulai melontarkan kata-kata yang membuat Yerin menggeram marah. Ia mengepalkan tangannya kuat-kuat menahan emosi yang mungkin akan meledak.
"Gadis gila seperti dia harusnya tinggal di rumah sakit jiwa! Kenapa keluarganya justru membiarkannya berkeliaran! Bikin sial saja!"
Yerin masih diam dengan tangan terkepal kuat. Pandangannya masih ke arah laptop yang sedang menampilkan video CCTV itu.
"Maaf Nyonya Jung tapi gadis yang kau bicarakan tidak gila. Tolong jaga ucapanmu." Meski tak terima, Jin berusaha tenang.
BRAKKK!
Yerin menggebrak meja lalu berbalik menatap nyonya yang terlihat baik-baik saja itu dengan tatapan nyalang. Mereka semua lantas terkejut.
"JAGA UCAPANMU! ADIKKU TIDAK GILA!"
Nafas Yerin menggebu karena emosi di dadanya. Semua orang menjadi terdiam, bahkan polisi sekalipun.
"ADIKKU TERLUKA PARAH! SEDANGKAN KAU?! DARAH SETETESPUN TIDAK KAU KELUARKAN!"
"Yerin-ah tenanglah!" Jin menarik lengan Yerin yang bergerak maju ke arah wanita paruh baya itu.
Sungguh, tatapan Yerin benar-benar mengerikan.
"Tenanglah, biar oppa yang urus hal ini. Kau kembalilah ke rumah sakit."
Yerin menutup matanya berusaha meredam amarah. Meski nafasnya masih menggebu namun perlahan kepalan tangan Yerin mulai melonggar.
"Pergilah ke rumah sakit dulu. Oppa akan menyusul nanti."
Tanpa menjawab apapun Yerin pergi dari hadapan semua orang disana. Sesampainya di luar Yerin tiba-tiba saja berjongkok. Menunduk lalu menekan kuat dadanya.
Ia menangis.
🎈🎈🎈
Yerin sedang menggenggam tangan SinB kala itu. Tenggelam dalam jutaan kenangan yang ia miliki bersama gadis yang kini sedang tertidur entah sampai kapan. Dengan mata berbinar Yerin bangkit berdiri dari kursinya. Beberapa kali SinB mengedipkan matanya dengan lambat hingga akhirnya melihat ke arah Yerin.
"Bi, kau sudah bangun? Dahaengida.." Ucapnya dengan mata berkaca-kaca.
"Tunggu sebentar ku panggilkan dokter dulu." Yerin langsung melesat keluar untuk memanggil dokter dan memberitahu eomma bahwa Sinb sudah sadar.
SinB hanya diam dengan pandangan kosong seperti masih memproses segala sesuatu yang ia lihat dan ia dengar. Wajahnya masih seperti saat menatap Yerin tadi. Namun tiba-tiba lengkungan kecil terlihat di bibirnya yang kering. Matanya berkilau karena air yang menggenang disana bersamaan dengan senyumnya.
TBC!
Thanks for reading all
Saranghae 💙Eskey Squad
~Beagle 🐶
KAMU SEDANG MEMBACA
Manito ✔
General FictionSaat semua orang tau tentang kita, mereka akan berusaha memisahkan kita. Dan saat itu terjadi aku ingin kau tau bahwa aku tidak menyesal telah mengenalmu. Terimakasih telah menjadi temanku. Aku bahagia meski hanya sesaat. Ketahuilah, aku menyayangim...