"Suster, berapa dosis Respidone pasien SinB selama tiga hari ini?" Tanya Dokter Park yang kini secara khusus menangani SinB.
"Kita memberinya 2 pil 3x sehari dok."
"Baik. Jangan kurangi dosisnya."
"Ne."
Dokter Park pergi dari depan kamar SinB setelah memantau kegiatannya. Tidak ada pergerakan besar yang SinB lakukan mengingat luka akibat kecelakaannya belum pulih. Kepala dan kaki nya masih dibalut perban putih. Ia bahkan belum bisa turun dari ranjang tanpa bantuan orang lain. Namun tujuan dr. Park terus memantau SinB adalah melihat frekuensi kemunculan Jungkook setelah pemberian obat. Dan hasilnya, SinB masih harus diberi obat dengan dosis tinggi.
🎈🎈🎈
"Selamat pagi nona, bagaimana sarapan pagi ini?" Seorang suster bertubuh mungil masuk ke kamar inap SinB.
"Gwaen..chaneunde." Jawab SinB setengah berbisik. Bibirnya tampak kering, ia juga kesulitan menggerakan tubuhnya meski luka dari kecelakaannya sudah sembuh. Lilitan putih ditubuhnya juga sudah dilepas sejak 2 hari yang lalu.
"Ahh ne. Sekarang waktunya minum obat yaa."
SinB tersenyum kaku, dengan gerakan pelan tangan kanan SinB meraih 2 pil obat yang suster bawakan lalu memasukan ke dalam mulutnya. Kemudian suster membantu SinB minum untuk menghindari gelas terjatuh karena tangan SinB yang kaku dan gemetaran.
"Aaa??" Sang suster mengisyaratkan SinB untuk membuka mulutnya.
"Chareseoyo. Silahkan beristirahat nona SinB."
"Sus..ter.."
"Ne?" Jawabnya ramah.
"Kenapa.. tidak ada yang menjengukku selama ini?" Suara SinB yang lebih seperti bisikan berhasil membuat sang suster tersenyum pedih. Mata SinB semakin mengabur karena air mata kerinduan yang tiba-tiba muncul. Ia merindukan ibunya dan Yerin. Mereka belum muncul di depannya sejak sehari setelah SinB sadar.
"Dokter belum memberi ijin kunjungan. Sabarlah sebentar lagi ya.."
"Apa.. aku.. separah itu?" Tanya SinB lagi.
"Kau akan segera membaik. Percayalah padaku. Okei?" Suster bermarga Kim itu membelai lembut rambut SinB. Sebulan ini ia yang ditugaskan merawat SinB, jadi ia sedikit memahami perasaan gadis cantik itu.
SinB tersenyum lalu mengangguk lemah, "Gomawoyo.."
"Hm. Tidurlah kau pasti mengantuk."
"Aku.. selalu mengantuk."
"Iya, itu efek samping dari obat. Jangan khawatir. Chaa.. sekarang tidurlah." Suster Kim membantu SinB membaringkan tubuhnya. Memastikan SinB tidur dengan nyaman lalu keluar dari sana.
Tepat setelah pintu tertutup, SinB melihat Jungkook.
Berdiri dengan senyum hangat di depannya. Mengenakan seragam sekolah yang biasa ia kenakan.
"Aku.. mengantuk.." bisik SinB setengah sadar.
Masih dengan senyum yang sama Jungkook mengangguk.
"Jalja. Aku akan menunggumu."
SinB tersenyum sebentar sebelum akhirnya menutup mata. Tenggelam dalam jutaan ketenangan yang obat ciptakan untuk tubuhnya.
SinB tak pernah tau, bahwa selama ini Yerin selalu mengawasinya dari depan kamar. Menanyakan kabar dan keadaannya pada suster Kim. Dengan mata berlumuran air mata, Yerin harus terus memandang SinB dari jauh. Setiap kali melihat SinB tersenyum dan bicara pada angin, rasanya ia ingin sekali memeluk SinB dan mengatakan bahwa Jungkook tidak nyata. Namun belum saatnya.
"Kapan harinya?" Tanya Yerin saat ia melihat SinB sudah benar-benar terlelap.
"Nona SinB sudah membaik secara fisik, jadwalnya sudah di tetapkan besok."
Yerin mengangguk paham. "Ia terus melihat Jungkook meski dosis obatnya sudah tinggi. Aku khawatir."
"Tidak ada yang tidak mungkin. Frekuensi kemunculan Jungkook sudah berkurang sejauh ini. Saat nona SinB berhasil menyadarinya, maka peluang untuk sembuh akan semakin terbuka lebar."
Yerin menggengam kedua tangan suster Kim, "Gamsahamnida suster.. tolong bantu SinB."
"Ne, tentu saja." Ucapnya dengan senyuman tulus.
🎈🎈🎈
"Ada siapa disana saat itu?" Tanya dr. Park.
SinB sedang mengamati layar besar dihapannya yang sedang memutar video yang di ambil dari luar jendela kamarnya.
"Aku, Jungkook." Jawabnya pelan, suaranya masih seperti bisikan karena efek dari obat.
"Namun yang kau lihat sekarang, ada siapa disana?"
"Aku." SinB terus menatap layar besar itu dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Adakah Jungkook?"
SinB menggeleng lemah.
"Apa itu tidak aneh??"
SinB mengangguk. Diatas kursi rodanya SinB terus memperhatikan layar itu dimana dirinya terlihat sedang berbicara dan tertawa sendiri. Bertarung dengan pikirannya sendiri SinB mulai merasa kebingungan.
Kemudian layar berganti menjadi rekaman CCTV di lokasi kejadian kecelakaan yang SinB alami. Dr. Park memberi waktu bagi SinB untuk menonton video itu sampai pada gambar dirinya tergeletak di aspal jalan bersama Yerin yang meraung frustasi penuh air mata.
"Apa yang sebenarnya kau lakukan saat itu?"
"Me..nyelamatkan.. Jungkook, temanku.." jawab SinB susah payah.
Ternyata dugaan dr. Park benar. Kecelakaan itu adalah kamuflase SinB untuk bunuh diri.
"Tapi aku tidak melihatnya, temanmu itu. Apa kau melihatnya di rekaman CCTV itu??"
SinB menggeleng lemah.
"Apa itu tak aneh bagimu?"
SinB menoleh pada dr. Park dengan gerakan lambat. Matanya mengisyaratkan bahwa ia juga bingung, sebab yang ia alami dengan yang barusan ia lihat sangatlah berbeda.
"SinB, dengarkan aku, Jungkook itu tidak nyata. Ia hanya halusinasimu saja. Ia tidak pernah ada, orang lain tidak bisa melihatnya. Hanya kau yang bisa melihat Jungkook, apa menurutmu itu normal??"
SinB diam dengan sejuta tanda tanya yang tidak bisa di keluarkan karena sesuatu terasa menghambat kerongkongannya. Ia hanya terus menatap dr. Park dengan mata penuh kristalan bening yang siap meluncur kapan saja.
Namun tiba-tiba saja pandangan SinB menuju ke sisi kanan dr. Park. Paham dengan gerak-gerik SinB, dr. Park ikut menoleh ke belakang. Tidak ada siapapun disana. Hanya ada jendela tertutup tirai berwarna biru.
"Apa Jungkook disana?"
"Ne."
"Ini dirumah sakit, bagaimana ia bisa masuk kesini?"
Pertanyaan dr. Park berhasil membuat tanda tanya besar bagi SinB. Ia kembali menatap dr. Park dengan tatapan kosong.
"Tapi.. Jungkook..nyata.. Ia ada.."
TBC!
Selamat Hari Raya Idul Fitri bagi yang merayakan 🙏
Saranghae ❤Eskey Squad
~Beagle 🐶
KAMU SEDANG MEMBACA
Manito ✔
General FictionSaat semua orang tau tentang kita, mereka akan berusaha memisahkan kita. Dan saat itu terjadi aku ingin kau tau bahwa aku tidak menyesal telah mengenalmu. Terimakasih telah menjadi temanku. Aku bahagia meski hanya sesaat. Ketahuilah, aku menyayangim...